APINDO – PPLBI Komitmen Tekan Biaya Logistik Nasional

Loading

Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani mengungkapkan, pemanfaatan Pusat Logistik Berikat (PLB) semakin terbukti memberikan dampak nyata bagi industri nasional.

 

Jakarta | Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) menghelat forum diskusi bertajuk ‘Future-Ready Supply Chains: Leveraging Indonesia’s Bonded Facilities for Global Growth‘ sebagai upaya mendorong target pemerintah dalam menurunkan biaya logistik nasional, Kamis, 28 Agustus 2025 di kantor APINDO.

Forum diskusi ini diinisiasi oleh dunia usaha untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam komitmennya menurunkan biaya logistik nasional. Saat ini biaya logistik Indonesia dilaporkan sekitar 14,2% dari PDB.

Kendati begitu, saat memasukkan komponen biaya logistik ekspor (yang berkontribusi sebesar 8,98% terhadap PDB), total biaya logistik Indonesia masih berada di angka 23,08%. Angka ini masih jauh dari benchmark negara-negara maju di kisaran 8-10%, bahkan jika dibandingkan dengan banyak negara ekonomi Asia Tenggara lainnya, angka ini masih lebih tinggi.

Biaya logistik yang tinggi selama ini disebabkan oleh sejumlah faktor struktural, mulai dari ketergantungan berlebihan pada pelabuhan besar, lemahnya konektivitas antar wilayah, manajemen rantai pasok yang belum efisien, minimnya fasilitas penyimpanan modern, hingga kerumitan birokrasi dalam ekspor-impor.

Kondisi ini tidak hanya menekan pelaku usaha, tetapi juga membebani harga barang dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar global.

Terkait hal itu, Ketua Umum APINDO, Shinta W. Kamdani mengungkapkan, pemanfaatan Pusat Logistik Berikat (PLB) semakin terbukti memberikan dampak nyata bagi industri nasional.

“PLB dan Kawasan Berikat hadir sebagai game changer, bukan sekadar gudang penyimpanan, melainkan instrumen strategis yang mampu menekan biaya logistik, mengoptimalkan cash flow, memperkuat compliance penuh, menghadirkan fleksibilitas dalam rantai pasok global, memberikan fasilitas kepabeanan dan perpajakan khusus serta mendorong aktivitas manufaktur berorientasi ekspor dalam meningkatkan daya saing industri nasional,” terang Shinta.

Sementara itu, Ketua Umum PPLBI Utami Prasetiawati menegaskan, pengalaman nyata industri menunjukkan PLB menjadi solusi yang mampu menekan risiko, meningkatkan kepastian, serta mendukung kepatuhan sekaligus menghemat biaya. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah testimoni yang disampaikan para pelaku industri dalam memanfaatkan PLB, diantaranya dari sektor jasa pengeboran migas dan otomotif.

“Bagi operasi migas, waktu adalah segalanya. PLB memberi kepastian dan mengurangi risiko keterlambatan yang dapat berdampak hingga jutaan dolar,” ungkap Utami.

Dari sektor perakitan otomotif, manfaat PLB juga terbukti jelas. Dengan menempatkan komponen impor di PLB, perusahaan memiliki fleksibilitas dalam mengeluarkan komponen sesuai kebutuhan produksi just-in-time. Hal ini menekan biaya sekaligus memberikan kepastian lebih besar dalam mengelola rantai pasok.

Dengan demikian, PLB merupakan jembatan strategis yang mendukung efisiensi logistik, kepatuhan, serta integrasi perdagangan global. Dengan terus diperkuatnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan investor yang didukung APINDO dan PPLBI, PLB hadir bukan hanya untuk menjawab kebutuhan industri saat ini, tetapi juga untuk mempersiapkan Indonesia agar mampu berperan lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi global.(*)

Sumber (*/tim APINDO)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *