PRB 2019 : Keluarga Tangguh Bencana, Pilar Pengurangan Risiko Bencana

Loading

Pangkal Pinang, Garda Indonesia | Keluarga Tangguh Bencana (Katana) merupakan mikrokosmos dari penanggulangan bencana. Dalam konteks bencana, keluarga menjadi fokus inti. Diharapkan dalam upaya peningkatan ketangguhan bencana dan ketahanan terhadap bencana, konsepsi katana menjadi penting yang dapat dikembangkan dan diterapkan secara terus menerus.

Konsepsi Katana dibahas dalam peringatan bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2019 di Pangkal Pinang, Bangka pada Jumat, 11 Oktober 2019; salah satu pembahasannya dalam Technical Event #12 adalah tentang Keluarga Tangguh Bencana (Katana).

Kasubdit Peran Lembaga Usaha BNPB Firza Ghozalba mengatakan bahwa Katana bagian dari Destana dan akan diimplementasikan di tahun 2020. Sasaran prioritas adalah masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana berdasarkan daftar di buku katalog bencana.

“Keluarga ditingkatkan keselamatan, ketangguhannya dalam menghadapi kemungkinan atau potensi bencana. Akar permasalahan di lapangan yang ditemukan adalah kapasitas terkait pemahaman dan kesiapsiagaan menghadapi bencana yang masih perlu ditingkatkan. Jika masalah-masalah tersebut teratasi, korban menjadi kecil,” jelas Firza Ghozalba.

Lanjutnya, Kunci Katana adalah adanya partnership/kemitraan lintas sektor. Katana bukan milik BNPB tetapi program bersama baik di pemerintahan maupun pemangku kepentingan lainnya.

Selanjutnya Firza Ghozalba menyampaikan bahwa terdapat 3 (tiga) tahapan dalam Katana yakni :

Pertama, Sadar risiko bencana mengetahui dan sadar akan risiko bencana dilingkungannya;

Kedua, Pengetahuan : mengetahui dan memperkuat struktur bangunan paham manajemen bencana, edukasi bencana;

Ketiga, Berdaya : mampu menyelamatkan diri sendiri keluarga dan tetangga. Diselaraskan dengan hari kesiapsiagaan setiap 26 April. Evakuasi mandiri di tingkat keluarga dilakukan siang dan malam hari. Karena bencana sering terjadi pada siang dan malam hari.

Sementara itu, Save the children mengulas mengenai Google untuk Komunitas di mana disampaikan temuan scooping di Kab. Bandung Barat, Bandung dan Tasikmalaya terkait dengan kesiapsiagaan bencana gempa dan tsunami yang berfokus pada anak dan kelompok rentan.

“Rekomendasi dari proyek ini adalah peningkatan koordinasi, pemanfaatan seluruh media dan platfrom e-learning untuk belajar dan meningkatkan kapasitas dan partisipasi. Di Save the Children ada e-learning terkait Education in Emergency; keterjangkauan kelompok rentan dengan media yang aksesibilitas teknologi itu jangan sampai menjadi bencana. Jika teknologi tidak bisa dijadikan basis, maka perlu untuk menggunakan platform yang lain,” terang Budi Utama dari Save the Children.

Tambah Budi, Selain itu, Tingginya potensi ancaman dan jumlah masyarakat yang terpapar risiko bencana menyebabkan perlunya meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat secara terus menerus sehingga masyarakat di seluruh Indonesia dapat mengetahui bagaimana harus merespon dalam menghadapi situasi kedaruratan bencana.

Sementara itu, Penasehat museum gempa, Prof. Sarwidi mengingatkan bahwa jangan membiarkan ancaman menjadi bencana.

Menurutnya, Penggunaan pedoman struktur aman gempa dalam membangun bangunan juga sangat penting. “Pembangunan rumah tahan gempa yang di Indonesia ada Risha, Barrataga, Simutaga dan Barralaga. Bangunan bisa dibuat tahan gempa. Setelah itu dilakukan pengendalian dalam penerapannya,” beber Prof. Sarwidi.

Prof Sarwidi juga mengingatkan bahwa Keluarga memiliki peran penting dalam pengurangan risiko bencana karena keluarga adalah struktur masyarakat terkecil pertama yang memberikan sosialisasi kepada setiap anggotanya. Keluarga dapat memberikan sosialisasi pendidikan bencana sejak dini terutama kepada anak-anak dan remaja.

Tiga poin penting yang menjadi usulan program Keluarga Tangguh Bencana (Katana), yaitu:

  1. Katana dapat menjadi sokoguru ketangguhan komunitas dan keluarga terhadap risiko bencana;
  2. Katana menggunakan informasi berbasis teknologi untuk memperkuat upaya-upaya ketahanan keluarga dan lingkungan dan ujungnya pada ketahanan bangsa;
  3. Katana harus melibatkan kelompok rentan, anak-anak, ibu hamil, lansia dan perempuan, harus dimulai dari keluarga untuk ketangguhan dalam menghadapi bencana. (*)

Sumber berita (*/Agus Wibowo–Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB)
Editor (+rony banase)