Oleh : Melkianus Nino
Setiap pergantian tahun tepat di tanggal 2 November, di pekuburan umum maupun pekuburan keluarga menjadi agenda penting semua sanak famili, anak-cucu, cece-cicit berkunjung ke pemakaman penuh kenangan di masa-masa lalu. Bukan dengan tangan hampa namun, memberi makna besar sembari membawa lilin dan bunga rampai untuk ditaburkan pada makam keluarga.
Tidak sekadar itu, sanak keluarga turut membawa hewan seperti Ayam ataupun Babi untuk disembelih, sesajen berupa makanan dan minuman sebagai persembahan. Menyimbolkan ungkapan isi hati yang terdalam. Memberi arti dalam ucapan , sepatah kata dan limpah terima kasih kepada para leluhur dan sebagian keluarga yang telah mendahului oleh panggilan dari-Nya.
Hari yang penuh pesan dan kesan, bagi kita untuk sekiranya bergumul dalam doa dan memohon kiranya mereka akan menjadi pendoa bagi kita yang masih berziarah di bumi ini.
Ungkapan doa dibarengi dengan membakar lilin (Tot Nini), menabur bunga (Tahoeba fula) serta melakukan ritual adat (Sona Baki) di hari Arwah ( Misa Metan) menurut tradisi orang Timor Tengah Utara (TTU).
Setelah melalui tahapan perayaan misa perdana usai dilangsungkan dengan pemberkatan pemakaman secara keseluruhan menurut tradisi gerejawi Katolik. Sebagai ungkapan hari arwah orang beriman menandakan bahwa gereja turut mempersatukan jiwa-jiwa orang beriman yang dipanggil oleh sang khalik .
Peringatan Hari Arwah (Misa Metan) ini, dihelat di Pekuburan Buki – Kunion, Desa Tun’noe Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Perhelatan tradisi Misa Metan dipadati Keluarga besar dari berbagai daerah di bilangan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Bahkan dari daerah perantauan pun berbondong-bondong datang turut menghadiri upacara Misa Metan.
Upacara adat Misa Metan merupakan suatu tradisi yang sudah turun-temurun diselenggarakan di momentum Hari Arwah. Sebagai maksud, di mana seseorang diberi nama arwah (kanaf Nitu). Mengartikan bahwa, seseorang hadir dan hidup di dunia untuk mengenang sebutan (kanaf atau nama) tersebut.
Selain itu, ada filosofi “Nek Mese nek alekot” ini, mengartikan sebagai satu hati satu kebaikan. Sehingga terjadi penyatuan antara Nenek, Moyang, Leluhur dan Keluarga yang ditinggalkan.
Filosofi demikian, akan memberi sebuah gambaran cerita tentang kenangan silam yang tak bisa ditinggalkan begitu saja.
Tradisi “Misa Metan” dihelat orang TTU, dengan maksud agar dapat mempersatukan, mempertemukan antara gelap dan terang dari para leluhur (nenek moyang, red) dengan seseorang yang hidup dan hadir di dunia akan diberikan berkat, rezeki dan jalan kebaikan nantinya.
Tradisi hari Arwah ( Misa Metan) selalu menjadi hal lumrah bagi setiap insan hidup yang masih berkelana. Karena satu tradisi yang saling mengikat, menyatukan dan tidak bisa terpisah begitu saja serta telah mendarah daging hingga generasi sekarang.(*)
Penulis merupakan Pegiat Literasi dan menetap di Atambua
Foto utama (*/roni banase)