Membiasakan yang Benar, Bukan Membenarkan yang Sudah Biasa!

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

Ah sudah biasa begitu kok! Tak aneh. Seperti contoh kasus yang terjadi di Kota Manado misalnya. Korupsi berjamaah seluruh anggota DPRD, iya seluruhnya, empat puluh orang sekaligus kompak berkonspirasi. Memang bukan barang baru, ini kasus korupsi (gratifikasi) yang sudah berlarut-larut. Soal dugaan bancakan dana transportasi dan perumahan (akomodasi) anggota DPRD Kota Manado periode 2014—2019.

Ya berlarut-larut, apakah sengaja dilarutkan? Wallahualam.

Sejak November 2019 lalu, kasus ini sudah masuk ranah penyelidikan. Lalu karena sudah ditemukan dua alat bukti, maka statusnya pun naik ke penyidikan. Maka, empat puluh anggota DPRD itu pun langsung berstatus TSK (tersangka).

Waktu itu, 40 anggota DPRD Manado, kabarnya sudah diberi tenggat waktu sampai 10 Maret 2020 untuk mengembalikan dana yang diduga digelapkan itu. Ternyata, ada perpanjangan waktu segala, namun ada juga yang sudah mengembalikan uangnya, sisanya belum jelas.

Seperti pernah disampaikan Kajari Manado, Maryono S.H., pengembalian dana korupsi itu tidaklah menghapus tindak pidana korupsinya. Proses hukum harus terus berjalan. Ini kasus Tipikor, kasus tindak pidana korupsi. Kategorinya sebuah kejahatan luar biasa! Extra-ordinary crime!

Kemudian dengan alasan ada Pilkada Serentak 2020, Kejari Manado sempat menghentikan prosesnya. Walau ini aneh bin ajaib lantaran apa hubungannya proses hukum kok bisa dikalahkan oleh proses politik? Katanya hukum harus jadi panglima? Lalu, kenapa mesti ditunda?

Kabarnya ada anggota DPRD periode itu yang ikut kontestasi Pilkada. So what? Oke, itu semua sudah berlalu. Sekarang Pilkada sudah usai.

Lalu, bagaimana?

Kemarin, Kamis 6 Mei 2021, Kasi Intelijen Kejari Manado, Hijran Syafar mengatakan bahwa penyidik Kejari Manado rencananya  memeriksa tiga orang saksi terkait kasus ini. Namun sayang, saksi yang hadir hanya dua orang yaitu VM dan RT. Sedangkan satu orang saksi lainnya tidak dapat memenuhi panggilan. Ia pun telah dijadwalkan ulang untuk diperiksa pada Senin, 10 Mei 2021.

Artinya proses hukum ini bergulir kembali. Bagaimana kelanjutannya? Kita monitor bersama ya. Apakah tuntas, atau masih berpusing-pusing, atau malah dihentikan (SP3)?

Oh ya, bagi mereka yang penasaran siapa saja sih mereka (anggota DPRD Manado periode 2014—2019 yang sedang jadi TSK itu? Berikut catatan yang ada (nama-nama mereka bisa di google dengan mudah). Kita hanya menyebut asal partai dan jumlah kursinya saja.

Partai Demokrat 9 orang, PDI Perjuangan 6 orang, Partai Golkar 5 orang, Partai Gerindra 5 orang, PAN 4 orang, Hanura 4 orang, NasDem 3 orang, PKS 2 orang, PPP 1 orang, dan PKPI 1 orang. Total 40 orang.

Terus terang, ini memang memalukan dan sangat menyedihkan. Semua masyarakat kecewa, merasa dikhianati oleh wakil rakyat yang dipilihnya sendiri. Ini pelajaran pahit bagi masyarakat Manado dan juga untuk seluruh rakyat Indonesia. Sekaligus peringatan bagi wakil rakyat serta penegak hukum.

Sementara itu… ada juga pihak yang bilang, hal gratifikasi atau korupsi macam begini sudah biasa kok, lazim dilakukan oleh legislatif dan eksekutif di mana pun. Lalu Yudikatifnya pun gampang untuk disumpal. Walah…

Tentang ini, kita ingat saja pesan seorang Wali Kota muda yang bilang.

“Kita harus membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang sudah biasa!” – Gibran Rakabuming Raka.

Banjarmasin, Senin, 10 Mei 2021

Penulis merupakan Pegiat Media Sosial, Pemerhati Ekonomi-Politik

Foto utama oleh pixabay.com