Demo di Indonesia Telan 10 Korban Tewas, PPB Serukan Penyelidikan

Loading

PBB mendesak agar penyelidikan dilakukan secara cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan oleh aparat.

 

Jakarta | Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada Senin, 1 September 2025, menyerukan penyelidikan atas dugaan penggunaan kekuatan aparat yang tidak proporsional setelah gelombang protes di Indonesia menelan sedikitnya 10 korban jiwa.

Protes ini dipicu oleh kemarahan publik atas fasilitas mewah yang dinikmati anggota parlemen dan kebijakan penghematan pemerintah yang dinilai memberatkan rakyat.

“Kami memantau dengan saksama serangkaian kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, dan dugaan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan,” kata juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), Ravina Shamdasani, seperti dikutip dari Barron’s dan situs resmi OHCHR.

PBB mendesak agar penyelidikan dilakukan secara cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan oleh aparat.

Ravina juga menegaskan pentingnya dialog untuk menanggapi keprihatinan publik serta kebebasan media dalam meliput peristiwa.

“Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi, serta menjaga ketertiban sesuai dengan norma dan standar internasional,” ujarnya.

Kerusuhan bermula dari demonstrasi damai, namun situasi memanas setelah sebuah rekaman video memperlihatkan kendaraan lapis baja seberat 14 ton milik satuan Brimob melindas seorang pengemudi ojek online di Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.

Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan memperluas gelombang protes ke berbagai kota besar, menjadi kerusuhan terburuk sejak Presiden Prabowo Subianto berkuasa kurang dari setahun lalu.

Hingga Senin malam, 1 September, tercatat 10 orang tewas akibat kekerasan aparat maupun kebakaran gedung dalam kerusuhan, di antaranya:

1. Affan Kurniawan (21), Jakarta, dilindas kendaraan rantis Brimob pada 28 Agustus.

2. Septinus Sesa, Manokwari, diduga tewas akibat gas air mata pada 28 Agustus.

3. Muhammad Akbar Basri (26), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.

4. Sarina Wati (25), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.

5. Saiful Akbar (43), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.

6. Rusdamdiansyah (26), Makassar, korban pengeroyokan massa tidak dikenal pada 29 Agustus.

7. Rheza Sendy Pratama (21), Yogyakarta, diduga korban kekerasan polisi pada 31 Agustus.

8. Sumari (60), Solo, korban gas air mata polisi.

9. Andika Lutfi Falah, Tangerang, diduga korban penganiayaan polisi.

10. Iko Juliant Junior, Semarang, diduga korban penganiayaan polisi.

PBB menekankan bahwa semua aparat keamanan, termasuk militer ketika dikerahkan, wajib mematuhi prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api. Ravina Shamdasani menutup pernyataannya dengan menegaskan pentingnya penghormatan terhadap hak asasi manusia.

“Selain itu, penting pula agar media diizinkan meliput peristiwa secara bebas dan independen.” tandasnya.(*)

Sumber (*/melihatindonesia+ ragam)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *