Korban Penganiayaan Bengkulu Hadiri Sidang Novel Baswedan

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Para korban penganiayaan dan penembakan yang dilakukan oleh Novel Baswedan di Bengkulu; hadir dalam sidang Novel Baswedan, atas persetujuan pembacaan tanggapan (replik) dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penyiraman air keras, dengan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Para korban dalam kasus penganiayaan dan penembakan yang hadir dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Gajah Mada, Jakarta adalah Irwansyah Siregar, Dedi Muryadi, Dony Yefrizal Siregar, dan M Rusli Alimsyah. Mereka sengaja menghadiri sidang untuk bertemu dengan Novel yang juga mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu tersebut. Sebab, berkas kasus yang menimpa mereka telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu, belum sampai sidangnya belum selesai.

“Kedatangan saya kesini untuk mencari keadilan dan sekalian melihat aksi dan reaksi seorang Novel Baswedan,” kata Irwansyah Siregar kepada para petugas di PN Jakarta Utara, pada Senin, 22 Juni 2020.

Ditekankan Irwansyah, dengan jalannya sidang penyiraman air keras, hak Novel Baswedan sebagai warga negara Indonesia yang menjadi korban telah terpenuhi. Namun, hal itu berbeda dengan yang dialami mereka tentang penganiayaan dan penembakan yang terjadi pada tahun 2004.

“Dia (Novel) kan sebagai warga negara Indonesia sudah terpenuhi haknya kan, dia kan sebagai korban. Sementara kami belum, kami kan korban oleh Novel Baswedan. Kami sudah mengumpulkan (melakukan upaya) hukum, sudah meminta Praperadilan menang, sementara itu belum disidangkan,”sesalnya.

Padahal, lanjut Irwansyah, semua warga negara Indonesia bersinggungan dengan kedudukan hukum di negara hukum atau negara. “Itu yang kami kejar terus sekarang,” pungkasnya.

Berkas perkara Novel Baswedan sebenarnya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Bengkulu pada 29 Januari 2016 lalu. Selanjutnya pada 2 Februari 2016, JPU menarik kembali surat persetujuan dengan alasan mau menyempurnakan dakwaan.

Namun setelah ditarik, pada 22 Februari 2016 lalu Kejaksaan Agung tiba-tiba mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dengan Nomor B-03 / N.7.10 / Ep.1 / 02/2016. Surat itu ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu. Kejaksaan berdalih, novel Novel Baswedan tidak cukup bukti dan sudah kadaluwarsa.

Tak terima, pihak korban kemudian menggugat SKPP Kejaksaan Negeri Bengkulu ke Pengadilan Negeri Bengkulu melalui Praperadilan. Alhasil, Hakim Tunggal Suparman dalam putusannya kompilasi menyatakan SKPP Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu terhadap Novel Baswedan tidak sah.

Dalam putusannya, hakim juga meminta untuk mengajukan permohonan perkara Novel Baswedan ke Pengadilan Negeri Bengkulu dan melanjutkan penuntutan perkara tersebut dalam pelaksanaan persidangan.

Diduga penganiayaan dan penembakan dilakukan Novel saat terjadi pencurian burung walet. Para pelaku pencurian yakni Irwansyah Siregar, M Rusliansyah, Dedy Nuryadi, Doni Y Siregar, Rizal Sinurat, serta Yulian Yohanes.

Salah satu pelaku pencurian ditembak di bagian kaki dan diakuinya telah melakukan tindakan pencurian. Sementara itu, salah satu rekannya yang bernama Yulian Yohanes dinyatakan telah meninggal dunia, usai tertembak.(*)

Sumber berita dan foto (*/Garda NKRI Fikri)
Editor (+rony banase)