Presiden Prabowo Bakal Tarik Utang Baru Rp781,9 Triliun

Loading

Penarikan utang pada 2026 paling banyak akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 749,2 triliun. Angka ini naik 28,05 persen dibanding outlook 2025 sebesar Rp 585,1 triliun.

 

Jakarta | Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto berencana menarik utang baru sebesar Rp781,9 triliun pada tahun 2026. Angka ini menjadi yang tertinggi sejak 2022 dan tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026.

“Dalam RAPBN tahun anggaran 2026, pembiayaan utang direncanakan sebesar Rp 781,868 triliun yang akan dipenuhi melalui penerbitan SBN dan penarikan pinjaman,” demikian tertulis dalam dokumen tersebut.

Data menunjukkan, pembiayaan utang dalam lima tahun terakhir sempat mencapai Rp 870,5 triliun pada 2021 saat pandemi COVID-19. Angka itu kemudian turun menjadi Rp 696 triliun pada 2022, Rp 404 triliun pada 2023, lalu kembali naik menjadi Rp 558,1 triliun pada 2024 dan Rp 715,5 triliun pada outlook 2025. Dengan rencana Rp 781,9 triliun, nilai itu tercatat sebagai yang terbesar setelah era pandemi.

Penarikan utang pada 2026 paling banyak akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 749,2 triliun. Angka ini naik 28,05 persen dibanding outlook 2025 sebesar Rp 585,1 triliun. Sementara pembiayaan dari pinjaman hanya sebesar Rp 32,7 triliun, turun tajam 74,9 persen dibanding outlook 2025 sebesar Rp 130,4 triliun. Rinciannya, pinjaman dalam negeri minus Rp 6,5 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 39,2 triliun.

Dalam dokumen RAPBN juga dipaparkan, defisit anggaran 2026 diproyeksikan sebesar Rp 638,8 triliun atau 2,48 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini karena belanja negara dipatok mencapai Rp 3.786,5 triliun, lebih besar dibanding pendapatan negara yang ditargetkan senilai Rp 3.147,7 triliun. Dari sisi penerimaan, target ambisius dipasang pada pendapatan pajak sebesar Rp 2.357,7 triliun atau naik 13,5 persen dibanding tahun sebelumnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan, “Target penerimaan pajak itu cukup tinggi dan ambisius.”

Pemerintah menekankan bahwa kebijakan anggaran yang ekspansif ini merupakan upaya meningkatkan kapasitas fiskal agar APBN bisa mendukung pertumbuhan ekonomi dan pencapaian tujuan pembangunan, sekaligus berfungsi sebagai shock absorber menghadapi dinamika global.

“Pemerintah memastikan pengelolaan utang berjalan secara prudent, akuntabel, dan terkendali, sehingga dapat dijaga keberlanjutan fiskal,” jelas dokumen RAPBN 2026.

Tiga prinsip utama pun dijalankan dalam strategi pengelolaan utang yakni:

  1. Akseleratif : memanfaatkan utang sebagai katalis percepatan pembangunan dan menjaga momentum pertumbuhan.
  2. Efisien : dengan biaya utang minimal melalui pendalaman pasar keuangan dan diversifikasi instrumen.
  3. Seimbang : menjaga portofolio utang agar optimal antara biaya minimal dengan tingkat risiko yang bisa ditoleransi.(*)

Sumber (*/melihatindonesia)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *