Kisah Petugas PLN Perempuan di Ujung Setrum Listrik

Loading

Di balik nyala listrik yang menerangi pulau Timor, ada kisah seorang perempuan muda yang memilih hidup di tanah rantau demi pengabdiannya bagi bangsa dan negara menjaga pasokan energi listrik tetap andal.

 

Kupang | Anisa Salsabila Subarjo, perempuan kelahiran 2002 di Ambon ini merupakan putri pertama dari 2 (dua) bersaudara seorang teknisi transmisi. Jauh dari tanah kelahirannya di Ambon selepas menamatkan pendidikannya di Politeknik Negeri Ambon dan bergabung dengan PLN pada tahun 2023 kemudian ditempatkan di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Anisa bertugas melayani kelistrikan di Provinsi NTT dan merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang bekerja di bidang transmisi kelistrikan pulau Timor.

Bekerja di lingkungan yang didominasi laki-laki tak membuatnya gentar. Kadang mengenakan helm, menggunakan wearpack, dan menghadapi panasnya terik matahari di sekitar area switchyard gardu induk, yang tersebar di pulau Timor. Namun ada kalanya berada di gorong-gorong panel listrik untuk melakukan pemeliharaan.

Anisa adalah salah satu “Kartini” masa kini, perempuan yang memilih jalan yang berani demi menjaga terang negeri tetap menyala.

“Dulu saya tak pernah membayangkan akan bekerja di dunia teknik, apalagi di gardu Induk seperti ini, tapi saya belajar untuk tidak takut mencoba. Walau jauh dari keluarga, dan harus bertugas di bawah terik matahari, saya bangga. Ini bukan hanya pekerjaan, ini panggilan hati,” tuturnya sambil tersenyum.

Anisa bertugas bersama tim pemeliharaan gardu induk di PLN unit pelaksana transmisi Kupang yang mana rutin melakukan inspeksi dan perbaikan jaringan listrik. Dalam tim beranggotakan lebih dari 10 (sepuluh) orang, hanya ada dua yang perempuan. Namun semangat mereka tak kalah menyala.

Menjadi perempuan di dunia teknik bukan pilihan mudah. Tapi bagi teknisi ini, justru dari situlah semangatnya tumbuh. Ia ingin membuktikan bahwa perempuan tidak hanya bisa bersuara, tapi juga bertindak, bahkan di gardu-gardu listrik yang jauh dari sorotan.

Kisahnya menjadi pengingat bahwa emansipasi tak selalu lahir di ruang seminar atau layar televisi, tapi juga dari lapangan terbuka, dari langkah kaki di tanah timur Indonesia, dan dari tangan yang bekerja demi terang banyak orang.

Manager UPT Kupang, Muhammad Husen, menyebut kehadiran para teknisi perempuan ini sebagai wajah baru emansipasi. “Mereka bukan hanya profesional, tapi juga inspiratif. Di medan seperti ini, dibutuhkan fisik, ketelitian, dan komitmen. Dan mereka hadir dengan semua itu. Inilah Kartini modern, yang tidak hanya memperjuangkan hak, tapi ikut menjaga infrastruktur strategis bangsa,” ujarnya.

General Manager PLN UIW NTT, Eko Sulistyono mengungkapkan saat ini di PLN sudah banyak sekali srikandi-srikandi PLN yang menempati posisi-posisi strategis, ini membuktikan bahwa perempuan bukan kaum yang lemah namun kaum yang kuat dan mampu bersaing dengan laki-laki,

“Emansipasi yang dipelopori oleh Ibu Kartini mampu mengangkat kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan dalam upaya membangun bangsa dan negara,” ungkapnya. (*)

Sumber (*/tim PLN UIW NTT)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *