Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » Wacana Pemanggilan Anies Oleh KPK, Sudah Bosan Ya?

Wacana Pemanggilan Anies Oleh KPK, Sudah Bosan Ya?

  • account_circle Penulis
  • calendar_month Kam, 29 Jul 2021
  • visibility 2
  • comment 0 komentar

Oleh: Andre Vincent Wenas

Ya, kita juga bosan. Bukankah sudah berkali-kali kita sampaikan bahwa diduga ada kekuatan besar yang “melindungi” (atau merawat?) posisi Anies di balai kota. Kenapa bisa begitu? Ya… masak gak tau sih? Follow the money! Begitu kiat para detektif kejahatan kerah putih pernah menasihati. Duit segede 80 triliun lebih (APBD DKI Jakarta) itu bukan perkara mainan ecek-ecek loh.

Dan tampaknya bagi Anies anggaran segede itu cuma dijadikan semacam ‘batu lompatan’ untuk menyasar ke posisi berikutnya. Apa itu?

Ya, tanyakan saja pada trio-macan plus (cendana, cikeas, caplin plus parpol). Ketiga yang pertama itu sudah pada mafhum kan, kalau yang parpol itu jelasnya adalah fraksi (parpol) yang menolak (enggan dengan berbagai dalih) untuk meng-interpelasi Anies saat inisiatif ini diajukan oleh fraksi PSI di parlemen Jakarta lebih dari sekali.

Padahal interpelasi itu berbeda dengan ‘impeachment’ (pemakzulan). Interpelasi itu kan cuma hak bertanya dari parlemen kepada eksekutif (gubernur). Namun sekadar untuk bertanya saja kok pada enggan ya? Apalagi soal pemakzulan, lupakan saja.

Kekuatan inilah yang diduga kuat selama ini telah melindungi (merawat) posisi Anies di balai kota. Prinsipnya ya sederhana saja, ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. Habis manis sepah dibuang. Ini semua dasarnya politik transaksional belaka!

Bukankah politik praktis di Indonesia sementara ini memang masih berciri transaksional? Pragmatisme politik seperti inilah yang telah menyeret bangsa ini betah berkubang dalam politik hipokrisi (kemunafikan) yang kronis dan semakin akut. Sila Keuangan Yang Maha Kuasa masih menjadi keutamaan.

JK punya anak emas, namanya Anies, itu sudah jelas. Tinggal berselancar saja di internet dan kita pun bisa paham akan hal itu. Anggota trio yang lain (cendana dan cikeas) dikenal tak kurang pragmatisnya, dan pilihannya pasti bukan Ahok tatkala pilkada Jakarta 2017 yang dikenal dengan pilkada ayat-mayat itu digelar.

Tinggal sekarang kita bedah sedikit soal kekuatan politik di parlemen Jakarta yang diduga kuat melindungi (merawat) posisi Anies di balai kota.

Kalau kita menilik anatomi parlemen Jakarta (ada 106 kursi) hasil pileg 2019 yang baru lalu, terlihat jeroannya sebagai berikut:

PDIP dengan 25 kursi. Maka Ketua DPRD DKI Jakarta pun dari PDIP, Prasetyo Edi. Disusul Gerindra dengan 19 kursi, lalu PKS 16 kursi, Demokrat 10 kursi, PAN 9 kurasi, PSI 8 kursi, NasDem 7 kursi, Golkar 6 kursi, PKB 5 kursi, dan PPP 1 kursi.

Herannya, setiap kali fraksi PSI mengusulkan untuk interpelasi, ia selalu ditinggal sendirian oleh semua fraksi lain. Ya semua! Bahkan pernah ditinggal walk-out di sidang paripurna DPRD DKI Jakarta. Hmm… mengapa ya?

Bang Pitung pun berbisik… bah ujung-ujungnya duit kok.

Ya, UUD ala para hipokrit atau ala Ken Arok atau Brutus (meminjam terminologi yang sering dipakai oleh Bro Christianto Wibisono).

