‘Whiskey Is Liquid Sunshine’ Wiski Adalah Sinar Mentari Cair

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

George Bernard Shaw bilang begitu. Mungkin konsep itulah yang bikin ia begitu kreatif dan produktif semasa hidupnya. Ia seorang sastrawan asal Irlandia, penulis naskah teater, kritikus dan juga aktivis politik. Tahun 1925 ia dianugerahi hadiah Nobel bidang sastra.

Lalu kita beralih ke Mississippi, salah satu negara bagian Amerika Serikat. Peristiwanya terjadi tahun 1952, dimana minuman beralkohol masih dilarang dibikin dan diperjualbelikan di negara bagian itu. Namun akibatnya, perdagangan gelap (black-market) menjadi marak.

The Whiskey Speech, pidato soal wiski yang terkenal itu.

Adalah Noah S. “Soggy” Sweat, Jr. seorang hakim, profesor bidang hukum, dan juga anggota parlemen di negara bagian Mississippi. Ia – sebagai politisi – kerap dicecar pertanyaan soal kebijakan minuman beralkohol. Saat itu isu seperti ini sama sensitifnya seperti di Indonesia saat ini.

Lalu ia jadi terkenal lantaran responsnya yang cemerlang, dengan apa yang dikenal sebagai “The Whiskey Speech”, pidato singkatnya di tahun 1952 menjawab polemik miras di negara bagian Mississippi saat itu. Isu yang selalu dihindari para politisi pragmatis ini justru dijawab oleh Noah S. Sweat.

Pidato singkat Noah ini dikenal sangat kuat argumentasi retorisnya. Begini ujarnya, (kita kutipkan lengkap sambil diterjemahkan).

My friends, I had not intended to discuss this controversial subject at this particular time. However, I want you to know that I do not shun controversy.

(Teman-teman, walau saya tidak bermaksud membahas topik kontroversial ini, khususnya pada saat ini. Namun, saya ingin kalian tahu bahwa saya tidak mau menghindar dari kontroversi.)

On the contrary, I will take a stand on any issue at any time, regardless of how fraught with controversy it might be.”

(Bahkan sebaliknya, saya akan mengambil sikap terhadap masalah apa pun dan kapan pun, tak peduli sekontroversial apa pun itu.)

You have asked me how I feel about whiskey. All right, this is how I feel about whiskey:”

(Kalian bertanya kepada saya bagaimana perasaan saya tentang wiski. Baiklah, inilah yang saya rasakan tentang wiski: )

If when you say whiskey you mean the devil’s brew, the poison scourge, the bloody monster, that defiles innocence, dethrones reason, destroys the home, creates misery and poverty, yea, literally takes the bread from the mouths of little children; if you mean the evil drink that topples the Christian man and woman from the pinnacle of righteous, gracious living into the bottomless pit of degradation, and despair, and shame and helplessness, and hopelessness, then certainly I am against it.”

(Jika ketika kalian mengatakan wiski maksudnya adalah minuman iblis, momok racun, monster berdarah, yang merusak kepolosan, mengacaukan nalar, menghancurkan rumah, menciptakan sengsara dan kemiskinan, ya, secara harafiah merebut roti dari mulut anak-anak; Jika yang kalian maksud adalah minuman jahat yang menjatuhkan pria dan wanita Kristen dari kebenaran sejati, dari hidup saleh ke jurang degradasi tanpa batas, dan putus asa, dan rasa malu dan tidak berdaya serta putus asa, maka tentu saja saya menentangnya.)

But, (Tetapi,)

“…if when you say whiskey you mean the oil of conversation, the philosophic wine, the ale that is consumed when good fellows get together, that puts a song in their hearts and laughter on their lips, and the warm glow of contentment in their eyes; if you mean Christmas cheer; if you mean the stimulating drink that puts the spring in the old gentleman’s step on a frosty, crispy morning; if you mean the drink which enables a man to magnify his joy, and his happiness, and to forget, if only for a little while, life’s great tragedies, and heartaches, and sorrows; if you mean that drink, the sale of which pours into our treasuries untold millions of dollars, which are used to provide tender care for our little crippled children, our blind, our deaf, our dumb, our pitiful aged and infirm; to build highways and hospitals and schools, then certainly I am for it.”

(Tetapi, jika kalian mengatakan wiski maksudnya adalah pelumas dalam percakapan, anggur filosofis, bir yang dikonsumsi ketika para sahabat berkumpul, yang bisa menaruh lagu di hati serta tawa di bibir mereka, dan pancaran kehangatan rasa puas di mata mereka; jika yang kalian maksud adalah keceriaan Natal; jika yang kalian maksud adalah minuman yang bisa menstimulasi orang tua untuk menempatkan musim semi pada langkahnya di pagi yang dingin; jika yang kalian maksud adalah minuman yang memungkinkan orang untuk memperbesar rasa gembiranya dan bahagianya, dan untuk melupakan, walau hanya sebentar, tragedi besar dalam hidup, dan sakit hati, serta kesedihan; jika yang kalian maksudkan adalah minuman itu, di mana penjualannya menuangkan ke dalam perbendaharaan kita jutaan dolar yang tak terhitung lagi, yang bisa digunakan untuk memberikan perawatan lembut bagi anak-anak kecil kita yang lumpuh, yang buta, yang tuli, yang bisu, yang lanjut usia, yang kondisinya menyedihkan serta lemah; untuk membangun jalan raya dan rumah sakit dan sekolah, maka tentu saja saya mendukungnya.)

This is my stand. I will not retreat from it. I will not compromise.”

(Inilah sikap saya. Saya tidak akan mundur darinya. Saya tidak akan kompromi.)

Kabarnya, Noah S. “Soggy” Sweat menghabiskan sampai 2,5 bulan untuk menyusun konsep pidatonya yang dikenal sebagai ‘The Wshiskey Speech’ ini.

Sekadar berbagi pengalaman negara yang sudah lebih dulu mengalaminya.

Baru saja hendak mengakhiri, ada teman yang mengirim via whatsapp, sebuah pesan yang cukup mengganggu pikiran. Tulisannya begini:

“Miras diklaim dapat menghancurkan generasi bangsa! Yang hobi miras tuh negara Jepang, Eropa, Amerika, Australia. Tapi kenapa yang hancur Suriah, Irak, Yaman dan Afghanistan?”

Bukankah di sana banyak sinar mentari? Mungkin kurang sinar mentari yang cair?

Benar-benar pesan yang mengganggu!

Minggu, 7 Maret 2021

Penulis merupakan Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB)

Foto utama oleh magazinvip.pl