Oleh : Emmanuel Richardo, S.P. Pengawas Benih Tanaman Ahli Muda Anggota Ikatan Pengawas Benih Tanaman Indonesia (IPBTI)
Sektor pertanian sampai saat ini masih menempati peringkat pertama dalam menyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nusa Tenggara Timur (NTT) selama kurun waktu 2015—2019 di mana setiap tahunnya berada di angka yang mendekati 30%, tanaman pangan menyumbang antara 8—10% dibandingkan komoditi Pertanian lainnya seperti hortikultura (2,2—2,6%), perkebunan (2,2—2,5%), Peternakan (9,1—9,4%) dan lain-lain. (sumber data Statistik Pertanian NTT 2019).
Hal tersebut tidak terlepas dari sumbangan pertanian dalam menyerap banyak tenaga kerja, usaha kecil, menengah dan mikro yang menggunakan hasil pertanian.
Nusa Tenggara Timur dengan intensitas curah hujan minim serta sumber air terbatas menciptakan iklim kering sehingga berbanding lurus dengan lahan pertanian yang didominasi oleh pertanian lahan kering di mana terdapat lahan pertanian bukan sawah sebanyak 3.852.725 ha sedangkan luas areal sawah di NTT tahun 2019 berjumlah 214.034 ha dengan luas areal irigasi sebesar 120.995 ha, tadah hujan 92.925 ha, pasang surut 31 ha dan lebak 83 ha. Selain itu, ditemukan areal pertanian yang merupakan daerah irigasi maupun tadah hujan dan lebak yang tidak ditanami sebanyak 22. 316 ha sedangkan yg ditanami seluas 124.239 ha hanya 1 kali tanam dan 64.479 ha yang bisa 2—3 kali tanam. (data SP NTT 2019)
Produktivitas pertanian khususnya Padi dan Jagung di NTT dalam satu dekade terakhir masih sangat rendah yaitu untuk Padi masih di kisaran 3,851 ton/ha dan Jagung di angka 2,633 ton/ha jika dibandingkan dengan produksi nasional 5, 354 ton/ha dan jagung di angka 5,241 ton/ ha (ATAP 2018 Kementerian Pertanian RI). Salah satu faktor masih rendahnya produktivitas Padi dan Jagung di NTT adalah masih rendahnya penggunaan benih unggul bersertifikat yang sebagian besar masih didatangkan dari luar NTT khususnya benih Jagung.
Khusus untuk benih Jagung secara umum dapat dibedakan atas dua yaitu benih Jagung Komposit atau yang bersari bebas artinya terjadi persilangan bebas antara bunga jantan dan bunga betina untuk menghasilkan Benih Jagung dan Jagung Hibrida sebaliknya untuk menghasilkan benih maka tetua atau induk jantan dan betina ditanam sedemikian rupa sehingga bunga jantan yang diinginkan dan bunga betina yang dinginkan akan disilangkan dengan bantuan manusia sehingga turunan yang dihasilkan atau F1 nya adalah benih Jagung Hibrida.
Dari kedua jenis benih Jagung di atas yang saat ini dikembangkan di NTT adalah benih Jagung Komposit karena untuk memperoleh benih sumbernya atau induknya tidaklah sulit, selain karena benih sumbernya dapat diperoleh secara bebas juga harganya dapat dijangkau oleh produsen benih juga para petani di NTT. Sedangkan untuk induk jantan dan betina dari Jagung Hibrida itu semuanya punya hak paten dan harganya sangat mahal dan juga para produsen benih jagung hibrida (semuanya di Jawa dan Sumatera juga Sulawesi Selatan) baik itu milik Litbang Pertanian maupun swasta tidak menjual induknya secara bebas melainkan sudah dikontrakkan dengan produsen benih besar sebagai pemegang lisensi untuk memperbanyak F1 dari benih jagung hibrida. F1 dari benih jagung hibrida umumnya mempunyai potensi hasil tinggi akan tetapi turunan dari F1 tidak dapat dijadikan benih lagi karena hasilnya selain turun drastis juga keragaman sangat tinggi.
Melihat kondisi di atas dalam membangun perbenihan di NTT khususnya tanaman Jagung perlu digunakan strategi tepat yang mana pemerintah dapat mendorong pola tanam yang disesuaikan dengan karakter wilayah dan musim sehingga dengan lahan pertanian yang didominasi lahan kering dan curah hujan terbatas dapat menghasilkan benih unggul bersertifikat yang diharapkan mampu meningkatkan produktivitas Jagung terutama pada musim tanam antara bulan Oktober dan Maret (Okmar) di mana NTT biasanya mendapat curah hujan hanya 3 (tiga) bulan sekitar Desember sampai Februari.
