Selisik Makna Relief Monumen dan Kiprah Sobe Sonbai III

Loading

Natun Lulut Ma Lekat Uis Nenoabiten Fatu Bian Ma Haube
Bian..Sin Lekat Ma Sin Lulut.. Talantia Anbi Neno Le,i Hit Ta Ekum Ta
Tef Natuin Sa Le An Fani Nu,u Mese Neu Le Sufa Ka,Uf An Bi Pahbi
Timo…
Takaf Natonon An Bi Pah Ma Nifu Bi Timo An Fani Takaf

Maknanya..
“Seperti telah ditetapkan dan dirujukkan pada awal mulanya, seizin leluhur, maka hari ini anak, cucu dari matahari terbit sampai matahari terbenam; kita dipertemukan di tempat ini untuk menggenapi dan melaksanakan semua cerita-cerita nubuat bagi anak, cucu di Tanah Timor. Tanda alam telah dinyatakan kepada kita semua anak, cucu dan generasi penerus.” (Diterjemahkan oleh Rudolof Isu–UPG 1945 NTT)

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Monumen Sonbai didirikan pada 1974 dan diresmikan pada 31 Juli 1976; sebagai peringatan bahwa penjajah telah berhasil dikalahkan dan dipulangkan dari Tanah Timor. Monumen ini menjadi destinasi yang ada di jantung Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Baca juga : http://gardaindonesia.id/2020/08/22/pusara-sobe-sonbai-iii-ditemukan-vbl-dukung-jadi-destinasi-budaya/

Relief-relief pada dinding Monumen Sonbai mengisahkan penjajahan kolonialisme dan perjuangan rakyat Timor melawan penjajah. Terdapat gambar rantai yang terputus mengandung makna perjuangan meraih kemerdekaan dari tangan penjajah.

Seorang Raja menunggang kuda mencerminkan Jiwa kesatriaan, patriotisme, yang memiliki cinta dan kasih sayang terhadap rakyat Timor, menyingsingkan lengan baju tanpa pamrih untuk membela dan mempertahankan hak-hak rakyatnya yang di rampas oleh bangsa penjajah.

Siapakah Sang Raja pahlawan berkuda itu ?Dia adalah Sobe Sonbai llI..Putra kelahiran Bikauniki sekitar tahun 1882, Ayahnya bernama Baob Sonbai dan Ibunya NN.. dia adalah Kaisar Kerajaan Oenam. Orang mengenalnya sebagai Raja hingga akhir hayatnya, Dia adalah pejuang yang konsisten menolak kolonialisme dalam bentuk apa pun, lebih tegas lagi menolak untuk berunding, tidak pernah sekalipun menandatangani perjanjian takluk kepada Belanda sehingga dengan tegas menolak bekerja sama dengan kolonialisme.

Demikian penuturan cucu ketiga puluh Sobe Sonbai III, Dr. Sulastri Banufinit tentang makna filosofi relief di dinding Monumen Sonbai dalam sesi peringatan ke-98 mangkatnya Sobe Sonbai III di Sonaf Nae Me Fontein, Kota Kupang pada Sabtu, 22 Agustus 2020.

Dr. Sulastri Banufinit

Di hadapan Bupati TTU, Ray Fernandes (cucu Sobe Sonbai III), Bupati Malaka, Stef Bria Seran, Ketua DPRD Provinsi NTT, Emelia Nomleni; Sesepuh Lembaga Adat Masyarakat Sunda, Aditya Alamsyah; Para Usif, Meo, Atoin Amaf, Tetua Adat, Tokoh Masyarakat, Kepala Suku se-daratan Timor; doktor Sulastri mengungkapkan Sobe Sonbai III bersama seluruh rakyatnya dan para Meo atau Panglima perang mereka membangun 3 (tiga) tugu atau benteng pertahanan antara lain : 1) Benteng Ektob di Desa Benu, benteng ini dijaga oleh Meo O’neno dan Taen Suan, 2) Benteng Kabun di Desa Fatukona dijaga oleh Meo Kusi Nakbena dan Beu Ebnani, 3).Benteng Fatusiki di Desa Oelnaineno dijaga oleh Meo Totosmau.

Doktor Sulastri pun menuturkan kiprah Sobe Sonbai III (sumber cerita dari Keluarga Saubaki), Sobe Sonbai lll ditangkap pada bulan Juni 1905, dan dibawa sebagai tahanan perang bersama-sama dengan Ay Sonbai, Beke Sonbai, Baob Sonbai, Neno Sonbai dan Bete Bani. Para pahlawan yang ikut berperang dan memimpin kelompok pasukan dari Oenam adalah Labi Kolnel, Tafim Kase, Atu Abanat, Neno Haki dari Usif Palaf Tefnai, Totos Smaut, Aki Aobesi, Sani Bahael dari Molo (Nun bena dan Falu Mnutu).

Perang ini dimulai di Desa Bipolo yang secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang. Peristiwa itu dikenal dengan Perang Bipolo. Benteng Fatusiki akhirnya berhasil direbut oleh Belanda.

Raja Sobe Sonbai III dan Totos Smaut sang Meo gagah perkasa yang memimpin perlawanan itu, namun karena keterbatasan senjata, pihak Belanda menang. Raja berhasil ditangkap dan dibawa ke Kupang dan ditahan selama 2 bulan untuk pemeriksaan oleh Belanda, kemudian diasingkan ke Waingapu Sumba Timur selama 2 tahun 3 bulan.

Monumen Sobe Sonbai III yang dipugar oleh Pemkot Kupang dalam kepemimpinan Wali Kota Kupang, Doktor Jefri Riwu Kore dan Wakil Wali Kota Kupang, Dokter Herman Man

Setelah berakhirnya masa pembuangan, Sobe Sonbai III bersama rekan-rekannya dikembalikan ke Kupang. Setelah berada di Kupang rekan-rekanya dikembalikan ke Bikauniki. Sementara Sobe Sonbai III masih menjalani tahanan rumah di Kupang selama 6 bulan, sebab dikhawatirkan dapat melakukan pemberontakan lagi setelah dikembalikan ke Kauniki daerah asalnya.

Setelah selesai masa tahanan rumah di Kupang, Sobe Sonbai III diperkenankan untuk kembali, namun ia diwajibkan untuk berdiam di Camplong selama lima bulan dan dijaga ketat oleh pasukan Belanda. Usai 5 lima bulan, Raja Sobe Sonbai llI diperkenankan kembali ke Kauniki.

Namun, sebuah kerusuhan di Kauniki menyebabkan dia didakwa oleh seorang bernama Tboin Oematan kepada Pemerintah Belanda, yang mana dalam keputusan pengadilan Belanda, Sobe Sonbai III ditahan lagi di Kupang kurang lebih 2 tahun, akhirnya meninggal dalam penjara dalam keadaan dipasung, jenazah Raja Sobe Sonbai lII ditandu oleh NN dan dimakamkan di Sonaf Naime Fontein.

Penulis, editor dan foto (+rony banase)