Resesi Terjadi di NTT? BPS : NTT Alami Deflasi pada Juli dan Agustus 2020

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Pada Juli 2020, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami deflasi sebesar 0,32 persen dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II (April—Juni 2020) mengalami kontraksi -1,96 persen year on year, meski tak sebesar provinsi lain di Indonesia bahkan secara nasional. Apakah kondisi pertumbuhan ekonomi serupa bakal dialami oleh NTT pada triwulan III? Apakah penurunan ekonomi ini dominan oleh Covid-19?

Demikian pernyataan resmi dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT, Darwis Sitorus dalam jumpa media secara tatap muka dengan mengedepankan protokol kesehatan pada Selasa siang, 1 September 2020.

Menurutnya, kondisi penurunan ekonomi NTT juga disebabkan oleh perubahan musim dan tak hanya disebabkan oleh pandemi Covid-19. “Komposisi atau profil ekonomi NTT memang agak berbeda dengan provinsi lain yang hanya mengandalkan sektor pertanian. Ada 3 (tiga) sektor besar yang mendorong pertumbuhan ekonomi NTT yakni pertanian, kehutanan, perikanan, administrasi pemerintah, dan perdagangan,” urainya.

Kondisi tersebut, imbuh Darwis Sitorus, yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi NTT. “Terkait administrasi pemerintah, sebagian besar anggaran diperuntukkan untuk menghadapi Covid-19, demikian dengan perdagangan masih belum pulih karena daya beli masyarakat belum maksimal,” ungkapnya.

Pemerintah Provinsi NTT pun, tandas Darwis Sitorus, telah menggelontorkan bantuan untuk menstimulus kinerja ekonomi. “BPS masih mencatat atau memotret kinerja ekonomi, jika deflasi terus terjadi, maka berbahaya. Mudah-mudahan di September tidak terjadi lagi deflasi, kalau deflasi terus-menerus, maka terjadi resesi ekonomi,” terangnya.

Sementara Laju Inflasi di Provinsi NTT, lanjut Kepala BPS NTT yang baru menjabat sekitar 7 (tujuh) bulan ini menguraikan bahwa deflasi NTT pada Juli 2020 sebesar 0,32 persen dan pada Agustus 2020 sebesar 0,71 persen (naik 0,39 persen, red).

“Nusa Tenggara Timur pada Agustus 2020 mengalami Deflasi sebesar 0,71 persen atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 103,55 pada Bulan Juli 2020 menjadi 102,82 pada Bulan Agustus 2020. Deflasi ini disebabkan oleh penurunan indeks harga pada 7 darl 11 kelompok pengeluaran,” bebernya.

Deflasi ini, urai Darwis, disebabkan oleh penurunan indeks harga pada 7 dari 11 kelompok pengeluaran dengan tingkat inflasi Agustus 2020 yakni makanan, minuman, dan tembakau -2,12%; pakaian dab alas kaki -0,08 %; perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga-0,03 %; perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga -0,01 %; transportasi -0,73%; informasi, komunikasi dan jasa keuangan -0,05% dan penyediaan makanan dan minuman/restoran -0,03%.

Penulis, editor dan foto utama (+rony banase)