DPR Pangkas Tunjangan Listrik, Telepon, Transportasi, THP Turun Jadi Rp65,6 Juta

Loading

Selain itu, DPR juga memberlakukan moratorium perjalanan dinas luar negeri terhitung awal September, kecuali jika ada undangan resmi kenegaraan.

 

Jakarta | Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akhirnya memutuskan untuk memangkas sejumlah tunjangan dan fasilitas yang selama ini melekat pada anggota dewan. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Jumat, 5 September 2025.

Dasco menjelaskan bahwa pemangkasan dilakukan sebagai bentuk efisiensi sekaligus merespons sorotan publik terhadap besarnya anggaran DPR di tengah kondisi masyarakat yang masih berjuang secara ekonomi.

“Sebagian biaya yang selama ini melekat pada anggota DPR, seperti listrik, telepon, komunikasi intensif, hingga transportasi, kita putuskan untuk dipangkas,” ujar Dasco.

Pemangkasan mencakup beberapa pos pengeluaran, yakni:

– Biaya listrik

– Biaya telepon

– Komunikasi intensif

– Transportasi

– Tunjangan perumahan yang dihentikan efektif sejak 31 Agustus 2025

Selain itu, DPR juga memberlakukan moratorium perjalanan dinas luar negeri terhitung awal September, kecuali jika ada undangan resmi kenegaraan. Bahkan, anggota DPR yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya tidak akan lagi menerima hak-hak finansial.

Dengan adanya kebijakan baru ini, perhitungan penghasilan anggota DPR mengalami perubahan signifikan. Take-home pay (THP) anggota DPR kini turun menjadi sekitar Rp 65,6 juta per bulan.

Rinciannya adalah sebagai berikut:

– Gaji pokok dan tunjangan melekat: Rp 16.777.680

– Tunjangan konstitusional (komunikasi intensif, kehormatan, legislasi, pengawasan, anggaran): Rp 57.433.000

– Total bruto: Rp 74.210.680

– Setelah dipotong PPh 15%, THP menjadi Rp 65.595.730

Dengan begitu, nominal bersih yang diterima anggota DPR mengalami penurunan dari angka sebelumnya akibat hilangnya sejumlah tunjangan tambahan.

Pemangkasan tunjangan ini tidak terlepas dari desakan publik serta gelombang tuntutan demonstrasi yang belakangan marak, termasuk tuntutan dari kelompok masyarakat yang dikenal dengan “17+8 tuntutan rakyat”. Desakan tersebut menyoroti transparansi serta perlunya reformasi anggaran di lembaga legislatif.

Melalui langkah ini, DPR berharap dapat menunjukkan komitmen untuk menyesuaikan diri dengan kondisi bangsa dan meredam kritik mengenai gaya hidup mewah wakil rakyat.(*)

Sumber (*/melihatindonesia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *