Korupsi Proyek Infrastruktur, Ini Kronologi KPK OTT Gubernur Sulawesi Selatan

Loading

Jakarta, Garda Indonesia | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sulawesi Selatan pada tiga tempat yang berbeda pada Jumat, 26 Februari 2021, dan telah diamankan 6 orang yakni Nurdin Abdullah (NA) Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), AS Kontraktor, NY Sopir AS, SB Ajudan Gubernur NA, 4, ER Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan, dan IF Sopir/Keluarga NR.

“Operasi tangkap tangan KPK tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tahun anggaran 2020—2021,” ujar Komjen Pol. Drs. H. Firli Bahuri, M.Si Ketua KPK RI dalam keterangan persnya, pada Sabtu malam, 27 Februari 2021 di Jakarta.

Maka, setelah dilakukan konstruksi perkara dan berdasarkan keterangan para saksi serta bukti yang cukup, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka di mana NA dan ER adalah sebagai penerima dan AS sebagai pemberi. “Ketiga tersangka langsung dilakukan penahanan.  NA ditahan di Rutan cabang KPK Cabang Pomad Jaya Guntur sedangkan ER ditahan di Rutan Cabang KPK pada kaveling C1 dan AS ditahan di Rutan Cabang KPK pada gedung Merah Putih, ketiga tersangka ditahan selama 20 hari pertama terhitung tanggal 27 Februari sampai dengan 18 Maret 2021,” terangnya.

Kronologi Operasi Tangkap Tangan Gubernur Sulawesi Selatan

Ketua KPK mengungkapkan bahwa kegiatan tangkap tangan tersebut dilakukan setelah sebelumnya pada Jumat 26 Februari 2021, Tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh Penyelenggara Negara yang akan diberikan AS kepada NA melalui perantara ER sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA.

Selanjutnya, pada pukul 20.24 WIB, AS bersama IF menuju ke salah satu rumah makan di Makassar dan setibanya di rumah makan tersebut telah ada ER yang telah menunggu, lalu dengan beriringan mobil, IF mengemudikan mobil milik ER sedangkan AS dan ER bersama dalam satu mobil milik AS menuju ke jalan Hasanuddin Makassar.

Adapun dalam perjalanan tersebut, AS menyerahkan proposal terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan TA 2021 kepada ER, selanjutnya sekitar pukul 21.00 WIB, IF kemudian mengambil koper yang diduga berisi uang dari dalam mobil milik AS dipindahkan ke bagai mobil milik ER di jalan Hasanuddin.

“Lalu sekitar pukul 23.00 WITA, AS diamankan saat dalam perjalanan menuju ke Bulukumba sedangkan sekitar pukul 00.00 WITA, ER beserta uang dalam koper sejumlah sekitar Rp 2 miliar turut diamankan di rumah jabatan dinas Gubernur Sulsel,” ungkap Ketua KPK.

Dalam konstruksi perkara, bahwa AS direktur PT APB sebelumnya telah mengerjakan beberapa proyek di Sulawesi Selatan, AS juga telah lama kenal baik dengan NA berkeinginan mendapatkan proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan TA 2021, kemudian sejak bulan Februari 2021 telah ada komunikasi aktif antara AS dan ER sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA untuk bisa memastikan agar AS mendapatkan kembali proyek yang diinginkan di tahun 2021.

“Kemudian, dalam beberapa komunikasi diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan dikerjakan oleh AS. Selain itu, NA juga diduga menerima uang dari kontraktor lain di antaranya pada akhir tahun 2020 senilai Rp.200 juta dan pertengahan Februari 2021 senilai Rp.1 miliar serta awal Februari 2021 senilai Rp.2,2 miliar,” terang Firli Bahuri.

KPK, tandas Firli Bahuri, tidak akan habis energi untuk mengingatkan kepada Kepala Daerah bahwa jabatannya adalah amanat rakyat yang seharusnya dilakukan dengan penuh integritas. Perlu untuk dipahami, bahwa korupsi tidak semata soal kerugian negara, terapi juga penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa.

“Penerimaan uang oleh Gubernur bukan hanya bertentangan dengan sumpah jabatan yang diucapkan saat dilantik, tetapi juga melanggar aturan yang berlaku”. tutup Ketua KPK. (*)

Sumber berita dan foto (*/tim)

Editor (+roni banase)