Oleh : Adrianus Saswo, S.Pd.
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas.
Dalam proses belajar mengajar tersebut Guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, seorang guru juga harus menjadi contoh yang baik bagi para muridnya dalam berperilaku.
Tugas utama guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi minat dan bakatnya secara maksimal lewat mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, di balik materi yang dapat disajikan secara jelas, memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri.
Oleh karena itu, pada hakikatnya setiap guru mata pelajaran harus menyadari sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran ia harus pula mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dari mata pelajaran itu sendiri.
Materi pelajaran dan aplikasi nilai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru senantiasa dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus.
Diakui atau tidak diakui dalam dunia pendidikan paradigma yang dianut sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu pengetahuan siswa bersumber dari guru, dan siswa dianggap sebagai gelas yang kosong yang siap diisi, maka dengan paradigma konstruktivisme, siswa dianggap harus memiliki pengetahuan awal, dan tugas guru hanya mengkonstruksi.
Siswa pun diibaratkan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai penyiram yang membantu tanaman (siswa) tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya, peran guru berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang bersifat pada siswa, tidak lagi berpusat pada guru.
Proses belajar mengajar ( PBM) bersifat menjadikan siswa mandiri dalam mengeksplorasi rasa keingintahuannya dan memecahkan masalah yang diberikan guru.
Era pengetahuan, pendidikan telah mengalami pergeseran perubahan paradigma yang meliputi:
Pertama, dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistik.
Kedua, dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer.
Ketiga, dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientasi kerja sama.
Memperhatikan kondisi tersebut di atas, tampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.(*)
Penulis merupakan guru di SMA Negeri 7 Borong, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)