Bukan Besarnya Bencana tetapi Seberapa Siapkah Kamu?

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Bencana adalah Peristiwa yang berulang, namun kita tidak pernah tahu kapan waktu akan terjadinya bencana. Besar kecilnya bencana relatif terjadi, namun seberapa siapkah kita menghadapi bencana?

Salah satu faktor penyebab banjir di Jabodetabek adalah curah hujan. Seberapa besar curah hujan tahun baru 2020 di Jakarta?

Berikut adalah informasi curah hujan yang disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan memicu terjadinya banjir di Jakarta dan sekitarnya. Bahkan curah hujan kali ini merupakan tertinggi dibanding lebih dari 1,5 abad lalu, berikut sejarahnya:

  • 1866: Curah hujan 185,1 mm/hari;
  • 1918: Curah hujan 125,2 mm/hari;
  • 1979: Curah hujan 198 mm/hari;
  • 1996: Curah hujan 216 mm/hari;
  • 2002: Curah hujan 168 mm/hari;
  • 2007: Curah hujan 340 mm/hari;
  • 2008: Curah hujan 250 mm/hari;
  • 2013: Curah hujan >100 mm/hari;
  • 2015: Curah hujan 277 mm/hari;
  •  2016: Curah hujan 100-150 mm/hari;
  • 2020: Curah hujan 377 mm/hari.

Sejarah Pintu Air Manggarai telah memberi peringatan kepada kita semua, bahwa banjir besar di Jakarta sudah terjadi bahkan sejak tahun 1.600-an. Pintu Air Manggarai adalah saksi bisu bencana banjir Jakarta, sejak dahulu kala.

Pintu air ini adalah pemegang kendali luapan air di Ibukota terdiri dari dua bangunan pintu air, yaitu Pintu Air Ciliwung Lama dan Pintu Air Banjir Kanal Barat (BKB). Pintu ini dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda, dalam hal ini Department Waterstaat dari tahun 1920—1922. Pintu air dibangun dua tahun setelah banjir besar yang melanda Batavia tahun 1918.

Alhasil, dalam banjir-banjir besar berikutnya yang antara lain terjadi tahun 1930, 1942, 1976 hingga 1 Januari 2020, perannya tetap vital. Tak pelak, ia telah menjadi situs bersejarah. Lalu apa yang harus kita lakukan? Seberapa siapkah kita menghadapi bencana?

Langkah-langkah yang dapat masyarakat lakukan :

  1. Rencana Antisipasi Bencana Catat Nomor Telepon Penting dan bentuk WA grup warga;
  2. Siapkan perbekalan untuk 3 hari (Tas Siaga Bencana);
  3. Amankan Dokumen Penting dan Barang Berharga;
  4. Bentuk Komunitas Tangguh Bencana untuk Kerja Bakti, Tentukan Jalur Evakuasi, Tentukan Tempat Pengungsian, dan Siskamling;
  5. Laporkan ke Kelurahan/Kecamatan/BPBD jika ada kerusakan atau tanggul bocor.

Langkah-Langkah yang harus pemerintah daerah dan BPBD lakukan:

  1. Rakor antisipasi bencana dan rencana operasi;
  2. Jika Perlu Tentukan status keadaan darurat;
  3. Bentuk Satgas Antisipasi Bencana;
  4. Siapkan posko, pos pengungsian, Logistik dan Peralatan;
  5. Lakukan Apel Siaga, Latihan & Simulasi;
  6. Bentuk call center dan kordinasi dengan instansi terkait;
  7. Lakukan pemantauan bencana 24/7 serta penguatan peringatan dini;
  8. Sosialisasikan antisipasi bencana ke masyarakat;
  9. Selalu waspada, Siap untuk Selamat.

Bencana adalah urusan bersama dan merupakan peristiwa yang berulang. Potensi Bencana besar pasti akan terjadi namun kita tidak pernah tahu kapan waktu akan terjadinya.

Semua pihak harus terlibat dalam upaya menyelamatkan nyawa manusia dari bencana. Berdasarkan survey, 35% yang mampu menyelamatkan diri adalah kapasitas dirinya yang paham apa yang harus dilakukan saat bencana. Lengkapi pemahaman bencanamu dengan baca buku saku siaga bencana di  https://bnpb.go.id//uploads/24/6-buku-saku-cetakan-4-2019.pdf

Jadi bukan seberapa besar bencana, tetapi seberapa siap kita untuk selamat agar menjadi budaya sadar bencana. Salam Tangguh! (*)

Sumber berita (*/Agus Wibowo–Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan)
Editor (+rony banase)