NTT Menuju Sekolah Gratis, Draf Pergub Digodok Bersama Ombudsman

Loading

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton kepada media menyampaikan bahwa peraturan gubernur ini sudah mengakomodasi keluhan masyarakat NTT terkait pungutan pendidikan selama ini.

 

Kupang | Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT menyambut gembira dan menyampaikan terima kasih kepada Kepala Dinas Pendidikan dan seluruh jajaran karena draf Peraturan Gubernur NTT tentang Pendanaan Pendidikan yang telah mengakomodasi apa yang selama ini disuarakan masyarakat NTT terkait pungutan pendidikan di SMA dan SMK Negeri.

Rapat dihelat Dinas Pendidikan Provinsi NTT guna membahas draf Peraturan Gubernur tentang Pendanaan Pendidikan bertempat di aula Dinas Pendidikan Provinsi pada Selasa, 29 Juli 2025 pukul 09.30 Wita, dipandu Kepala Bidang Dikdasmen, Ayub Sanam ini membahas pasal per pasal dari total 24 pasal peraturan gubernur untuk meminta masukan semua stakeholders pendidikan guna penyempurnaan draf peraturan gubernur.

Hadir pada kesempatan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT, Ambrosius Kodo, Sekretaris Dinas Pendidikan, Kepala Bidang Dikdasmen, Kepala Bidang Guru dan Ketenagaan, Inspektorat Provinsi, Balai Penjaminan Mutu Pendidikan, BMPS, PMKRI, GMNI, Biro Hukum, Korwas pendidikan menengah, pengawas SMA/SMK, pengurus MKKS dan kepala sekolah negeri dan swasta dari berbagai kabupaten/kota.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton kepada media menyampaikan bahwa peraturan gubernur ini sudah mengakomodasi keluhan masyarakat NTT terkait pungutan pendidikan selama ini, mulai dari seragam tidak boleh dibeli sekolah, jual buku di sekolah, jenis pungutan hanya satu yaitu IPP, orang tidak mampu harus gratis dan honor tugas tambahan guru negeri ditiadakan.

“Harapan kami, dengan peraturan gubernur ini biaya pendidikan menengah kita akan jauh lebih murah sehingga akses pendidikan kita akan meningkat tahun depan karena biaya murah dan angka tidak sekolah di NTT pada Juli 2025 mencapai 145.000 ikut mengalami penurunan,” beber Darius seraya menekankan beberapa masukan dari sekolah dan stakeholder pendidikan lainnya akan diterima sebagai penyempurnaan peraturan gubernur.

Poin-poin draf Peraturan Gubernur

Adapun poin-poin yang diakomodasi dalam peraturan gubernur ini sebagai berikut,

Pertama, pungutan oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya tidak dipungut dari peserta didik atau orang tua/walinya yang tidak mampu secara ekonomis, tidak dikaitkan dengan persyaratan akademik untuk penerimaan peserta didik, penilaian hasil belajar peserta didik dan/atau kelulusan peserta didik dari Sekolah. Peserta didik yang dibebaskan IPP 100% atau gratis dengan kategori peserta didik yang diasuh di panti asuhan, korban bencana, anak terlantar, dari orang tua yang berkebutuhan khusus yang tidak memiliki penghasilan tetap, dari orang tua yang mengidap sakit menahun, orang tua atau walinya memiliki bukti kepesertaan dalam program sosial pemerintah, yang meliputi: Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Program Keluarga Harapan (PKH) dan terdaftar dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Kedua, pungutan dilakukan kepada peserta didik dan/atau orang tua/wali dalam bentuk Iuran Pengembangan Pendidikan (IPP). Sekolah dilarang memungut pungutan lain dalam bentuk apa pun yang mengikat peserta didik dan/atau orang tua/wali selain IPP. Jadi tidak ada lagi pungutan 8 standar pendidikan, pungutan kebutuhan melekat siswa, pungutan uang pembangunan, pungutan pembangunan pagar, gapura dan paving block.

Ketiga, sekolah dan komite sekolah baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan yang bersifat memaksa, diskriminatif, menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam khusus, atau bahan pakaian seragam di Sekolah.

Keempat, khusus bagi orang tua/wali yang memiliki tanggungan peserta didik lebih dari satu pada sekolah yang sama, maka dibayarkan hanya satu peserta didik.

Kelima, sekolah dilarang menyiapkan seragam/atribut yang bersifat umum seperti seragam putih abu-abu, baju/rompi tenun khas daerah, seragam, atribut pramuka, topi,dasi, sepatu, kaos kaki dan ikat pinggang.

Keenam, penggunaan dana Iuran Pengembangan Pendidikan (IPP) untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pendidikan di sekolah yang belum atau tidak sepenuhnya tercukupi oleh Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP). Dana IPP dilarang digunakan untuk membiayai kebutuhan atau kegiatan yang telah sepenuhnya didanai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau Dana BOSP. Dalam hal kebutuhan pendanaan pendidikan telah sepenuhnya tercukupi oleh pemerintah dan/atau Dana BOSP, sekolah dilarang menarik dan/atau menggunakan dana IPP untuk kebutuhan tersebut.

Ketujuh, penggunaan dana IPP untuk pembiayaan tugas tambahan guru dilarang apabila tugas tambahan tersebut telah menjadi bagian dari pemenuhan beban kerja guru sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan/atau telah memperoleh pembiayaan dari tunjangan profesi guru (sertifikasi) dan/atau anggaran pemerintah lainnya.(*)

Sumber (*/tim Ombudsman NTT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *