Petugas Partai, Lumpuhnya Pancasila Tidak Kurang Tidak Lebih!

Loading

Oleh: Andre Vincent Wenas

Petugas partai atau petugas rakyat? Begitu pertanyaan Prof. Franz Magnis-Suseno beberapa tahun yang lalu. Lantaran bukankah seseorang (yang berasal dari kader partai mana pun) saat dilantik jadi presiden, gubernur, bupati/wali kota, atau pejabat apa pun, maka saat itu ia sudah jadi petugas rakyat?

Rakyat mana? Ya, rakyat Indonesia, yang berfalsafah dan berlandaskan Pancasila. Tidak kurang tidak lebih.

Lalu di mana peran atau fungsi parpol?

Parpol adalah mesin politik penggerak dinamika politik yang menjadi semacam ‘kawah candradimuka’ untuk menghadirkan kader-kader terbaiknya. Untuk apa? Agar kader-kader itu bisa menggerakkan dinamika politik ke arah cita-cita bersama bangsa, masyarakat adil makmur berdasar Pancasila. Begitu, tidak kurang tidak lebih.

Kalau melenceng dari itu apa akibatnya? Pancasila lumpuh!

Megawati, Prof.Dr. Ahmad Syafii Maarif dan Prof.Dr. Franz Magnis-Suseno. Tiga nama besar yang trending di seputar peringatan hari kelahiran Pancasila. Megawati lewat pernyataan politiknya, Prof. Syafii Maarif dan Prof. Franz Magnis-Suseno masing-masing menulis artikelnya yang berjudul ‘Lumpuhnya Pancasila’ dan ‘Pancasila, Tidak Kurang Tidak Lebih’.

Petugas partai? Pancasila lumpuh? Ya, tidak kurang tidak lebih!

Paparan Prof. A. Syafii Maarif dengan lugas dan ringkas membuka wawasan kita. Tatkala Pancasila hanya sekedar jadi etalase politik, alias lips-service, beda kelakuan dengan omongan, maka ia cuma sekadar konsep tanpa daya gerak. Lumpuh.

Siapa yang mesti menggerakkannya? Ya, setiap Warga Negara Indonesia (WNI) tak pandang suku, agama, ras dan agamanya. Tidak kurang tidak lebih.

Buah dari pendidikan budi pekerti di lingkungan keluarga dan kerabat dekat selama ini telah membentuk kita semua jadi punya kompas moral, etika dan agama. Dari semua nilai-nilai kebaikan yang telah tertanam dalam sanubari, itulah yang memungkinkan kita bisa menerima Pancasila.

Menjadikan kita Manusia Indonesia yang ber-Pancasila karena kelima silanya ternyata amat sesuai dengan nilai budi pekerti yang selama ini terinternalisasi.

Jadi, dalam politik praktis, sikap Parpol yang kadernya sedang duduk di kursi jabatan publik (eksekutif atau legislatif) seyogianya bisa memosisikan dirinya menjadi lembaga yang mampu mendukung kadernya agar tetap berjalan dalam jalur konstitusional serta moral.

Parpol tidak boleh memperlakukan kadernya itu sebagai instrumen oligarki partai semata demi kepentingan sempit berbau egois dan primordialistik. Karena itu, hanya akan menyeret semuanya ke dalam jebakan korupsi, kolusi dan nepotisme belaka. Dan itu sudah terbukti!

Kader yang diperlakukan seperti itu, atau kader yang mau diperlakukan seperti itu, hanya akan membuat Pancasila menjadi lumpuh.

Tidak kurang tidak lebih!

Selamat Memperingati Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2021

Banjarmasin, 2 Juni 2021

Penulis merupakan Pemerhati Ekonomi-Politik.

Foto utama megawati soekarnoputri oleh radarnonstop.co