Bali Bebas Kantong Plastik

Loading

Oleh : Roni Banase

Masyarakat Bali sempat bangga karena “Pulau Seribu Pura” ini sempat menduduki posisi nomor satu tujuan wisata dunia dalam daftar Traveler Choice Award versi Trip Advisor pada 2021. Namun, pada 2022, tersingkir oleh London, yang sempat digeser Bali pada 2021, yang mana tahun 2022 kembali ke posisi puncak seperti tahun 2020.

Tersingkirnya Bali dari daftar 10 tujuan wisata terpopuler dunia tahun 2022, membuat banyak pihak mempertanyakan penyebabnya. Ada yang menuding pandemi Covid-19 dengan segala konsekuensinya, namun, tak sedikit yang menuding bahwa sampah, terutama plastik, yang jadi masalahnya. Benar kah demikian?

Sebuah studi yang dilakukan Bali Partnership pada 2019 menunjukkan lebih dari 33.000 ton sampah plastik setiap tahunnya yang dilakukan sungai-sungai di Bali ke laut. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), provinsi Bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbunan sampah sepanjang tahun 2021. Ini menjadikan Bali sebagai provinsi penghasil sampah terbesar ke-8 di Indonesia.

Dan Organisasi lingkungan hidup non-profit, Systemiq, yang selama ini fokus pada permasalahan sampah plastik, menemukan bahwa produksi sampah plastik di Bali mencapai 829 ton per hari. Dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang berhasil didaur ulang.

Pada tahun 2019, Pemerintah Bali, Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan Gubernur Bali Wayan Koster telah menetapkan aturan pengurangan sampah plastik. Regulasinya berupa Peraturan Wali Kota Denpasar No.36/2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik dan Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbunan Sampah Plastik Sekali Pakai.

Pemprov Bali pun memberikan waktu 6 (enam) bulan bagi produsen, pemasok, dan pelaku usaha untuk mengikuti Pergub sejak ditetapkan pada 21 Desember 2018. Pemprov Bali akan membentuk tim pengawasan dan pendampingan kebijakan ini.

Peraturan ini telah berjalan hampir 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan pada Desember 2018, namun kenyataan di lapangan seperti pada pasar tradisional, pedagang pinggir jalan, dan penjual makanan kaki lima, masih banyak ditemukan menggunakan plastik sekali pakai. Padahal, dalam peraturan ini terdapat tiga jenis plastik sekali pakai (PSP) yang dilarang, yakni kantong plastik, polistirena (styrofoam), dan sedotan plastik (pipet).

Aturan itu mewajibkan setiap orang dan lembaga baik pemasok, distributor, produsen, penjual menyediakan pengganti atau substitusi PSP. Peraturan ini juga melarang peredaran, distribusi, dan penyediaan PSP baik oleh masyarakat, pelaku usaha, desa adat, dan lainnya.

Kunjungan saya ke Bali pada 2—15 Agustus 2022, menginap di kawasan Jimbaran, Kuta, dan Sanur, Bali tampak bersih dan indah. Di sepanjang jalan utama, tersedia petugas dari DKLH yang sigap membersihkan sampah dan tak didapati orang membuang sampah dari dalam mobil.

Saat beristirahat bersama keluarga di salah satu hotel di Jimbaran, kondisi hotel ini tak terawat, sampah plastik berserakan hingga ke kolam renang. Komplain dilayangkan. Penuturan petugas hotel, kondisi tersebut akibat pandemi Covid-19 hingga pengurangan tenaga kerja. Sampah plastik juga tampak berserakan di pedestrian.

Jika Anda hendak berbelanja ke mini market, super market dan swalayan, di sana tak disediakan kantong plastik. Anda disarankan membawa kantong belanjaan sendiri. Kami telah mengantisipasi kondisi tersebut, membawa tas dari Bank NTT yang selalu dipakai saat hendak berbelanja.

Namun, miris kondisi tak serupa terlihat di sepanjang pedestrian pantai Sanur, tampak sampah plastik berupa kemasan air mineral dan ragam lain berserakan. Apakah itu dari para pekerja pedestrian atau dari para wisatawan?

Ragam empati terhadap “Bali Bebas Plastik” bermunculan dari berbagai komunitas yang mencintai Bali Bersih. Seperti Bye Bye Plastic Bags komunitas anak-anak muda berusia 10—15 tahun, berasal dari lokal dan internasional dengan tagline say no to plastic bags on. Komunitas multi-layer activity’s ini mengedukasi dan berbagi informasi mengenai dampak negatif dari penggunaan kantong plastik. Mereka juga melakukan kampanye mengumpulkan tanda tangan menjalankan desa binaan guna mengurangi sampah plastik di sungai dan pantai serta membuat Bali menjadi pulau hijau.

Semoga!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *