Keluarga & Masyarakat Kunci Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan kemanusiaan yang akar penyebab masalahnya sangat kompleks, beragam, dengan modus yang terus berkembang.

Hal tersebut disampaikan oleh Vennetia R. Danes, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (GT PP-TPPO) tahun 2019 yang berlangsung pada Selasa, 15 Oktober 2019 bertempat di Hotel Aston Kupang.

Menurut Vennetia, kasus perdagangan orang bukan hanya sekadar kejahatan kemanusiaan namun merupakan tindakan kriminal luar biasa yang melibatkan sindikat, lantaran banyak korban Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan dengan kondisi tubuh penuh jahitan.

Guna memberantas TPPO yang terjadi di Indonesia, terutama NTT sebagai salah satu provinsi penyumbang PMI ilegal terbanyak, diperlukan sinergitas dari seluruh pihak terkait, terutama keluarga dan masyarakat.

“Dalam upaya memberantas TPPO dari hulu sampai ke hilir di Indonesia, diperlukan sinergi dan harmonisasi dari seluruh pihak terkait, mulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan, dunia usaha, lembaga masyarakat dan pemerintah di tingkat desa, kabupaten/kota, provinsi dan pusat,” jelas Vennetia.

Dirinya mengatakan bahwa pihaknya sudah memiliki beberapa program utama dalam memberantas TPPO diantaranya Community Watch (CW) merupakan model pencegahan TPPO ditingkat akar rumput yang melibatkan partisipasi masyarakat termasuk tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala desa/lurah, PKK, Karang Taruna, LSM, pendidik dan pelajar.

“Tetangga memperhatikan tetangga. Peran keluarga, masyarakat sebagai siskamling. Dari Pusat Jakarta itu jauh sekali, yang paling tahu itu masyarakat di desa atau kelurahan,” ujarnya.

Yang kedua adalah Bina Keluarga Tenaga Kerja Indonesia (BKTKI) yang bertujuan memberikan bimbingan bagi keluarga para Pekerja Migran Indonesia.

“Anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya menjadi PMI biasanya tinggal bersama kakek dan neneknya, sehingga terkadang mereka nakal karena kakek atau nenek yang mengasuh sudah tua dan kurang memberikan bimbingan. Mereka terkadang dimanja, kadang juga kesehatan mereka tidak diperhatikan. BKTKI membantu mereka untuk mendapatkan hak-hak mereka,” jelasnya.

Salah satu hal lainnya yang dilakukan adalah dengan menyiapkan para Pekerja Migran Indonesia dengan memberikan berbagai pemahaman, maupun melatih mereka dalam meningkatkan keahlian mereka agar mereka dapat bekerja dengan baik.

Sementara itu, Deputi Bidang Pemenuhan Hal dan Perlindungan Perempuan, Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ghafur Dharmaputra mengatakan bahwa usaha penanganan TPPO memerlukan strategi yang terstruktur, terukur dan saling bersinergi antar sektor.

Lanjutnya, ada beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan, yakni penguatan kelembagaan, penguatan sistem, penegakan hukum, koordinasi dan kerja sama lintas sektor. Peran pemerintah daerah dan masyarakat dalam memberikan informasi awal kepada penegak hukum terkait indikasi terjadinya TPPO juga menjadi kunci utama dalam memerangi tindakan kejahatan secara umum.

“Walaupun sudah banyak kebijakan dihasilkan, namun implementasinya masih menjadi tantangan dalam pencegahan TPPO, pemberian perlindungan bagi korban, dan penegakan hukum bagi pelaku TPPO. Dari sisi pemerintah, tantangan yang dihadapi adalah masih kurang dan beragamnya pemahaman para pemangku kepentingan tentang kebijakan yang ada belum meratanya kapasitas dan kapabilitas para pemangku kepentingan di daerah,” jelas Ghafur.

Untuk meningkatkan pencegahan dan penanganan TPPO, Vennetia menjelaskan bahwa Kementrian PPPA juga telah menyediakan layanan Sistem Informasi Online (Simfoni), yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk menyampaikan berbagai persoalan terkait TPPO di daerahnya masing-masing.

“Untuk sementara Simfoni masih berupa pengaduan terhadap kekerasan yang dialami oleh perempuan, kedepan kita akan usahakan untuk Simfoni dapat merangkum berbagai laporan terkait TPPO yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat,” pungkasnya. (*)

Penulis (*/Joe Tkikhau)
Editor (+rony banase)