PKK NTT Inisiasi Desa Model & Kerja Kolaboratif Pencegahan Stunting

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Upaya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur meminimalisir dan mencegah stunting atau anak kerdil terus dilakukan melalui berbagai program. Upaya tersebut didukung oleh Tim Penggerak PKK NTT dengan melakukan kerja kolaboratif mencegah stunting

Stunting adalah kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

Salah satu upaya yang dilakukan PKK NTT dengan memberlakukan dan memberdayakan Desa Model di 22 kabupaten/kota untuk pencegahan stunting di Provinsi NTT yang memiliki 1.192 pulau kecil dan besar dan tersebar di wilayah ini dengan luas daerah sebesar 48.718,10 km2

Diinisiasi oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Julie Sutrisno Laiskodat berkolaborasi dengan Universitas Indonesia, Yayasan PLAN International, Balai POM NTT, Dinas Kesehatan NTT, dan instansi terkait untuk bersama mencari formula tepat untuk memberantas stunting yang tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek

Ketua Tim Penggerak PKK NTT, Julie Sutrisno Laiskodat saat ditemui (Selasa, 11 Juni 2019) dalam Workshop Integrasi Pencegahan Stunting di Tingkat Desa/Kelurahan di Kantor PKK Provinsi NTT pada tanggal 11—13 Juni 2019 menyampaikan ingin memberantas stunting yang menjadi masalah yang bukan hanya di NTT Namun menjadi masalah nasional

“Stunting tidak bisa diberantas dalam jangka pendek dan saya mau adanya desa model untuk memberantas stunting dan gizi buruk dan lintas sektor dapat bergandeng tangan”, ujar Ketua Tim Penggerak PKK NTT

Diskusi kelompok menelaah masalah dan solusi pencegahan stunting

Lanjutnya, saat ini kader-kader PKK dibekali dengan ilmu agar dapat menyampaikan kampanye efektif dan efisien kepada masyarakat.  “Hingga bulan Juni 2019, para Kader PKK dibekali ilmu karena PKK memiliki banyak kader namun kekurangan ilmu”, ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes., mengatakan bahwa NTT perlu banyak orang pintar dan para stakeholder datang untuk bersama mencari model tepat penyelesaian masalah stunting

“Bukan kita kebingungan namun perbedaan sosial budaya di daerah yang memerlukan kajian dan berkolaborasi dengan peran masing-masing di Desa Model pencegahan stunting”, tuturnya

Sedangkan dr Sofia Wangge,Phd., dari Universitas Indonesia menyampaikan bahwa target Bappenas pencegahan stunting di Indonesia harus turun sebesar 2 persen per tahun namun berdasar hasil survei prosentase stunting di NTT masih tinggi dengan prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) mencapai 40,3 persen tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia dan dengan prevalensi stunting nasional sebesar 29,6 persen. [*Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018)]

“Sebenarnya NTT sudah turun 2 persen per tahun namun angka stunting masih tinggi”, tandasnya.

Penulis dan editor (+rony banase)