Menko Perekonomian Airlangga Bicara Ekonomi Indonesia

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Ada 3 (tiga) hal yang menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu pasar domestik, investasi, dan kebijakan fiskal. Selain itu, Pemerintah akan menjaga daya beli masyarakat dan mengembangkan lapangan pekerjaan baru.

“Kemudian juga ada program-program yang diharapkan bisa memberikan debottlenecking terhadap perekonomian nasional. Mulai dari logistik, perizinan, sampai tahap operasionalisasi pada iklim berusaha di Indonesia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada Rabu, 30 Oktober 2019.

Defisit neraca perdagangan juga menjadi perhatian Pemerintah. Menurutnya, salah satu penyebab terbesar dari defisit tersebut adalah ketergantungan terhadap impor sektor migas.

“Pemerintah akan mendorong pengurangan impor migas dengan merevitalisasi PT Tuban Petrochemical Industries (PT TPI). Kedua, dengan program biodiesel yang saat ini B20, tentu kita bisa tingkatkan menjadi B30 atau bahkan B100 pada waktunya nanti,” sambungnya.

Selain terus mendorong pembangunan infrastruktur fisik, Pemerintah juga akan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan vokasi dan pendekatan dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI).

“Ini ada 3 layer. Pertama, dalam bentuk pelatihan keterampilan jangka pendek melalui balai-balai. Kedua, revitalisasi SMK dan link and match dengan DUDI. Ketiga, melalui politeknik,” terang Airlangga.

Program-program tersebut, lanjutnya, sudah difasilitasi dengan super deduction tax yang dirancang untuk mendorong dunia korporasi agar ikut serta dalam upaya peningkatan SDM.

Menko Airlangga pun menggarisbawahi persoalan perizinan. Setelah sebelumnya Pemerintah membuat sistem Online Single Submission (OSS) untuk memudahkan izin usaha, saat ini Pemerintah tengah menyiapkan omnibus law.

“Jadi ekosistem perizinan akan lebih disederhanakan lagi sehingga akan memudahkan para investor untuk berinvestasi di Indonesia,” tuturnya.

Sementara mengenai perang dagang dan situasi ekonomi global, Menko Airlangga mengatakan kita perlu melihatnya sebagai sebuah peluang.

“Ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia karena tentunya dari segi perdagangan pembeli akan melihat dari sumber-sumber lain seperti Indonesia. Terlebih kalau kita bicara komoditas seperti tekstil, clothing garment, elektronik, otomotif, furniture, jewelry dan lain-lain itu komoditas-komoditas yang bisa kita kembangkan, bisa kita genjot untuk ekspornya dinaikkan,” tegas Airlangga.

Apalagi sebetulnya Indonesia tidak terkena dampak langsung dari perang dagang tersebut. “Perang dagang China-Amerika itu dampaknya tidak terlalu langsung terhadap Indonesia. Dampak ke kita itu sifatnya secondary, yaitu lebih ke bagaimana investor itu berhati-hati dengan situasi ekonomi yang penuh tantangan termasuk perang dagang ini,” katanya.

Sebagai negara besar, Indonesia mempunyai tantangan tersendiri untuk pembangunan berkelanjutan. “Tentu kemudahan itu akan kita sediakan, tapi kita juga tidak akan menghilangkan faktor kehati-hatian dan keberlanjutan dari pembangunan di Indonesia,” jelas Airlangga.

Salah satu kemudahan itu terkait dengan relokasi. Relokasi perlu dimudahkan untuk barang modal dan nantinya juga bahan baku untuk produk-produk manufaktur. “Ini diharapkan bisa mengisi rantai pasokan industri di dalam negeri maupun menjadi rantai pasokan dari global supply chain”, pungkas Menko Airlangga. (*)

Sumber berita (*/Tim IMO Indonesia)
Editor (+rony banase)