‘Indoor Farming’, Apakah Tepat Untuk Dipraktekkan di Indonesia?

Loading

Penulis : Raka Andika Cahyo Putra

Jakarta, Garda Indonesia | Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah di seluruh wilayah negeri. Namun sayangnya, kita sebagai warga Indonesia masih banyak yang menggunakan hasil impor.

Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dalam pengolahan sumber daya alam serta kurangnya sumber daya manusia yang kompeten. Dengan sumber daya alam yang melimpah, masyarakat Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan potensi tersebut sebagai ladang ekonomi yang menjanjikan.

Namun, hingga saat ini masyarakat Indonesia hanya bergantung dari sektor pertanian yang cenderung konvensional.

Ya, salah satu permasalahan yang belum teratasi sampai saat ini adalah pertanian di Indonesia. Pertanian merupakan sektor yang sangat krusial saat ini. Bahkan, Indonesia dijuluki sebagai negara agraris dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Akan tetapi, masih banyak orang yang menganggap bahwa petani itu identik dengan lahan yang kotor dan berlumpur sehingga petani dianggap sebagai profesi yang tidak potensial dan menguntungkan.

Oleh sebab itu, masih banyak sifat apatis terhadap pertanian di Indonesia. Padahal jika tanpa petani, dari mana masyarakat bisa mendapatkan bahan makanan dan bertahan hidup?

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi salah satu dari tiga sektor teratas dalam hal kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2019 dengan kontribusi sebesar 12,65%, lalu ada sektor industri dengan kontribusi sebesar 20,07%, serta sektor perdagangan 12,20%.

Untuk komoditas padi saja, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat produksi padi 2014 mencapai 70,8 ton gabah kering giling (GKG). Angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2015 meningkat menjadi 75,4 ton, 2016 (79,35 ton) 2017 (81,14 ton), dan pada 2018 naik lagi menjadi 83,04 ton GKG.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, pertanian di Indonesia banyak menemui kendala contohnya dalam hal modal, lahan yang sulit, serta masih memakai teknologi konvensional yang menyebabkan lamanya jangka waktu pengolahan dan hasil yang kurang memadai.

Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan dari pemerintah untuk dapat segera mengatasi permasalahan yang terjadi diantaranya dengan memberikan penyuluhan yang intensif terhadap petani-petani di Indonesia.

Cara lain untuk dapat mengatasi pertanian di Indonesia adalah dengan menciptakan “Pertanian Modern”. Pertanian modern merupakan teknologi atau inovasi di bidang pertanian yang lebih maju dari segi mesin, pengendalian hama penyakit hingga panen dan pasca panen. Hal yang membedakan pertanian modern dengan pertanian konvensional adalah perlakuan dan cara perawatan dalam proses budidayanya.

Pertanian modern ini bukan lagi yang dimaksudkan dengan petani yang mempunyai sawah dan lahan yang berlumpur, melainkan menjadi petani masa kini yang mempunyai teknologi baru dan penciptaan hasil pertanian dalam bentuk baru. Menjadi petani modern tidak harus dilakukan dalam kelompok yang besar melainkan dapat dilakukan secara individual.

Indoor farming merupakan salah satu bentuk pertanian modern secara vertikal yang dapat dilakukan pengusaha di Indonesia. Cara yang dapat dilakukan dalam upaya indoor farming adalah tanaman hidroponik (di atas air), aquaponic (di atas kolam ikan), serta aeroponic (di udara).

Indoor farming dapat dilakukan di dalam ruangan dan juga di luar ruangan tanpa harus menggunakan lahan yang luas dan berlumpur. Indoor farming menggunakan teknik controlled-environment agricultural (CEA), yakni mulai dari suhu, kelembaban, dan cahaya harus dikontrol dengan ketat.

Perubahan iklim serta hujan terus menerus bukanlah suatu ancaman yang akan mempengaruhi indoor farming, sehingga tidak akan ada gagal panen. Produk yang dihasilkan indoor farming tidak kalah dengan pertanian biasa, namun di Indonesia belum banyak yang menjadi industri besar meski sudah banyak yang mencoba indoor farm.

Teknik indoor farming ini banyak memiliki keunggulan antara lain dapat meningkatkan produktivitas, menghasilkan sumber makanan yang sehat dan bebas hama, bahkan dapat mengurangi biaya dalam hal transportasi dan bahan bakar.

Selain itu, dengan semakin terbatasnya lahan di Indonesia, petani tidak perlu lagi khawatir karena indoor farming bisa dilakukan di berbagai tempat misalnya di gedung yang tinggi, di atap rumah, di basement, truk kontainer, dan masih banyak lagi. Namun disamping keunggulan yang dimiliki, indoor farming juga memiliki beberapa kelemahan yaitu biaya untuk menjalankan sistem ini sangatlah mahal karena menggunakan teknologi yang canggih, software, dan hardware.

Untuk perawatannya pun dibutuhkan kontrol tingkat tinggi, serta teknik ini juga dianggap menghasilkan CO2 yang lebih banyak dibandingkan dengan pertanian sawah sehingga masih memunculkan perdebatan antara pihak yang pro dan kontra. (*)

(*/Penulis merupakan Mahasiswa Politeknik Statistika STIS Jakarta)
Editor (+rony banase) Foto : Istimewa