Repatriasi 26 Kura-kura Leher Ular Rote di Pulau Rote Provinsi NTT

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Kura-kura leher ular (Chelonida mccordi) Rote sudah tidak ditemukan lagi di habitatnya, namun di beberapa tempat seperti di Singapura, Amerika, dan Jakarta masih bisa ditemukan satwa ini. Sehingga proses repatriasi atau pengembalian ke habitat asli perlu dilakukan.

“Kura-kura leher ular ini sulit sekali ditemukan di daerah lain, di Flores juga tidak ada, di Timor juga begitu dan hanya ada di Rote. Oleh karena itu kita perlu untuk melindunginya agar terhindar dari kepunahan”, ujar Mugi Kurniawan, Kasie P2 BBKSDA NTT saat jumpa pers yang berlangsung pada Kamis, 11 Juli 2019, bertempat di Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT.

Sedangkan, Kepala BBKSDA NTT mengatakan bahwa habitat di pulau Rote, ada di seluruh pulau Rote namun untuk sekarang ada 3 danau yang akan dijadikan habitat dari kura-kura leher ular.

“Karena jumlah debit air yang makin berkurang, maka melalui kajian bersama WCS IP ada 3 danau yang ditetapkan sebagai habitat”, ujar Timbul Batubara.

Timbul mengungkapkan bahwa ada 26 ekor kura-kura leher ular yang akan didatangkan dari Singapura untuk dikembalikan. Sebelum dilepas akan dilakukan habituasi.

“Untuk sementara ada 26 ekor yang siap didatangkan, dan masih dalam tahap negosiasi, semoga jumlahnya bisa bertambah. Kita juga masih menyiapkan berbagai dokumen pendukungnya”, ujar Timbul.

Sebelum dilepas, lanjut Timbul, kura-kura leher ular akan berada di Kantor BKSDA Seksi Konservasi Wilayah II (SKW II), yang akan melalui tahap Karantina lalu dilanjutkan dengan perkembangbiakan.

” Sebelum di lepas akan di karantina, lalu dipindahkan untuk proses perkembangbiakan yang juga dibantu dengan alat-alat teknologi untuk perkembangbiakannya berjalan dengan baik. Setelah itu proses habituasi yang dibuat sama dengan habitat asli.

“Tujuan melalui ketiga sesi ini agar nanti bisa dipastikan bahwa kura-kura leher ular tidak terjadi kepunahan atau dimangsa oleh predator’, ujar Timbul.

Sementara itu, proses repatriasi yang dilakukan di danau bukan merupakan daerah konservasi maka oleh Gubernur NTT ditetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial.

“Karena ketiga danau itu di luar daerah konservasi dan merupakan lahan masyarakat maka untuk perlindungannya dibuat menjadi kawasan ekosistem esensial”, ujar Emanuel Ndun.

Selain itu, akan diadopsi juga tradisi Holok dan Papada yang merupakan ritual adat sebagai sumpah bersama untuk tidak mengambil hasil sembarangan.

” Ritual ini akan mengundang seluruh masyarakat di daerah sekitar dan akan melakukan penyembelihan seekor kerbau dan dinikmati bersama sebagai perjanjian bersama, jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi “, tandas Emanuel. (*)

Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase) Foto by www.profauna.net