Perang Bambang Tri vs ‘The Iron Lady SMI’ Ayo Mencicil dan Jangan Pecicilan!

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

Sudahlah Mas Bambang Tri, bayar saja kewajibannya. Kenapa mesti menunggak? Bikin malu saja! Mulailah mencicil, jangan pecicilan lagi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya menang melawan gugatan soal pencekalan Bambang Trihatmodjo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Dalam amar putusan PTUN Jakarta, tertera di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta per Jumat 5 Maret 2021:

“Amar putusan. Mengadili. Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard).”

Ini menyangkut soal apa sih?

Bambang Tri tahun lalu dicekal untuk pergi ke luar negeri lantaran belum melunasi utangnya kepada negara. Sejak kapan utang itu? Sejak 1997. Untuk keperluan apa? waktu itu untuk dana talangan perhelatan Sea Games 1997 di mana Bambang Tri menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP)nya.

Waktu itu, Presiden Soeharto (ayah Bambang Trihatmodjo) menggelontorkan duit Rp.35 miliar bagi konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Di mana teknis pelaksanaannya diserahkan kepada PT Tata Insani Mukti (TIM). Bambang Tri juga menjabat komisaris di perusahaan itu.

Kabarnya, dana tersebut adalah dana Non-APBN yang diambil dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.

Lantaran menunggak terus, Sri Mulyani akhirnya menyodorkan tagihan utang yang harus dibayar putra ketiga Presiden Soeharto itu sebesar Rp.50 miliar (ini lantaran ditambah bunga 5 persen per tahun).

Menurut pengacara Bambang Tri, Prisma, tagihan ke kliennya itu tidaklah berdasar. Katanya, “Bunga 5 persen setahun yang sebenarnya itu talangan yang disebut sebagai utang hingga selesai dilakukan audit keuangan. Namun ya itu, unsur politiknya dibawa-bawa. Apalagi tanpa diduga Presiden Soeharto lengser di 1998.”

Keberatan dari Bambang Tri adalah lantaran ia merasa bukan penanggungjawab PT Tata Insani Mukti, ia “cuma” Komisaris di situ,  maka ia menolak bila harus menanggung tagihan tersebut. Apalagi sampai dicekal.

Pencekalan ini bermula saat Menkeu mencekal Bambang Tri di akhir 2019. Kemudian diperpanjang 6 bulan lagi pada Mei 2020, berdasarkan SK No 108/KM.6/2020 tentang: Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia Terhadap Saudara Bambang Trihatmodjo (Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997) dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.

Penunjukan PT Tata Insani Mukti , di mana Bambang Tri “cuma” sebagai komisaris, oleh Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games 1997, Bambang Tri adalah ketuanya, rupanya adalah praktik kongkalikong yang biasa dilakukan di era orde baru (Orba).

Sekarang ada yang mau berkelit dari tanggung jawab, dan mau melemparkannya ke penanggung jawab PT TIM, yaitu dewan direksi tentunya. Ya, itulah risiko dewan direksi, tapi – siapa pun juga tahu – direksi seperti itu ya cuma “wayang orang” saja. Ada aktor-intelektual (pengendali) dari direksi yang hanya berfungsi sebagai wayang orang seperti itu.

Siapa pun juga mafhum, di era orba, para Putra Putri Presiden (P3) ini kerap menjalankan pola bisnis yang disebut “berburu di kebun binatang”. Begitu pula saat perhelatan Sea Games XIX di Jakarta. Konsorsium yang dipimpin oleh Bambang Tri dapat tugas mengelola penyelenggaraannya. Untuk itu, ia memperoleh hak monopoli untuk promosi, penyiaran, sampai soal pengadaan segala sesuatu yang diperlukan.

Termasuk mengimpor mobil atau kendaraan yang setelah perhelatan selesai boleh dijual lagi. Dan kabarnya hasil penjualan mobil atau kendaraan ini pun tak jelas rimbanya. Juga terkait pembangunan Hotel Mulia yang saat itu izinnya untuk 16 lantai. Tapi faktanya menjulang terus sampai 40 lantai. Sempat ada kekisruhan soal lisensi ini.

Fasilitas bagi P3 ini bukan cuma hak monopolinya, tapi juga modal awalnya pun dipasok dari duit rakyat. Bambang Tri pun dapat modal dari negara Rp 35 miliar (saat itu US Dollar sekitar 2 ribuan rupiah).

Pendek kata pola bisnis-bisnis seperti ini memang lazim dilakukan kelompok P3 (putra putri presiden) saat itu. Modalnya dari duit rakyat, dan mesti dapat semacam hak monopoli. Lezatnya bukan alang kepalang bukan? Tapi ya sudahlah, masa itu sudah lewat. Yang belum lewat dan tidak boleh dilewatkan adalah utang-utang mereka yang sekarang jadi piutang negara!

Kabarnya pula bahwa Menkeu sudah beri kesempatan untuk mencicilnya.

Karena itu, mulailah mencicil, janganlah pecicilan lagi!

Minggu, 7 Maret 2021

Penulis merupakan Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB)

Foto utama oleh Tim Infografis detikcom