Pada laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2025, beras menyedot 21,06 persen dari total pengeluaran masyarakat miskin di kota dan 24,91 persen di desa.
Jakarta | Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa mayoritas pengeluaran masyarakat miskin di Indonesia masih didominasi oleh pembelian beras dan rokok. Dua komoditas ini menjadi penyumbang utama dalam garis kemiskinan, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.
Pada laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2025, beras menyedot 21,06 persen dari total pengeluaran masyarakat miskin di kota dan 24,91 persen di desa.
Sementara itu, rokok kretek filter menjadi pengeluaran terbesar kedua, yakni 10,72 persen di kota dan 9,99 persen di desa.
BPS menegaskan bahwa porsi makanan secara keseluruhan mencakup lebih dari 73 persen kontribusi terhadap garis kemiskinan, menunjukkan betapa dominannya kebutuhan dasar dalam struktur pengeluaran rumah tangga miskin.
Di sisi lain, komoditas non-makanan seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan hanya menyumbang sekitar 26 persen di kota dan 23 persen di desa.
Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2025 tercatat sebanyak 23,85 juta jiwa. Angka ini memang turun dibandingkan periode sebelumnya, namun penduduk miskin di wilayah perkotaan justru meningkat dari 6,66 persen menjadi 6,73 persen. Sebaliknya, di perdesaan terjadi penurunan dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen.
BPS juga menetapkan bahwa seseorang dikategorikan miskin jika memiliki pengeluaran di bawah Rp609.160 per kapita per bulan. Dari angka tersebut, sebesar Rp454.299 digunakan untuk makanan, sementara sisanya Rp154.861 untuk kebutuhan non-makanan.
Fenomena pengeluaran signifikan untuk rokok di kalangan masyarakat miskin memunculkan kekhawatiran mengenai prioritas konsumsi dan tantangan dalam upaya pengentasan kemiskinan yang lebih efektif.(*)
Sumber (*/melihatindonesia)