Pemprov NTT Dorong Sistem Pertanian pada Musim Tanam April—September

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Sekitar 65 persen penduduk NTT merupakan petani dengan menggunakan musim tanam hanya pada Oktober hingga Maret (terutama pada musim hujan), kondisi ini memicu dan memacu perhatian dan intervensi Pemprov NTT melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan untuk mendorong mekanisme pertanian lahan kering yang belum dikelola secara maksimal dan masih menggunakan cara tradisional.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT mulai mencoba mengarahkan petani untuk mengolah secara maksimal musim tanam kedua (musim kemarau, red) pada April—September. Upaya intens dilakukan melalui Program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) besutan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL).

Karo Humas dan Protokol Setda NTT, Dr. Ardu Marius Jelamu dalam sesi jumpa media bersama Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli pada Senin, 31 Agustus 2020 di Media Center Gedung Sasando menyampaikan bahwa saat ini Pemprov NTT telah menyediakan sejumlah traktor, benih, dan pupuk.

“Ada beberapa wilayah yang diberi perhatian khusus, seperti di Besipae (Kabupaten Timor Tengah Selatan, red). Setelah memperoleh kesepakatan dengan para Usif, maka kami akan menerapkan pertanian terpadu dan menjadi pusat ekonomi baru yang berorientasi pada peternakan dan pariwisata,” beber Marius Ardu Djelamu.

Selain itu, ke depan, ungkap Marius, akan dilakukan penanaman jagung (Program TJPS, red) di areal seluas 10.000 hektar di 17 kabupaten dan tak hanya jagung, komoditi kelor diharapkan menjadi komoditas unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat NTT.

Senada, Lecky Frederich Koli secara gamblang menyampaikan bahwa keinginan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) untuk meningkatkan kehidupan ekonomi petani direspons serius oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT.

Ia menegaskan, dinasnya akan berupaya maksimal untuk melakukan intervensi pada sektor hulu sehingga produktivitas petani semakin meningkat. “Kita akan memaksimalkan musim tanam dua dari April sampai dengan September untuk menanam 10 ribu hektar tanaman jagung untuk dukung program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS). Tujuannya untuk turunkan tingkat kemiskinan dan mengubah kultur petani yang kurang optimal memanfaatkan musim tanam dua. Implikasi yang ingin dicapai adalah meningkatnya produktivitas petani,” urainya.

Lucky (sapaan akrabnya, red) saat memberikan keterangan kepada pers dan didampingi oleh Kabag Pers, Dokumentasi, Pengelolaan Pendapat Umum dan Perpustakaan, Diani Ledo; mengungkapkan lahan yang sudah diolah sampai saat ini sebesar 1.400-an hektar yang tersebar di 16 Kabupaten di NTT yang ditargetkan menuju tahun 2021, ada sekitar 40 ribu hektar lahan yang akan ditanami jagung. Pihaknya, terang Lucky, telah dan sedang melakukan konsolidasi dengan para bupati.

Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi NTT serius dalam mendesain program dan merangsang masyarakat agar tetap berada di lahan pertanian. Hal ini dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki. Benih termasuk pupuk dan sarana produksi harus sudah berada di tangan petani paling lambat Maret 2021.

“Pemerintah Provinsi akan lebih banyak berada di hulu. Supaya masyarakat petani bisa mempersiapkan produksi, sarana produksi, pupuk, benih dan alat-lat pertanian agar masyarakat bergairah. Minggu depan, sudah disetujui oleh Bapak Gubernur, kita akan distribusikan dengan kapal semua traktor yang kita miliki sejumlah lebih dari 60 unit. 10 unit ke Sumba, 18 unit ke Flores dan sebagian sisanya ke Pulau Timor dan pulau-pulau lainnya,” bebernya.

Sisanya, imbuh Lucky, beberapa unit traktor tetap ada di Dinas Pertanian Provinsi beserta ekskavator untuk dimobilisasi ke tempat yang dibutuhkan. Semuanya ini bisa dipakai untuk mengolah lahan petani secara gratis. Begitu juga alat mesin untuk panen akan didistribusikan ke kabupaten.

Terkait persoalan sumber daya air, Lucky mengungkapkan telah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat NTT. Akan dibangun sekitar 500 sumur. Polanya dalam bentuk bantuan sosial, masyarakat sendiri yang akan buat sumur-sumur tersebut. Tim teknis akan menilai kelayakan sumur tersebut. Selanjutnya, langsung dibayar untuk satu sumur sekitar 50 juta rupiah. Sumur itu akan dimanfaatkan untuk pertanian dan peternakan serta usaha lainnya.

“Dengan semua upaya ini, kita harapkan petani bisa mengubah pola produksi hortikultura. Menanam tanaman hortikultura seperti sayur, cabe, tomat dan lain sebagainya setiap bulan. Kita desain supaya setiap kabupaten/kota bisa memproduksi tanaman hortikultura untuk setiap jenisnya di atas lahan sekitar 40 sampai 50 hektar sehingga supply untuk pasar selalu tersedia sepanjang tahun. Nilai ekonomis untuk masyarakat juga akan meningkat. Demikian juga untuk tanaman perkebunan seperti kopi, kakao, jambu mente dan kelapa juga akan ditingkatkan produksinya,” tandas Lucky.

Penulis dan editor (+rony banase)
Foto utama oleh (*/Humas dan Protokol Setda NTT)