Talkshow KOMPAK : Orang Muda Pulang ke Desa di Tanah Perjanjian

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Orang muda harus pulang ke desa, tanah perjanjian, untuk mengelola tanah yang berlimpah susu dan madu. Pulang ke desa, migrasi untuk menegakan keadilan sosial.

Demikian salah satu bagian rekomendasi dari 10 (sepuluh) rekomendasi dari talkshow bertajuk ‘Selamatkan Orang Muda NTT dari Bahaya Human Trafficking’ yang diselenggarakan Komunitas Peacemaker Kupang (KOMPAK) yang dipandu Anna Djukana,SH,MH di Neo Aston Hotel Kupang pada Kamis, 25 Juli 2019.

Dialog Orang Muda ini menghadirkan nara sumber Pdt. Emy Sehertian,MTh, Ketua Devisi Hukum, HAM dan Advoks, Ketua GMKI Cabang Kupang, Ferdinand Umbu Tay Hambandima, Jhon Suhardi, Panit Reskrim Polda NTT, Timotius K Suban, Kasi Perlindungan dan Pemberdayaan BP3TKI NTT, Metu Selan keluarga korban, Thomas Suban Hoda, Fungsional Umum, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT.

Dalam diskusi terungkap anak anak muda jadi sasaran tipuan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), hingga 22 Juli 2019 jumlah buruh migran yang pulang dalam kondisi jenazah 65 orang. Modus modus yang ditemukan dalam TPPO, semakin canggih. Hal ini menguatkan aksioma kejahatan berlari lebih cepat dari hukum sendiri. Modus modus tersebut antara lain penipuan dokumen, nama dan umur dipalsukan, KTP dibuat di luar provinsi begitupun paspor, kelompok doa dimana kelompok doa dalam doanya mendapat penglihatan yang bersangkutan harus diberangkatkan ke luar negeri.

Selain itu, terungkap kejahatan pertama salah urus EKTP oleh negara yang menjadi latar belakang kejahatan kemanusiaan TPPO. Pemerintah telah membuat kebijakan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri, pembentukan satgas, pokja, pengadaan Balai Latihan Kerja (BLK).

Suasana Dialog Orang Muda KOMPAK dengan tema ‘Selamatkan Generasi Muda NTT’, Kamis, 25 Juli 2019 di Neo Aston Hotel Kupang

Adapun Rekomendasi Talkshow ‘Menemukan Solusi, Selamatkan Generasi Muda NTT yakni:

Pertama, Mendesak adanya Perdes (Peraturan Desa) yang mengatur orang ke luar dari desa;

Kedua, Penting menyasar juga upaya upaya pencegahan seperti literasi, edukasi dan advokasi selain upaya penanganan dan penegakkan kasus kasus TPPO.

Ketiga, Yang juga penting adalah setiap orang muda harus menjadi penerus informasi saat mengikuti kegiatan kegiatan edukasi, advokasi tentang bahaya TPPO sehingga informasi yang diperoleh tidak berhenti di orang tersebut;

Keempat, Harus ada ketegasan waktu moratorium sampai kapan dan ruang ruang moratorium harus diisi seperti persoalan ekonomi, lapangan kerja, literasi, edukasi dan advokasi;

Kelima, Sudah saatnya orang muda, mahasiswa keluar dari zona nyaman untuk menjadi agen of change;

Keenam, Bekerja di mana saja termasuk di luar negeri adalah hak asasi semua orang tetapi pulang dalam keadaan selamat juga adalah hak asasi semua orang;

Ketujuh, Mengintegrasikan data-data dari semua SKPD ke data kependudukan;

Kedelapan, Proses-proses pengurusan ketenagakerjaan terintegrasi atau interkoneski sehingga memudahkan koordinasi berbagai kebutuhan dan persoalan;

Kesembilan, Tugas gereja mengintervensi mereka yang tidak paham dan yang beresiko serta migrasi kerja, pastoral dan advokasi;

Dan Kesepuluh, Terus membuka ruang-ruang dialog kemanusiaan dan kerja kerja kemanusiaan. (*non)

Penulis (*/Anna Djukana)
Editor (+rony banase)