Komunitas Sao Berbagi Cerita Kelola Hutan Bambu Lestari

Loading

Turetogo, Garda Indonesia | Sukses menerapkan metode hutan bambu lestari (HBL) di kebun bambu milik sao, Komunitas Adat Sao Neguwula menularkan pengetahuan dan pengalaman mereka tentang metode HBL saat temu wicara atau talkshow bertema “Bambu dulu, kini, dan yang akan datang” pada Minggu, 18 September 2022.

Temu wicara tersebut dihelat di festival budaya bambu bertajuk Pasar Napu Bheto yang diselenggarakan Yayasan Bambu Lestari (YBL) di Kampus Bambu Turetogo, Desa Ratogesa, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Baca juga :

https://gardaindonesia.id/2021/11/26/menuju-pasar-bambu-internasional-didukung-australia-komunitas-sao-ngada-belajar-metode-hutan-bambu-lestari/

Nimus Jawa perwakilan dari Sao Neguwula Desa Radabata, Kecamatan Golewa, tampil di panggung terbuat dari bambu petung (dendrocalamus asper) bersama dengan pakar taksonomi bambu Prof. Elisabeth Widjaja, Bupati Ngada Andreas Paru, dan pelaku pariwisata berbasis masyarakat Andreas Dhena.

“Bambu Bheto di Sao sudah ada sejak jaman nenek moyang. Sebelum kami tahu metode HBL, bambu hanya dipakai untuk bikin rumah, kandang ternak, atau pagar. Setelah ada YBL yang mengelola bambu milik kami dengan metode HBL, bambu kami dibeli Indobamboo secara rutin dan hasilnya bisa buat bangun rumah adat,” ungkapnya.

Nimus Jawa dan Astin di booth Tim Sao Bambu Neguwula, di Pasar Napu Bheto (dok. AGS Project-Galih

Nimus membeberkan, dengan adanya proyek AGS (Alumni Grant Scheme) yang melatih mereka metode HBL dan pengelolaan keuangan di tingkat Sao, komunitas Sao Neguwula menjadi sadar ternyata jika dikelola dengan metode HBL kebun bambu mereka bisa menghasilkan uang layaknya ATM. Sao Neguwula saat ini jadi yang pertama secara mandiri menerapkan metode HBL di Indonesia.

“Kami di Sao Neguwula mendapatkan pengetahuan metode HBL dan pengelolaan keuangan atas dukungan proyek AGS sejak November 2021,” terang Nimus yang merupakan seorang champion di project ini.

Ia menambahkan, selain pengetahuan berupa teori, proyek AGS memfasilitasi komunitas Sao Neguwula melakukan simulasi penerapan metode HBL pada demplot seluas satu hektar di kebun bambu milik mereka. “Sekarang, kami jadi tahu berapa jumlah rumpun dan lonjor bambu di kebun kami, berapa yang sehat dan sakit, berapa yang siap dipanen dan berapa yang belum,” urainya.

Sebelumnya, ungkap Nimus, hanya tahu di kebun ada rumpun bambu, itu saja.

“Sekarang, kami merasa jadi tuan di kebun bambu kami sendiri,” tandas Nimus.

Metode HBL merupakan prosedur standar pengelolaan bambu secara berkelanjutan. Dimulai dari melakukan survei rumpun bambu, pemberian kode, perawatan dengan menimbun akar rimpang, hingga pemanenan lestari. Metode HBL adalah kunci bagi masyarakat Sao jika ingin menjual Bambu Betho milik mereka ke pabrik industri bambu secara berkelanjutan dengan harga yang lebih baik.

Suasana Pasar Napu Bheto pada 18 September 2022 di Kampus Bambu Turetogo (dok. AGS Project-Galih)

Melalui Project AGS, Komunitas Sao dilatih untuk mampu menerapkan metode HBL pada rumpun-rumpun bambu rakyat milik komunal. Project AGS berjudul “Bring Local Community into Global Market through Sustainable Bamboo Forest Method” ini didanai oleh Pemerintah Australia melalui Alumni Grant Scheme (AGS) dan diadministrasikan oleh Australia Awards in Indonesia.

Project leader AGS, Budiyanto Dwi Prasetyo mengatakan merasa beruntung bisa mengikutsertakan perwakilan Sao Neguwula berbagi pengalaman mereka menerapkan metode HBL partisipatif dalam acara talkshow di Pasar Napu Bheto. Peneliti yang bekerja di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut berterima kasih kepada YBL selaku panitia dan mitra dari project AGS yang sudah memfasilitasi berjalannya talkshow.

“Dalam setahun, Sao Neguwula sudah banyak belajar teori dan praktik metode HBL di kebun bambunya. Melalui talkshow ini kami berupaya mendorong Sao Neguwula untuk turut menyebarluaskan pengetahuan dan pengalaman mereka tentang metode HBL kepada masyarakat luas agar nantinya akan muncul champion-champion baru yang mampu menerapkan metode HBL di kebun bambu mereka secara mandiri.” Jelas Budiyanto.

Pasar Napu Bheto merupakan bagian dari Festival Wolobobo yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Ngada dan Yayasan Bambu Lestari (YBL) serta didukung mitra lainnya seperti AGS project, Venturi, CIMB Niaga, dan Kehati.

Selain talkshow, acara tersebut menyediakan kuliner bambu, aneka kerajinan bambu, hingga kemasan bambu yang terlupakan. Pengunjung juga bisa menyaksikan permainan bambu, pertunjukan musik bambu, dan mendapat pengetahuan dari rangkaian workshop pengelolaan bambu, mulai dari pembibitan, metode hutan bambu lestari, pengawetan, pertukangan dan bangunan bambu, serta pembuatan kerajinan bambu. (*)

Sumber (*/AGS Project)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *