Anggota P2TP2A Lampung Timur Lakukan Kekerasan Seksual, Menteri PPPA: Pecat & Tindak Tegas

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga meminta Bupati Lampung Timur untuk segera menon-aktifkan anggota P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Lampung Timur, DA, yang diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak korban kekerasan seksual, NF yang tengah didampinginya.

Menteri Bintang juga meminta pihak aparat kepolisian setempat untuk mengusut tuntas dan menindak tegas pelaku sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Kami meminta aparat kepolisian setempat untuk mengusut kasus ini hingga tuntas dan Aparat Penegak Hukum (APH) tidak segan-segan memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pelaku bisa dijerat dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 (Perppu Kebiri),” tegas Menteri Bintang pada Senin, 6 Juli 2020.

Dengan tegas Menteri Bintang juga mengatakan berkenaan dengan kasus tersebut, maka DA selaku anggota P2TP2A Lampung Timur, memenuhi unsur untuk diberikan pemberatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU Perlindungan Anak karena seharusnya melindungi anak tetapi melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Namun demikian penjatuhan pidana sepenuhnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum, khususnya hakim.

Pasal 81 ayat (3) sampai dengan Pasal 81 ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, menyatakan bahwa jika pelaku merupakan aparat yang menangani perlindungan anak maka ancaman pidananya diperberat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun, bahkan sampai dengan dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

“Saya sangat menyesalkan indikasi kasus kekerasan seksual ini bisa terjadi dan dilakukan oleh terlapor yang merupakan anggota lembaga masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat dan juga sebagai mitra pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Institusi ini juga dipercaya sebagai rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan seksual. Terlapor sendiri bukan seorang ASN (Aparatur Sipil Negara) seperti yang dikabarkan oleh media massa,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengungkapkan guna menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Dinas PPPA Provinsi Lampung sudah terjun langsung ke lokasi kejadian dan menemui keluarga korban untuk mendapatkan informasi akurat dari berbagai pihak.

Sambil menunggu hasil penyelidikan intensif aparat kepolisian, Menteri Bintang meminta kepada Pemerintah Daerah, Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, dan Dinas PPPA Lampung Timur untuk mengambil langkah-langkah penanganan, mulai dari proses perlindungan terhadap anak korban, pemeriksaan kesehatan, pendampingan psikologis hingga mengawal proses hukumnya dan mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak.

Melihat semakin maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak, Menteri Bintang berharap DPR RI dapat memasukkan kembali Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 dan segera mengesahkan payung hukum yang dapat melindungi perempuan dan anak.(*)

Sumber berita dan foto (*/Publikasi dan Media Kementerian PPPA)
Editor (+rony banase)