Bedah Buku ‘Kuasa Media di Indonesia’, Media & Warganet Tangkal Isu Intoleransi

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Komunitas Peacemaker Kupang (KOMPAK) menghelat Diskusi dan Bedah Buku ‘Kuasa Media di Indonesia—Kaum Oligarki, Warga, dan Revolusi Digital’ karya Ross Tapsel pada Sabtu, 22 Februari 2020 pukul 09.00—selesai di Luy Pung Cafe areal Ruko Friendship.

Menghadirkan 5 (lima) pemantik diskusi yakni Anna Djukana dari Aliansi Jurnalis Independen, Beverly Rambu dari media Victory News, Pengelola Portal Berita Daring Garda Indonesia, Rony Banase yang mewakili Ikatan Media Online Indonesia (IMO-Indonesia) DPW Provinsi NTT, Novermy Leo dari media Pos Kupang dan Jurnalis detik indonesia, Yoseph Mbete Wangge yang mewakili Organisasi Jurnalis Muda NTT.

Turut hadir dalam Diskusi dan Bedah Buku, Ketua DPRD Provinsi NTT Emi Nomleni, Aktivis Perempuan untuk Kemanusiaan, Pdt.Emy Sahertian; Ketua Majelis Agama Buddha Theravada (Megbudhi) Provinsi NTT, Indra Effendy; dan perwakilan organisasi mahasiswa lintas agama.

Suasana Diskusi dan Bedah Buku “Kuasa Media di Indonesia’ karya Ross Tapsell di Luy Pung Cafe

Hasil bedah buku menunjukkan dua sisi antara Kaum Oligarki dan Warganet dimana Oligarki mengontrol ranah media media arus utama (mainstream) dan mendorong struktur kekuasaan elite terpusat di sektor politik dan media, sedangkan Warganet menggunakan media digital untuk membangun basis komunitas warga dengan tujuan aktivitas dan pembebasan yang dapat digunakan untuk menantang struktur kekuasaan elite melalui penggunaan media digital efektif.

Dari dua kelompok ini (Oligarki dan Warganet) akan memiliki intervensi dan dampak dengan tendensi luas dan jauh ke dalam politik dan budaya Indonesia ke depan. Kondisi ini, menurut Koordinator KOMPAK, Zarniel Woleka, media dapat digunakan sebagai alat pendidikan dan kampanye toleransi, gender, disabilitas, lingkungan inklusi yang adil bagi masyarakat Indonesia.

Dalam sesi diskusi, Zarniel berharap agar didorong sebuah Gerakan Toleransi Warganet (nitizen) karena 70 persen populasi daring (online) berada di bawah usia 35 tahun (Generasi Milenial atau Generasi Y) dan sekitar 71,6 persen penduduk Indonesia mengonsumsi berita melalui media sosial.

“Dengan adanya Gerakan Toleransi Warganet, dapat dilakukan pemahaman akan pentingnya isu keberagaman dan dapat mengedukasi nitizen tentang pentingnya kampanye toleransi, gender, disabilitas, lingkungan inklusi yang adil,” harap Zarniel.

Menyikapi kondisi di atas, Ketua IMO Indonesia Wilayah NTT, Rony Banase menyampaikan perlunya edukasi berupa Literasi Media Digital bagi Warganet untuk menggunakan internet secara positif dan sehat. “Diperlukan pembekalan bagi Warganet yang berada pada usia rentan dan dapat dipengaruhi dengan memberikan edukasi berupa Literasi Media Digital,” imbuh Rony Banase.

Menurut Rony, Sejalan dengan Visi Organisasi IMO Indonesia yang telah mengokohkan prinsip untuk tidak menyebarkan informasi yang bersifat hoaks, ujaran kebencian dan SARA Provokatif, maka merupakan kerja bersama untuk mengedukasi warganet yang merupakan citizen journalism (jurnalis warga).

“Karena warganet membentuk basis komunitas di era digital seperti grup facebook, grup whatsapp, dalam bentuk media jurnalis warga lainya, kita dapat melakukan panetrasi dan memberikan atensi berupa pemahaman akan keberagaman dan penyadaran akan isu Intoleransi,” imbuh Rony Banase sembari menyampaikan bahwa IMO NTT konsisten dan kontinu menyuarakan prinsip dasar kerja organisasi IMO-Indonesia.

Senada, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen Anna Djukana, mengatakan masih banyak media yang tidak mendukung isu keberagaman dan gender bahkan banyak yang mengeksplorasi perempuan “Media tidak mendukung keberagaman dan isu – isu gender, banyak mengeksploitasi perempuan.” ungkap Anna.

Begitu pula dikatakan oleh perwakilan Pos Kupang, Novermy Leo menyatakan bahwa banyak media saat ini memilih pemberitaan dengan rating tinggi untuk kepentingan bisnis, dan mengesampingkan pesan pesan edukasi bagi masyarakat.
“Media hari ini memilih pemberitaan – pemberitaan dengan rating tinggi untuk tujuan bisnis. Sebenarnya kita bisa menyisipkan pesan – pesan dan edukasi bagi masyarakat melalui berita – berita dengan rating tinggi.” ujar Novermy Leo.

Perwakilan Victory News Beverly Rambu, menegaskan bahwa masyarakat sebagai kekuatan media, harus memiliki kecerdasan yang bijak untuk mengikuti perkembangan zaman dan dapat memanfaatkan platform digital untuk menyuarakan pendapat, fakta, peristiwa dengan bijak, tanpa harus disebarkan dengan sistem hoaks dan memprovokasi.

“Dalam berpendapat perlu diperjuangkan nilai-nilai positif yang berguna dan penuh tanggung jawab. “Berpendapatlah dan perjuangkan nilai-nilai positif yang berguna melalui berbagai platform digital dan media sosial dengan penuh tanggung jawab moral serta beretika sehingga benar-benar menjadi kekuatan bangsa yang membanggakan dan membawa perubahan signifikan bagi Indonesia.” ungkapnya.

Ketua II Jurnalis Muda NTT, Yoseph Mbete Wangge menyampaikan perlu ada kecerdasan dalam menyiapkan strategi berkampanye di media sosial, sehingga hasil ke depan dapat dihitung dengan baik serta memiliki nilai yang positif. “Cerdas menyiapkan strategi kampanye medsos misalnya, konsolidasi wacana merupakan salah satu solusi karena untuk menjadikan sebuah isu terakumulasi algoritma dan menjadi tranding, ”pungkasnya.

Penulis dan editor (+rony banase)