Selamat Pagi

Loading

Oleh : Roni Banase

Hari ini, Jumat, 5 Maret 2021, pukul 06.16 WITA, saat kunikmati pagi di Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Suhu berkisar 18—20 derajat Celcius dengan balutan kabut lumayan menusuk rusuk, dinginnya udara pagi ini yang membangunkan diriku dari tidur malam pada pukul 01.30 WITA.

Aku memilih duduk di Lopo (rumah adat masyarakat Timor, tempat menyimpan hasil bumi, dan menyambut sanak keluarga dan tamu, red), sambil kunikmati suguhan teh panas dan kudapan olahan Mama sambil menyimak Papa yang sibuk sejak sekira pukul 05.00 WITA.

Kunikmati sebaiknya udara pagi, seraya bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pemilik Kehidupan yang telah memberikan umur panjang bagi kedua orang tua kami yang memilih menghabiskan masa tua mereka di sini, desa yang berbatasan langsung dengan Sungai Noemuti.

Terus kusibak setiap sudut Lopo, kulihat beberapa ikat Jagung hasil panen tahun lalu (diikat dengan jumlah bervariasi, red), lalu digantung di sela dahan kayu penopang atap alang-alang Lopo, sambil mulai kunikmati teh panas…nikmat seraya ku ucap syukur dengan sukacita.

Beberapa detik berselang, kudengar sapaan, “ Selamat Pagi,” sapa seorang anak perempuan berusia sekitar 10 tahun.

“Selamat Pagi,” jawabku sambil melihatnya berlalu memikul ikatan sedang kayu kering untuk dijadikan bahan bakar.

Lopo Adat Keluarga Banase di Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten TTU

Kulanjutkan menikmati kudapan Mama Mooy (sapaan kami bagi Mama kami yang lahir dan besar di Pulau Rote, red), lalu aku disapa lagi oleh seorang Ibu yang menggandeng anak perempuannya menuju ke Sungai Noemuti untuk mengambil air bersih sambil mencuci pakaian kotor.

Lalu ku menjawab dengan sukacita,” Selamat Pagi”.

Kemudian, aku menyusuri setiap sudut rumah yang dipenuhi Pohon Jagung (makanan pokok masyarakat Timor, meski tersedia beras hasil panen sawah kerja keras Papa dan Mama), kutemukan hal unik yang dilakukan Mama, dikumpulkannya daun kering Pohon Asam dalam sebuah wadah tumpukan kayu kering berukuran sekitar 2 x 2 meter.

Saat kuamati, datanglah Mama dan berujar, “Kakak, ini Mama tampung, simpan, dan jadikan sebagai pupuk”.

Ya, terbukti. Semua bunga dan berbagai jenis pohon buah tumbuh sehat dan subur dengan tatakan batu kali di sekitar areal Rumah Tua Keluarga Banase (tempat saya, adik, dan keluarga menginap jika berkunjung ke Kabupaten TTU).

Lalu, dari arah belakang, ku dengar lagi sapaan Selamat Pagi dari seorang bapak. Kutengok ke belakang sambil melemparkan senyum dan berkata, “Selamat Pagi Bapa”.

Tampak, ada sukacita, saat kulihat senyum bahagia di antara deretan gigi yang tampak merah karena kebiasaan mengunyah Sirih Pinang.

Ya, ucapan Selamat Pagi masih akan kita jumpai di sini. Bahagia dan Sukacita mengiringi rencana kerjaku hari ini untuk terus menulis dan berkarya dengan hasrat.

Foto utama (+koleksi pribadi)