Kuasa Hukum Akulina Dahu Praperadilan Polres Belu ke PN Atambua

Loading

Belu-NTT, Garda Indonesia | Kuasa Hukum Akulina Dahu, Stefen Alves Tes Mau, S.H., dan Wilfridus Son Lau, S.H., M.H. mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Atambua, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Rabu, 6 Januari 2021.

Kuasa Hukum Stefen Alves Tes Mau, S.H. mengungkapkan alasan  Tim Kuasa Hukum mengajukan praperadilan terhadap Polres Belu terkait proses penangkapan, penetapan tersangka, dan penahanan terhadap klien Akulina Dahu yang non prosedural dan terkesan gegabah.

Kuasa Hukum Akulina Dahu menilai Polres Belu mengabaikan prosedur pemanggilan Akulina Dahu, baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka. “Klien kami tidak pernah dipanggil  untuk diminta klarifikasi terkait tuduhan pelanggaran UU pemilu tanggal 9 Desember 2020 di TPS 02, Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaet Dubesi,” ujar Steven Alves Tes Mau.

Dikatakan Kuasa Hukum bahwa, saat mendatangi rumah Akulina Dahu, pada tanggal 29 Desember 2020, pihak Polres Belu secara sewenang-wenang melakukan penggeledahan rumah milik Akulina dan menangkapnya ketika sedang membantu pamannya di kebun tanpa Surat Perintah Penangkapan (Sprintkap).

“Kami tidak menerima penetapan tersangka terhadap klien kami karena apa yang dilakukan pihak Polres Belu itu cacat prosedur. Klien kami tidak layak ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Kuasa Hukum.

Diketahui, Akulina Dahu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Belu, pada tanggal 29 Desember 2020 karena adanya dugaan pelanggaran UU Pemilu.

Dalam Konferensi Pers Akhir Tahun 2020 di Aula Lantai 2 Mapolres Belu, pada Rabu 30 Desember 2020 lalu, Kapolres Belu, AKBP Khairul Saleh menjelaskan bahwa Akulina Dahu adalah pemilih yang menggunakan KTP luar Kabupaten Belu saat ikut mencoblos di TPS 02, Desa Nanaenoe, Kecamatan Nanaet Dubesi.

Tersangka lainnya CM, anggota KPPS 05 yang bertugas mengurus daftar hadir di pintu masuk TPS 02, dan tersangka PJ, anggota KPPS 04 yang bertugas memberikan surat suara merangkap Ketua KPPS.

Akulina Dahu turut memberikan hak suaranya dengan menggunakan KTP. Sementara, KTP  Akulina merupakan KTP lama yang bagian atas KTP masih tertulis Provinsi NTT,  Kabupaten Belu. Padahal, wilayah tempat tinggal Akulina Dahu berdasarkan KTP tersebut  merupakan wilayah Pemerintahan Kabupaten Malaka, dengan alamat domisili Fukanfehan, Desa Alas Utara, Kabupaten Malaka.

Sesuai pengakuan tersangka CM seperti termuat dalam Laporan Polisi, dirinya kurang meneliti saat melayani tersangka AD. CM mengetahui tersangka AD menggunakan KTP luar Belu, setelah surat suara sudah dicoblos.

Dugaan tindak pidana ini menjadi temuan Panwaslu, dan ditelusuri lebih lanjut oleh Tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan dinyatakan adanya unsur pelanggaran UU Pemilu, lalu direkomendasikan ke Polres Belu.

“Setelah menerima laporan polisi, kami periksa saksi dan terlapor. Kemudian kami gelar perkara yang diikuti Gakkumdu. Dari situ kita tetapkan tiga tersangka,” kata Kapolres.

Menurut Kapolres, tersangka AD dijerat dengan pasal 178 huruf c ayat (1), UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Pemilihan Wali Kota menjadi Undang-Undang, dengan ancaman penjara paling singkat 36 bulan atau paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp.36 juta atau paling banyak Rp.72 juta. (*)

Penulis: (*/Herminus Halek)