Untuk kegiatan perbanyakan Benih Jagung Komposit bukan lagi merupakan hal baru tetapi sebenarnya ini adalah kegiatan yang selalu dilaksanakan oleh para produsen Benih Jagung yang tersebar di seluruh Flobamorata. Menjadi produsen Benih Jagung, dituntut bukan hanya mampu dalam budidayanya saja tetapi hal terpenting justru ada pada fase pasca-panen di mana para produsen benih harus mampu melakukan pengolahan calon benih mulai dari menjelang panen, panen, penjemuran, pemipihan sampai pengemasan di mana dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari pra-tanam sampai pengemasan tentu harus didukung oleh pendampingan yang komprehensif dan intensif oleh para penyuluh di lapangan dan selalu diikuti atau diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman (PBT). Kegiatan penangkaran Benih Jagung Komposit ini biasanya dilaksanakan bulan April—September (ASEP) yaitu penanaman pada bulan April, Mei dan Juni sehingga paling lambat pada Oktober sudah tersedia benih yang masih fresh ‘segar’ dan siap ditanam pada Okmar.
Sementara untuk penangkaran Benih Jagung Hibrida memerlukan beberapa persyaratan khusus terkait dengan pemegang lisensinya di samping aspek budidaya. Untuk mengoordinasi semua produsen Benih Jagung Komposit di seluruh Flobamorata, tidak sulit bahkan dengan adanya pandemi ini memudahkan kita untuk bisa berkomunikasi secara virtual dengan biaya murah sehingga kegiatan seperti Forum Perbenihan level provinsi bisa diadakan lagi di mana kita dapat mengidentifikasi dengan jelas kebutuhan benih di musim tanam Okmar di seluruh NTT sehingga dengan sinergi antara provinsi dan kabupaten yang di dalamnya tercakup para stakeholder perbenihan (pemerintah dan swasta), maka kebutuhan benih tersebut dapat dipenuh.
Perbanyakan Benih Jagung Komposit di NTT didominasi oleh Benih Jagung varietas Lamuru yang sudah adaptif dengan iklim di NTT kurang lebih 10 tahun terakhir menganut Alur Produksi Benih Tunggal (Single Generatiaon Flow) sebagai berikut :
Khusus untuk benih penjenisan Jagung Varietas Lamuru harus didatangkan dari Balai Penelitian Tanaman Serealia Kementerian Pertanian di Maros – Sulawesi Selatan karena milik Pemulia pada Balitsereal Maros sedangkan perbanyakan selanjutnya dapat diperbanyak di NTT mulai dari Benih Dasar, Benih Pokok maupun Benih Sebar.
Dengan potensi yang ada di pemerintahan baik itu dinas melalui balai-balai benih maupun Litbang, seharusnya dapat memenuhi ketersediaan Benih Dasar maupun Benih Pokok di NTT juga didukung oleh beberapa produsen benih swasta sudah memiliki kompetensi dalam melakukan produksi benih Jagung varietas Lamuru untuk kelas benih dasar maupun pokok vaik Benih Penjenis, Benih Dasar maupun Benih Pokok dapat digunakan untuk menghasilkan benih sebar yang berlabel biru di mana benih sebar ini merupakan kelas terendah dalam sistem perbanyakan alur tunggal yang apabila ditanam hasilnya untuk konsumsi tidak bisa dijadikan benih lagi.
Siklus perbenihan di NTT sebenarnya sudah tertata secara baik di mana pada periode musim tanam Okmar saat banyak hujan diperbanyak Benih Pokok di Balai-balai benih dan produsen benih yang kompeten sehingga pada bulan April, Mei dan Juni para produsen benih jagung yang tersebar di seluruh NTT dapat menanam Benih Pokok tersebut dan pada bulan Agustus, September dan Oktober, sudah tersedia Benih Sebar yang kebutuhannya sudah diidentifikasi dan diinventarisasi dalam Forum Perbenihan .
Dengan melibatkan semua stakeholder perbenihan tanaman pangan khususnya jagung di NTT, maka dunia perbenihan di NTT dapat bergairah kembali dan mereka mampu menghasilkan Benih Jagung unggul dan bersertifikat yang merupakan jaminan mutu dalam produksi jagung sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan perbenihan yang sehat dapat mendorong peningkatan produktivitas jagung di NTT yang masih di angka 2,6 ton/ha minimal bisa ke angka 3,5 ton/ha atau mendekati produktivitas nasional.
Sedangkan untuk perbanyakan benih Jagung Hibrida, pemerintah harus membantu memfasilitasi petani produsen benih di NTT sehingga dapat bermitra dengan perusahaan benih swasta maupun pemegang lisensi F1 benih Jagung Hibrida Litbang Pertanian Kementerian Pertanian sehingga perbanyakan benih Jagung Hibrida juga Padi Hibrida dapat juga dilaksanakan di NTT yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani secara signifikan.
Dengan demikian, apabila terjadi peningkatan produktivitas pertanian di NTT dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan per kapita, pada akhirnya akan mengurangi persentase penduduk miskin di NTT. Semoga!
Kupang, Medio Juli 2021
Foto utama (*/koleksi pribadi)