Krisis Air Bersih di TTS, Masyarakat Minta Pemdes Sediakan Sumur Bor

Loading

Oelet-TTS, Garda Indonesia | Pemenuhan kebutuhan air bersih saat ini menjadi prioritas utama masyarakat, terutama yang jauh dari sumber mata air. Banyak masyarakat yang harus rela membeli air minum untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu tempat yang saat ini kesusahan dalam mendapatkan air bersih berada di Desa Oelet, Kecamatan Amanuban Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Media Garda Indonesia menjumpai 2 (dua) orang Ibu yang usianya sudah diatas 40 tahun pada Rabu, 14 Agustus 2019 lalu, yang sementara berteduh dibawah pohon. Salah satu dari mereka membawa 2 (dua) buah jeriken masing-masing 5 (lima) liter dan 10 (liter) dan sebuah gayung mandi yang akan digunakan untuk mengambil air di kali (sungai kecil, red).

Ketika berbincang-bincang bersama mereka, diketahui Ibu yang membawa jeriken bernama Efrosina Lenama, warga RT 12 Desa Oelet. Efrosina, begitu sapaan akrabnya, adalah seorang janda yang ditinggalkan suaminya Set Asbanu (Alm.) sejak 2 Maret 2019 lalu.

Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, setiap harinya Efrosina mengambil air di kali, dimana mata air tersebut dibuat oleh warga dengan kedalam kurang lebih 40 cm, dan lebar yang tidak jauh berbeda. Untuk tetap menjaga agar air tidak keruh, warga mengambil air menggunakan gayung lalu disaring ke dalam jerigen.

Efrosina mengisahkan bahwa setiap hari keluarganya hanya mengambil air dua kali yaitu pagi dan sore. Lanjut Efrosina, terkadang di pagi hari dirinya tidak mendapatkan air bersih dan harus menunggu beberapa jam lagi. Walaupun jarak rumahnya dengan kali hanya sekitar 1 Km, namun itu tidak menjadi jaminan untuk bisa memperoleh air.

“Ada yang bawa mobil pikap, ada yang bawa sepeda motor. Kalau itu dong (mereka) bawa banyak jeriken besar (20 liter),” kisah Efrosina yang hidup bersama dua orang anak lelakinya.

Selain itu, menurut Efrosina untuk memperoleh air bersih bisa juga membeli pada beberapa pikap yang sehari-harinya hanya menjual air bersih dengan harga yang sedikit bervariasi.

“Kami tidak ada uang untuk beli (air bersih), jadi kalau pagi tidak dapat siang kami harus turun ke kali lagi, “ jelas perempuan yang setiap hari bekerja sebagai penjual sayur.

Lanjutnya, kegiatan mengambil air di kali tersebut tidak hanya dilakukan di musim kemarau saja, tetapi di musim hujan juga beberapa keluarga harus rela menunggu di pinggir kali untuk mendapatkan air bersih karena mata air yang mereka buat tertutup oleh arus air kali tersebut. Jelasnya, terkadang warga harus mengadu kecepatan, antara luapan air kali dan kecepatan lari dari warga jika tidak ingin terseret arus.

“Kami tunggu air turun kami buat lubang-lubang kecil untuk bisa ambil air bersih. Kadang kami tunggu sampai satu hari baru bisa ambil air, “ ungkapnya dibenarkan oleh Juliana Mone warga RT 04.

Sementara itu, Lukman Taek Ketua RT 02 Desa Oelet, yang ditemui Selasa, 20 Agustus 2019 mengatakan bahwa krisis air bersih tersebut sudah melanda kampungnya sejak bulan Juni. Selama ini, keluarganya mengambil air di kali Nonosnaen yang berjarak sekitar 2 Km, namun harus melalui jalanan di jurang untuk mencapai mata air tersebut.

“Kami cuci (pakaian) di kali. Kalau mandi biasanya hari Jumat atau Minggu kami mandi di kali karena tidak bisa mandi di rumah, “ ujar Lukman.

Mata air buatan warga di pinggir kali (sungai kecil)

Lanjut Lukman, lantaran harus menghemat air yang biasanya hanya mampu mereka ambil sebanyak 60 liter per hari, anak-anaknya tidak pernah mandi di pagi hari.

“Pergi Sekolah cuci muka saja, “ ungkap Lukman.

Pada kesempatan yang sama, Ketua BUMDes Oelet, Andi Anin, tokoh pemuda yang turut hadir dalam musyawarah tingkat desa dalam penetapan usulan anggaran tahun 2019, menyampaikan bahwa krisis air bersih dirasakan oleh semua masyarakat Desa Oelet. Persoalan tersebut menjadi prioritas yang disampaikan oleh masyarakat dalam Musyawarah Dusun (MusDus) dalam perencanaan kegiatan pembangunan di Desa.

“Kita sudah sepakat dan sudah sampaikan di Musyawarah Desa (MusDes) bahwa kita minta kerjakan 1 sumur bor di Dusun A. Dan itu sudah disetujui bersama dalam Musdes, “ jelas Anin saat ditemui di kediamannya.

Lanjut Andi, dari informasi yang mereka peroleh ternyata usulan prioritas masyarakat yaitu sumur bor tidak masuk dalam sistem keuangan desa (siskeudes) tahun 2019. Menurutnya, program sumur bor tersebut diganti dengan program pemberdayaan masyarakat dengan pengadaan ternak sapi, kambing dan ternak babi.

“Kita mau makan minum saja air susah, lalu ternak tersebut kita kasih minum, “ ujar Andi mempertanyakan kebijakan dari pemerintah Desa Oelet.

Kepala Desa Oelet, M. Nurdin Tapoin, S. Sos, yang ditemui di kediamannya membenarkan program pemberdayaan masyarakat tersebut. Menurutnya, selama ini belum semua masyarakat mendapatkan bantuan ternak, karena bantuan itu hanya dari pihak pertanian.

“Kita akan memberikan bantuan ternak sapi, kambing dan ternak babi kepada masyarakat masing-masing sebanyak 20 ekor ternak, “ jelas Tapoin.

Lanjut Tapoin, dalam musyawarah tingkat kecamatan, usulan 2 unit sumur bor tidak lolos validitas karena biaya yang dibutuhkan cukup besar, sehingga pihaknya mengalihkan ke program pemberdayaan masyarakat. Jelasnya program pemberdayaan masyarakat tersebut menelan biaya sekitar 200 juta rupiah.

“Sumur bor biayanya sangat besar. Untuk pembangunan sampai pada menaranya bisa mencapai 200 juta rupiah per sumur bor, “ beber Tapoin menjelaskan.

Untuk mengatasi kekurangan air bersih, menurut Tapoin, pemerintah Desa Oelet sudah memiliki sebuah dump truck yang bisa digunakan untuk mengambil air bagi ternak yang akan diberikan kepada masyarakat dan juga air bersih untuk kebutuhan masyarakat.

“Kita ada mobil dump truck, masyarakat siapkan uang bensin untuk angkut sendiri air dikali, “ tutur Tapoin.

Plt. Camat Amanuban Timur, Johanes Nuban, S. Ip, yang dikonfirmasi via telepon mengatakan bahwa, kegiatan tersebut menggunakan Dana Desa sehingga harus atas kesepakatan masyarakat. Selain itu, dirinya juga menyebutkan bahwa semua kegiatan bisa dilakukan karena dananya sudah tersedia.

“Kami dari pihak kecamatan tidak bisa membatalkan. Kami hanya mengontrol usulan dari masyarakat dan kerja yang akan dilakukan, “ tutup Nuban. (*)

Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase)