16HAKTP – Hentikan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan & Anak

Loading

Kupang-NTT,gardaindonesia.id | Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan (16HAKTP), mulai tanggal 25 November 2018 –10 Desember 2018; oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nusa Tenggara Timur (DP3A NTT) dilaksanakan dalam bentuk Talk Show dengan tema ‘Kita Hentikan Segala Bentuk Kekerasan terhadap perempuan dan anak serta perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur’.

Mengambil lokasi di Anjungan ATM Flobamora Mall Kupang, (Selasa,4/12/18) petang; DP3A NTT bekerja sama dengan managemen Ramayana Mall, meramu talk show dengan konsep outdoor dengan pertimbangan dapat menjadi perhatian banyak orang termasuk para pengunjung ramayana mall dan karyawan. Para peserta talk show yang mayoritas perempuan datang dari berbagai unsur/elemen organisasi perempuan seperti PUSPA (Partisipasi Publik untuk kesejahteraan perempuan dan anak), WKRI (Wanita Katolik Republik Indonesia), BKOW (Badan Kerja sama Organisasi Wanita), PIAD (Persatuan Isteri Anggota Dewan), dan unsur lembaga masyarakat lainnya.

Talk show berjalan apik dan menarik dengan membahas isu terkait tindak kekerasan perempuan dan anak serta perdagangan orang; dengan narasumber, mewakili Kanwil Kementerian hukum dan HAM NTT, Ance Kumile,SH, Mhum-Kasub bidang Pemenuhan HAM; Kristofora Batang -anggota Komisi V DPRD NTT; Psikolog Undana- Mariana Ikun Parera,M.Psi dan Kepala DP3A NTT, Dra Bernadeta Usboko,M.Si., dan dipandu oleh Jurnalis Perempuan, Anna Djukana.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) NTT , Dra Bernadeta Usboko,M.Si., mengatakan kita berada disini untuk saling berbagi informasi dengan semua orang dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Perempuan Internasional Tahun 2018.

“Perempuan dan anak selalu menjadi korban dalam berbagai tindak kekerasan berupa kekerasan di dalam rumah, pelecehan, pemerkosaan dan perdagangan orang sangat marak. Pekerjaan perempuan sekitar 70% belum dihargai oleh kaum laki-laki dan perempuan itu sendiri. Seharusnya keberadaan perempuan melengkapi keberadaan laki-laki,” ujar Erni Usboko panggilan akrab Kepala DP3A NTT.

Lanjut Erni, Memperingati Hari Anti Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dengan memberikan ruang terbuka bagi perempuan untuk mengakses semua informasi sehingga perempuan dapat mengembangkan diri untuk bersatu dan berpartisipasi dalam mengisi pembangunan.

“Masih terbuka luas kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam politik karena hanya sekitar 12,13 % Perempuan dari kuota 30% perempuan di legislatif karena masih banyak perempuan belum mendukung perempuan,” ungkap Erni.

Erni Usboko juga menekankan program 3Ends Plus yang diinisiasi oleh Kementerian PPPA yakni mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak; mengakhiri perdagangan orang; akhiri kesenjangan ekonomi perempuan dan memberikan ruang partisipasi untuk perempuan.

Sementara itu, Ance Kumile dari Kanwil Kementerian Hukum & HAM Provinsi NTT mengatakan bahwa Kanwil Kemenkuham merupakan instansi vertikal melaksanakan tugas-tugas yang ada di daerah dan mampu bersinergi dengan pemerintah daerah dengan mengacu pada program P5HAM
“Bentuk pelanggaran HAM sangat luas dengan menyorot produk hukum daerah harus pro rakyat berupa pendidikan dan kesehatan . Tim pelayanan komunikasi masyarakat Kanwil Kementerian hukum dan HAM NTT bersifat melakukan mediasi bukan sebagai eksekutor,” jelas Ance Kumile.

Ketua BKOW & Anggota Komisi V DPRD NTT, Kristofora Batang menyampaikan bahwa Komisi V DPRD berupaya untuk menurunkan dan mengurangi angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menelusuri setiap program yang dibuat oleh Dinas dan disesuaikan dengan agenda Komisi V DPRD NTT

“Kami sangat kaget dengan anggaran minim untuk lokus kegiatan DP3A yang hanya berkutat sekitar Kota Kupang dan tidak menyentuh kantong-kantong masalah perdagangan orang seperti di Kab Kupang, TTS dan Malaka,” jelas Kristofira Batang.

Sedangkan Psikolog dari Undana Kupang, Ikun Parera menyorot tentang keluarga sebagai suatu sistem, ketidakhadiran salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi anggota lain.
“Seperti perempuan yang menjalani profesi sebagai TKI/TKW di luar negeri. Bukan hanya korban namun keluarga yang ditinggalkan mengalami beban psikologis. Dampak psikologis bagi anak-anak yang ditinggalkan akan bermasalah di sekolah, mereka akan mengalami depresi, mengunakan obat terlarang dan relasi negatif dengan teman sebaya,” jelas Ikun Parera.

Penulis & Editor (+rony banase )