Dugaan bancakan berjamaah yang terendus semenjak skandal Lem Aibon, mark-up proyek Komputer, Bolpoin, Proyek bongkar pasang Trotoar, Jalur Sepeda, Event tak jelas Formula-E, penebangan Pohon Mahoni Monas, Skandal Lahan Rusun DP 0 Rupiah, Lahan Makam, Kelebihan Bayar Damkar, Pembangunan Monumen-monumen Un-Faedah (Getah-getih, Gabion, Sepeda), Mengecat atap rumah dan fly-over, Rusaknya RPTRA Kalijodo dan lain-lain, Proyek Reklamasi Teluk Jakarta yang tadinya dibilang melanggar sunatullah, dan seterusnya… dan lain sebagainya yang tidak atau belum terendus.

Daftar ini bisa diteruskan dan dibahas Panjang, Lebar serta Tinggi (atau dalamnya) intensitas setiap kasusnya. Siapa saja yang terlibat, ke mana saja uang itu mengalir atau akan dialirkan, dan seterusnya. Panjang kali lebar kali tinggi, itu jadi ukuran volume bukan?

Rupanya agregasi volume persoalan politik ini sudah meluas (melebar, menggelembung) kian ke sana dan kemari. Saling menjerat yang bisa bikin banyak pihak menjerit.

Namun, satu hal jangan dilupakan. Dalam sistem politik demokrasi (formal) kita, perimbangan kekuatan politik masih dibagi dalam trias politika (eksekutif, legislatif dan yudikatif). Di mana mekanisme check-and-balances seyogianya bisa terjadi.

Celakanya, kalau mekanismenya berubah menjadi cheque (buku-cek) dan balance-sheet (neraca) demi memperkaya diri. Cheque-and-balance-sheet. Kolutif dan akhirnya saling menutupi, paling tidak sampai manisnya habis, lalu sepahnya dibuang.

Prinsipnya, tanpa minimal dua alat bukti hukum yang sahih dan bisa menunjuk langsung ke arah keterlibatan Anies Baswedan, maka ia tak bisa dijadikan tersangka oleh KPK, atau oleh Kejaksaan atau Kepolisian. Para pakar hukum tentu bisa lebih mengurai soal ini.

Atau mau dipanggil untuk sekadar basi-basi minta keterangan ini dan itu? …and after that, life goes on. Business as usual.

Nurani publik mungkin sudah terang benderang, tak perlu keterangan lagi. Namun, kaca mata hukum positif itu berbeda.

Sudah bosan ya dengan wacana pemanggilan Anies oleh KPK? Ya, kita juga bosan. Jadi bagaimana?

Masyarakat sipil adalah ‘social pressure group’ (kelompok sosial penekan) dalam suatu analisa sistem politik. Maka tekan terus!

Tekan bagaimana? Tekan lewat komunikasi sosial terus menerus. Tekan ke mana? Ke arah parpol yang selama ini menolak untuk menginterpelasi Anies!

Sampai kapan? Sampai diskursus komunikasi itu menjadi opini publik yang bisa menentukan (artinya menjadi kekuatan politik) yang bisa memberi hukuman sosial (social punishment) bagi parpol-parpol yang selama ini memainkan politik-hipokrit.

Rawat terus memori publik. Jangan sampai kita semua lupa lagi saat nanti masuk ke bilik suara. Di situlah ‘moment-of-truth’ yang paling ditakuti parpol.

Stop jual-beli suara. Ini pandemi kambuhan gara-gara politik uang dan politik identitas.

