Kebijakan kenaikan iuran ini juga mendapat dukungan pakar. Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany, menilai iuran memang harus naik bahkan sejak awal tahun 2025.
Jakarta | Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan dilakukan secara bertahap mulai 2026. Kebijakan ini tercantum dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, yang menegaskan penyesuaian iuran diperlukan demi menjaga keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekaligus menyesuaikan dengan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal negara.
“Untuk itu, penyesuaian iuran [BPJS Kesehatan] dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program,” tertulis dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, Rabu, 20 Agustus 2025.
Pemerintah menjabarkan bahwa Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan diperkirakan masih terkendali hingga akhir 2025, tetapi tren penurunan mulai terlihat akibat meningkatnya klaim kesehatan di semester I/2025. Beban pembiayaan JKN juga diperkirakan makin berat karena meningkatnya klaim penyakit katastropik, potensi kenaikan tarif layanan kesehatan, hingga implementasi kelas rawat inap standar (KRIS).
Dari sisi anggaran, pemerintah menyiapkan Rp66,5 triliun untuk membayar iuran 96,8 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dengan besaran Rp42.000 per orang pada 2026. Selain itu, ada alokasi Rp2,5 triliun untuk subsidi iuran kelas III bagi 49,6 juta peserta PBPU dan BP, di mana peserta hanya membayar Rp35.000 per bulan, sementara Rp7.000 sisanya ditanggung negara.
Namun, tantangan tetap ada. Pemerintah menyoroti tingginya angka peserta nonaktif, rendahnya kepatuhan pembayaran iuran dari pekerja mandiri, masalah data penerima PBI yang tidak akurat, serta potensi PHK massal yang bisa menurunkan jumlah peserta aktif JKN.
Kebijakan kenaikan iuran ini juga mendapat dukungan pakar. Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia, Hasbullah Thabrany, menilai iuran memang harus naik bahkan sejak awal tahun 2025. Ia menyinggung inflasi medis akibat mahalnya obat dan bahan medis impor, serta rasio klaim DJS yang sudah membengkak di atas 100%.
“Konsekuensinya adalah biaya obat, biaya bahan-bahan medis yang sebagian besar masih impor, tentu sudah menjadi sangat mahal. Buat rumah sakit sangat berat kalau tidak terjadi kenaikan pembayaran,” ujarnya.
Hasbullah juga mengusulkan agar iuran untuk peserta mandiri atau PBPU tidak lagi ditetapkan dalam nominal tetap, melainkan disesuaikan dengan pendapatan peserta. Ia menekankan, BPJS Kesehatan harus berbenah dalam pelayanan dan tidak boleh semena-mena memutus kontrak dengan rumah sakit swasta karena imbasnya bisa merugikan peserta JKN.
Dengan berbagai tantangan tersebut, pemerintahan Prabowo menegaskan perlunya kebijakan terpadu untuk menjaga keberlangsungan JKN, mulai dari peningkatan kolektabilitas iuran, pengelolaan klaim yang lebih efisien, hingga perbaikan data peserta.(*)
Sumber (*/melihatindonesia)