Dinas PPPA NTT Inisiasi Pelatihan Ayah ASI, Menuju Pola Asuh Cegah Stunting

Loading

Kupang-NTT, Garda Indonesia | Guna meningkatkan peran Laki-laki Baru melalui pola asuh setara gender demi peningkatan ketahanan keluarga dalam upaya percepatan penanggulangan stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), maka Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) menginisiasi Pelatihan Ayah ASI yang diikuti oleh 56 orang secara tatap muka maupun daring dengan metode zoom.

Pelatihan Ayah ASI berangkat dari sebuah inisiatif yang percaya bahwa Air Susu Ibu (ASI) terlalu penting untuk hanya diurus oleh ibu-ibu dan bahwa laki-laki perlu terlibat dalam proses menyusui agar keberhasilannya bisa mencapai 100% dalam masa pemberian ASI Eksklusif bagi bayi sejak berumur 0 hingga 6 bulan. Ayah ASI menggunakan pendekatan teman sebaya untuk menyampaikan informasi agar lebih mudah diterima oleh sesama pria.

Dibuka oleh Kadis PPPA Provinsi NTT, drg. drg. Iien Adriany M.Kes. Pelatihan yang dihelat dihelat pada Kamis—Sabtu, 27—29 Mei 2021 di Hotel Neo Aston Kupang, menghadirkan Idzma Mahayattika, M.Pd. selaku Co Founder Ayah ASI Indonesia, Deputi Bidang Pemenuhan  Hak Anak dan Perlindungan Anak Provinsi NTT, Ir. Agustina Erni, M.Sc. Kabid Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga, dr. Theresia Sarlyn Ralo, MPH. Dosen Fakultas Kedokteran Undana, Dr. dr. Christina Olly Lada, M.Gizi. dan Direktur Perkumpulan Pendidikan Penguatan Perempuan dan Masyarakat/PEKA-PM, Delmysar Maka Ndolu, S.TH.

Para peserta Pelatihan Ayah ASI sedang berinteraksi satu sama lain

Peserta Pelatihan Ayah ASI disuguhkan materi tentang Ketahanan Keluarga untuk Pemenuhan Hak Anak dalam Upaya Percepatan Penanggulangan Stunting, Intervensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan Peningkatan Kualitas ASI Eksklusif, Relasi Setara Gender dalam Pola Asuh Percepatan Penurunan Stunting, dan terpenting tentang Hambatan Ayah dan Keuntungan Menyusui, Permasalahan Umum Menyusui, dan Menyusui pada Situasi Bencana.

Selain itu, peserta Pelatihan Ayah ASI diajak oleh Idzma Mahayattika untuk berdiskusi, menelisik, dan memahami bersama siapa yang berperan penting dalam proses keberhasilan menyusui, dan kapan sebenarnya menyusui dapat dilakukan serta mengenali apa saja yang meningkatkan dan menghambat refleks oksitosin (refleks pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex) setelah diproduksi oleh sumber pembuat ASI, red).

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi NTT melalui Kabid Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga, dr. Theresia Sarlyn Ralo, MPH. pada Jumat, 28 Mei 2021, mengatakan peserta pelatihan Ayah ASI dilakukan untuk meningkatkan peran laki-laki di dalam pengasuhan anak yang setara gender yang dapat memberikan dampak percepatan penurunan stunting, maka kegiatan pelatihan dinamakan Ayah ASI.

Kelompok Pelatihan Ayah ASI sedang memaparkan hasil diskusi

Mengapa Ayah ASI, imbuh dr Essy (sapaan akrabnya, red), karena penyebab stunting ada 2 (dua) faktor yakni asupan gizi kurang dan penyakit. “Nah, asupan yang sangat bagus yang disiapkan Tuhan adalah ASI. Kita ingin agar bapak-bapak berperan dalam peningkatan kualitas ASI Eksklusif. Kita menyadari pemerintah tak bisa bekerja sendiri, maka konsep pentahelix dipakai untuk melibatkan peran laki-laki yang setara gender,” urainya.

Kriteria peserta Ayah ASI, terang dr Essy, adalah laki-laki yang sedang menyiapkan  diri untuk menikah, telah menikah dan memiliki minimal 2 (dua) balita, ada ibu hamil di dalam keluarga. “Konsep kolaborasi terlihat dari para peserta yang berasal dari media, unsur lembaga agama, perguruan tinggi, karang taruna, organisasi perangkat daerah, dan Dinas PPPA Kota Kupang,” ungkapnya.

Ke depan, tandas dr. Essy, diharapkan para peserta Pelatihan Ayah ASI dapat menjadi Duta ASI. “Mereka dapat mendukung istri guna meningkatkan pemenuhan kecukupan gizi bayi dan mereka dapat menjadi penggerak untuk meningkatkan peran laki-laki yang dapat dimulai dari para Ayah ASI ini dan kami dari DP3A akan berupaya mengadvokasi Opa ASI pada level pimpinan daerah sehingga mereka dapat menjadi penggerak,” pungkasnya.

Penulis, editor dan foto pendukung  (+roni banase)

Foto utama (*/istimewa/DPPPA NTT)