Kamis, 29 Juli 2021

Penulis merupakan pemerhati ekonomi-politik

Foto utama oleh mohon.co

  • Penulis: Penulis

Rekomendasi Untuk Anda

  • Pandemi Covid-19 di NTT, Tularkan Virus Kemanusiaan Bukan ‘Bullying’

    Pandemi Covid-19 di NTT, Tularkan Virus Kemanusiaan Bukan ‘Bullying’

    • calendar_month Sen, 13 Apr 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 1
    • 0Komentar

    Kupang-NTT, Garda Indonesia | Juru bicara percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 di Provinsi NTT yang juga Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTT, Dr. Jelamu Ardu Marius, M.Si. mengajak masyarakat untuk menebar dan menularkan virus kemanusiaan di tengah situasi pandemi Covid-19. Hingga kini terpapar satu orang positif virus corona dan sedang […]

  • Fraksi Demokrat Dorong KPU Susun PKPU Sesuai Putusan MK

    Fraksi Demokrat Dorong KPU Susun PKPU Sesuai Putusan MK

    • calendar_month Jum, 23 Agu 2024
    • account_circle Penulis
    • visibility 0
    • 0Komentar

    Jakarta | Pasca-penyampaian aspirasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat dalam bentuk demonstrasi pada Kamis, 22 Agustus 2024, dan mengingat proses tahapan waktu pelaksanaan pendaftaran Pilkada yang semakin dekat, serta demi menjaga tegaknya konstitusi, maka sikap Fraksi Partai Demokrat segaris dengan apa yang telah disampaikan oleh pimpinan DPR RI, yaitu tidak lagi melanjutkan pengambilan keputusan tingkat […]

  • Dito Ariotedjo Menteri Termuda Era Kabinet Jokowi

    Dito Ariotedjo Menteri Termuda Era Kabinet Jokowi

    • calendar_month Sel, 4 Apr 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 0
    • 0Komentar

    Jakarta, Garda Indonesia | Presiden Joko Widodo resmi melantik Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito Ariotedjo sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Kabinet Indonesia Maju dalam sisa masa jabatan periode tahun 2019—2024. Prosesi pelantikan dihelat di Istana Negara pada Senin, 3 April 2023. Dito Ariotedjo dilantik berlandaskan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26/P Tahun […]

  • Penjabat Wali Kota Kupang Tidak Tawar Menawar Terkait Disiplin

    Penjabat Wali Kota Kupang Tidak Tawar Menawar Terkait Disiplin

    • calendar_month Sel, 23 Agu 2022
    • account_circle Penulis
    • visibility 3
    • 0Komentar

    Kota Kupang, Garda Indonesia | Penjabat Wali Kota Kupang, George Hadjoh dalam arahannya saat memimpin apel perdana pada Selasa pagi, 23 Agustus 2022, meminta ASN Kota Kupang untuk mulai berpikir dengan mindset yang berbeda. Menurutnya, Kota Kupang adalah Ibu Kota Provinsi NTT, maka cara berpikir ASN harus secara provinsi, dengan target kerja nasional, bila perlu […]

  • Predator Laut Musuh Terumbu Karang

    Predator Laut Musuh Terumbu Karang

    • calendar_month Kam, 6 Jul 2023
    • account_circle Penulis
    • visibility 0
    • 0Komentar

    Bintang laut termasuk ke dalam kelas bintang laut Echinodermata, sebuah keluarga besar hewan laut dengan tubuh pipih berbentuk bintang dan mulut di bagian tengah bagian bawah tubuh. Jumlah lengan yang menjulur dari lempeng tubuh biasanya berjumlah lima, tetapi beberapa spesies memiliki jumlah enam atau lebih. Bagian dalam dari lengan-lengan ini berisi gonad dan kelenjar pencernaan […]

  • Diterpa Puting Beliung Sejak 2019, Ruang Kelas SDK Weklalenok Belum Direhab

    Diterpa Puting Beliung Sejak 2019, Ruang Kelas SDK Weklalenok Belum Direhab

    • calendar_month Rab, 24 Jun 2020
    • account_circle Penulis
    • visibility 1
    • 0Komentar

    Belu-NTT, Garda Indonesia | Sekolah Dasar Katolik (SDK) Weklalenok yang terletak di Desa Dubesi, Kecamatan Nanaet Dubesi, Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Perbatasan RI-Timor Leste mengalami kekurangan ruang kelas. Kondisi ini disaksikan langsung oleh Garda Indonesia pada Senin, 22 Juni 2020. Kepala sekolah, Gabriel Asa yang ditemui wartawan di lokasi SDK Weklalenok, secara […]

expand_less