IMO-Indonesia Angkat Bicara Terkait Grasi bagi Susrama Pembunuh Jurnalis

Loading

Jakarta, gardaindonesia.id | Ikatan Media Online Indonesia atau IMO-Indonesia merasa prihatin atas permasalahan yang menyita perhatian publik khususnya masyarakat pers indonesia perihal rencana pemberian grasi kepada Susrama. Dewan Pengawas IMO-Indonesia, Tjandra Setiadji SH,MH., meminta pemberian grasi Susrama untuk dievaluasi. Menurutnya, grasi tersebut menjadi insiden buruk untuk publik, demikian dikatakan Tjandra kepada pewarta di Jakarta, Sabtu/ 26/1/2019.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah berencana untuk memberikan grasi pembunuh wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa 2009 lalu. Proses hukum terhadap pembunuhan tersebut telah berakhir pada vonis hukuman mati kepada pelaku.

Baca juga:

http://gardaindonesia.id/2019/01/25/sjb-kecam-remisi-jokowi-bagi-pembunuh-jurnalis-radar-bali/

Alasan Andy sapaan akrab dari Tjandra Setiadji meminta evaluasi karena pemberian grasi akan menjadi pemula dan menutup pintu kebebasan pers.

“Rakyat berjuang untuk meraih kemerdekaan pers, menjadi dunia terbuka, jangan sampai fenomena ini menjadi awal kembalinya dunia kelam tersebut,” terang Andy.

Andy sadar bahwa pemberian grasi itu sebenarnya hak setiap narapidana. Tetapi Andy menilai untuk kasus tersebut menyangkut masalah masa depan demokrasi.

“Tinjauan hukumnya sah-sah saja, tetapi ini menyangkut masalah masa depan bangsa yang sudah mendapat hadiah demokrasi yang sudah sangat terbuka,” jelas Andy yang juga praktisi hukum itu.

Oleh karena itu, lanjut Andy, sebelum final jalan terakhir adalah pemerintah harus melakukan evaluasi.

“Sebelum masyarakat pers merasa kecewa terlalu jauh maka wajib dievaluasi,” pinta Andy.

Kalau tidak, Andy menilai dunia pers akan mengalami kemunduran. “Demokrasi mundur, kalau ini dipaksakan,” pungkas Andy. (*)

 

Sumber berita (*/Tim IMO Indonesia)

Editor (+rony banase)