Partisipasi Perempuan dalam Politik Wujudkan Kesejahteraan Bangsa

Loading

Merauke,gardaindonesia.id-“Kesejahteraan suatu bangsa dan negara tidak akan tercapai bila kondisi perempuan masih miskin, bodoh dan tertindas. Jika kita ingin maju, maka seluruh perempuan harus diselamatkan dari jerat kemiskinan dan kebodohan serta mulai melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan. Ada pepatah bijak mengatakan, when you save a girl, you save generations artinya ketika kamu menolong satu perempuan berarti telah menolong satu generasi manusia,” papar Menteri Yohana dalam kuliah umum di Universitas Musamus Merauke dengan topik “Kepemimpinan Perempuan Papua dalam Pembangunan”.

Negara pun telah menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional perempuan sebagai warga negara yang tertuang dalam UUD 1945, setidaknya terdapat 27 (dua puluh tujuh) hak-hak konstitusional perempuan yang secara umum dibagi dalam 3 (tiga) kategori yakni, hak-hak sipil, hak-hak sosial dan hak-hak politik. Keterwakilan perempuan dalam bidang politik memiliki landasan kebijakan yang tertera dalam Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN yang merupakan pengembangan dari UU No. 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan dan menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan, tujuannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian peran dan partisipasi perempuan di berbagai bidang termasuk politik dan pembangunan masih rendah.

Dalam paparannya Menteri Yohana menyampaikan fakta bahwa minimnya kepemimpinan perempuan di beberapa daerah salah satunya Papua disebabkan oleh faktor budaya, stereotype, marginalisasi, subordinasi, dan beban ganda. Padahal sudah seharusnya mereka mendapatkan akses dan partisipasi di berbagai bidang pembangunan termasuk politik, sehingga perempuan dapat merasakan manfaat pembangunan mulai dari proses persiapan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi program pembangunan. “Partisipasi perempuan dalam bidang politik saat ini hanya sekitar 17% dan belum mencapai 30% sesuai dengan target yang kita punya. Keterwakilan perempuan masih sangat sangat sedikit, apalagi di tanah papua ini belum ada walikota atau pemimpin perempuan. Oleh karena itu di tangan kalianlah para mahasiswa dan mahasiswi yang akan menjadi pemimpin masa depan di tanah Papua ini,” tambah Menteri Yohana.

Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik dan pembangunan, secara umum dapat dilihat dari berbagai aspek pembangunan manusia berbasis gender di Indonesia. Angka Indeks Pembagunan Gender (IPG) Indonesia berada pada 92,74. Meskipun berada di atas rata-rata dunia tapi masih dibawah laki – laki.

Sedangkan untuk Provinsi Papua di angka 79,09 dan Provinsi Papua Barat di angka 82,34. Sedangkan untuk ranah legislatif dan eksekutif, keterwakilan perempuan hanya mencapai 17.32% atau hanya 97 anggota legislatif perempuan dari 560 anggota DPR RI, untuk anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebesar 25,74% atau hanya 34 perempuan dari 132 dan perempuan sebagai Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah hanya sebesar 7,29%.

Adapun keterwakilan perempuan dalam struktur kepemimpinan di Lembaga-lembaga Negara juga masih belum mencapai 30%. Lembaga-lembaga Negara tersebut diantaranya Komisi Pemberantasan Korupsi hanya sekitar 20%, Mahkamah Konstitusi di angka 13%, Komisi Yudisial hanya 14%, Komisi Pemilihan Umum hanya 4%, Badan Pengawas Pemilu sekitar 20% dan Ombudsman sekitar 22%. Pada tatanan jabatan di birokrasi keterwakilan perempuan yang menduduki jabatan birokrasi setingkat eselon I dan II hanya mencapai 16,57%.

Padahal sangat jelas tercantum dalam pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDG’s) salah satu indikatornya yaitu kesetaraan untuk mewujudkan Planet 50:50 Gender Equality tahun 2030. Tujuannya tak lain agar perempuan bisa sejalan dan setara dengan laki laki sehingga perempuan tidak hanya sebatas pada urusan domestik saja, namun sebagai bagian terpenting di dalam pembangunan dan pengambilan keputusan sebuah Negara. Semakin banyak keterlibatan kaum perempuan dalam proses pembangunan, akan semakin memunculkan optimisme lahirnya kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender. Untuk mendukung pemerintah dalam pelaksanaan SDG’s, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menetapkan 3 (tiga) program prioritas yang disebut dengan Three ends (3 ends) atau Tiga Akhiri yang meliputi; Akhiri kekerasan kepada perempuan dan anak; Akhiri perdagangan perempuan dan Akhiri ketidakadilan akses ekonomi terhadap perempuan

“Saya mengajak seluruh civitas akademika Universitas Musamus Merauke untuk turut serta mewujudkan kesetaraan gender, khususnya dalam kepemimpinan perempuan dalam pembangunan. Saya sangat senang mendengar bahwa tiga Wakil Rektor di Universitas ini adalah seorang perempuan, hal tersebut menunjukan bahwa pada dasarnya perempuan khususnya Papua bisa menjadi seorang pemimpin seperti laki-laki. Harapan saya ini juga bisa diterapkan kepada para mahasiswa, agar mereka dapat mulai berpartisipasi dalam kepemimpinan dan pembangunan untuk mewujudkan Planet 50:50 pada 2030 nanti,” tutup Menteri Yohana. (*/PM PPPA + rb)