Pegiat Literasi dalam Sekat Keterbatasan di Taman Baca Waibalun

Loading

Oleh: Helmi Tukan,S.Pd

Untuk kita yang gemar membaca, berapa banyak artikel yang memperbaharui wawasan kita setiap harinya?

Setiap berapa waktukah kita melengkapi koleksi kita dengan buku baru?

Andai masih bisa dihitung, sudah berapa banyakkah bahan bacaan yang kita punya?

Larantuka-NTT, gardaindonesia.id | Bertolak dari kondisi kemudahan kita dalam mengakses buku baik buku fisik maupun buku digital, Kami mengajak anda mencermati sekelompok masyarakat dengan minat baca yang istimewa, mencukupkan diri dengan sekitar 100 (seratus) buku saja, yang tersedia untuk mereka di sebuah Taman Baca.

Lokasi itu bernama Waibalun. Di sana, beberapa guru yang adalah para pegiat literasi, memutuskan untuk memperluas lingkup pelayanan mereka, melampaui batasan area sekolah, dengan mendirikan Taman Baca Waibalun.

Selain menyediakan taman baca yang terbuka setiap hari, khusus pada hari Minggu mereka menyeleggarakan berbagai kegiatan literasi seperti mendongeng, mewarnai, juga menulis puisi dan cerpen. Kegiatan-kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak, pelajar SD, SMP, maupun SMA, hingga kalangan umum.

Dengan misi mengembangkan Taman Baca yang dirintisnya, kepada Depoedu Helmi Tukan, mewakili Taman Baca Waibalun, mengirimkan tulisan (yang judulnya tertera di atas) untuk menggambarkan hidup dan karya mereka di sana.

Guru Helmi dalam sesi kegiatan ‘Global Education Supllier and Solutiondeas’ oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) di Jakarta Convention Center

Hari ini tidak jauh beda dengan hari-hari sebelumnya. Aktivitasku sebagai seorang guru membuatku selalu sibuk mengurusi murid-murid di sekolah. Apalagi hari menjelang ujian semester.

Setiap hari harus memberi latihan soal dan tentunya tak lupa aku menjalankan studi sore. Aku adalah seorang pendidik di SD Inpres Waibalun, sebuah sekolah yang terletak di kelurahan Lewolere, wilayah Larantuka, Flores, Nusa Tenggara Timur. Lokasi sekolah ini bertetangga dengan kelurahanku Waibalun.

Aku senang sekali menjalani rutinitas harianku di sekolah, bermain dengan murid-murid, bergaul dengan buku-buku pelajaran dan tak lupa pula papan tulis dan spidol yang turut mendukungku dalam pembelajaran di kelas. Empat tahun lebih aku mengajar di sekolah ini. Banyak kisah suka maupun duka telah aku lalui.

Selain sibuk mengajar, aku bersama beberapa teman guru mengelola sebuah Taman Baca sederhana yang dinamai Taman Baca Hutan 46 Waibalun. Sebuah taman baca, taman bermain bagi anak-anak di kelurahanku, dan tentunya bagi anak-anak di kampung sebelah.

Setelah pulang sekolah, kami mulai beraktivitas di taman baca. Aku bersama Pak Karno, Pak Bery, Bu Ani, dan Bu Lety, bermain bersama anak-anak, mendongeng, membaca, menulis, serta mewarnai. Berbagai kegiatan yang berhubungan dengan literasi selalu kami laksanakan.

Sesekali kami berliterasi ke luar kota, ke pantai, atau berkunjung ke sekolah-sekolah.

Aku bahagia sekali dengan aktivitasku ini.

Walau dalam keterbatasan buku dan peralatan mewarnai, juga ruang membaca seadanya, kami tetap bersemangat dalam berliterasi.

Selain literasi di bidang membaca dan menulis, kami juga melatih anak – anak di taman baca untuk bisa berpuisi, menyanyi dan menari.

Senangnya berada bersama anak-anak dan masuk ke dunia mereka.

Guru Helmi saat mewakili IGI Flotim mengikuti kegiatan Satu Guru Satu Buku (Sagusaku)

Bagiku menjadi guru bukan hanya mengajar di depan kelas, namun guru yang lebih adalah guru yang mampu beradaptasi dengan dunia luar di manapun ia berada.

Guru yang mampu memberikan nilai lebih bagi orang-orang disekitarnya.

Aku menjadi guru bukan hanya sebagai pengajar namun lebih dari itu adalah sebagai pendidik, mendidik anak bangsa demi masa depan mereka yang lebih baik.

Berkarya dan terus berkarya selama napas kehidupan masih diberikan Tuhan kepadaku.

Tidak perlu mengharapkan balas jasa, pengabdian tanpa pamrih adalah cita-cita hidupku.

Bersama teman-teman di Waibalun, kami mengelola taman baca dengan segala keterbatasan dan dengan segala kemampuan yang kami miliki.

Salam Literasi, dari kampungku Waibalun.(*)

(*/Penulis seorang guru dan pegiat Literasi di Waibalun, Larantuka, Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Melalui tulisan ini kami hendak mengetuk pintu hati anda untuk terlibat bersama kami dalam mengembangkan budaya literasi di taman baca ini. Mengatasi keterbatasan akan koleksi bahan bacaan, kami sangat membutuhkan sumbangan buku, yang dapat dikirimkan ke alamat berikut :

Taman Baca Hutan 46 Waibalun
Kelurahan Waibalun, RT 07 / RW 01
Kecamatan Larantuka
Kabupaten Flores Timur
Provinsi Nusa Tenggara Timur (86212)