Resmikan TBM Restorasi, Polikarpus Ajak Masyarakat Sikka Gelorakan Literasi

Loading

Sikka-NTT, Garda Indonesia | Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Restorasi yang beralamat di Jalan Raya Patisomba-Magepanda, Kelurahan Wuring, Kecamatan Alok Barat, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), resmi dibuka pada Minggu pagi, 27 Desember 2020.

Peresmian TBM Restorasi dilakukan bersama oleh Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM NTT), Polikarpus Do dan Kepala Dinas Pemukiman dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sikka, Femy Bapa.

Hadir pula dalam peresmian ini, Ketua FTBM Sikka, Gregorius Cabral Fereira; Pendiri TBM Restorasi, Remigius Nong; Penasihat Taman Bacaan Restorasi,  Fransiskus Laka; warga Kampung Patisomba, dan pegiat literasi di Kabupaten Sikka.

Ketua FTBM NTT, Polikarpus Do, dalam sambutannya mengatakan, literasi merupakan sebuah gerakan bersama semua pihak tanpa terkecuali. Upaya meningkatkan budaya literasi bukan hanya tugas FTBM, Dinas Perpustakaan, Dinas Pendidikan ataupun Pegiat Literasi, namun literasi itu untuk semua dan semua untuk literasi.

Ia menjelaskan, selama ini pihaknya mengunjungi setiap kabupaten di Provinsi NTT untuk membantu membangun rumah baca dan bekerja sama dengan pihak Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan dalam rangka mengembangkan kecakapan literasi masyarakat NTT.

“TBM Restorasi merupakan bantuan Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui program Rintisan Taman Baca Masyarakat. Jadi, ada program namanya Rintisan TBM, itu dari dana APBN. Dananya memang kecil tetapi mudah-mudahan bermanfaat untuk TBM ini,” urai Polikarpus Do.

Ketua FTBM NTT, Polikarpus Do saat berdialog dengan pengurus TBM Restorasi

Ia menambahkan, selama tahun 2020 untuk seluruh Indonesia, NTT mendapatkan bantuan terbanyak dalam program ini. Hal itu diperjuangkan semata-mata untuk mengatasi ketertinggalan NTT. Diungkapkan Do, NTT merupakan provinsi dengan buta aksara tertinggi dan masuk zona merah buta aksara urutan ketiga di Indonesia.  Buta aksara tersebut terjadi pada usia 15 hingga 59 tahun dan belum bisa dituntaskan karena literasi di sekolah formal tak kuat.

“Data menunjukkan bahwa banyak anak-anak SMP di NTT yang belum lancar membaca. Kenyataan itu merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Kita ingin ketertinggalan kita saat ini, harus segera kita selesaikan dengan menghadirkan aksesibilitas TBM,” imbuh Do.

Dikatakannya, konsep yang ditawarkan TBM, bukan merupakan konsep buku menumpuk tetapi ruang literasi untuk semua masyarakat demi mengakses informasi, pengetahuan, skill serta penumbuhan dan pengembangan sikap.

Ia turut menyinggung perpustakaan sekolah sejauh ini juga belum mampu menjadi rumah literasi, karena hanya dijadikan tempat menyimpan barang bekas. “Perpustakaan bukan berada di belakang, namun harus berada di depan (front office) sebuah lembaga pendidikan sehingga mudah untuk diakses. Ini tugas kita, dan mudah-mudahan kita terus bergerak. Walaupun dibatasi oleh COVID-19, namun semangat kita harus terus menyala,” tuturnya.

Dengan adanya perkembangan teknologi yang begitu pesat, tandas Polikarpus Do, kita perlu memperkuat beberapa komponen yakni melalui literasi keluarga, literasi sekolah, mendekatkan lingkungan buku dengan anak-anak di rumah sehingga bisa memperkuat SDM NTT. (*)

Sumber berita dan foto (*/tim)

Editor (+roni banase)