Danang menambahkan bahwa dompet digital saat ini juga rentan disalahgunakan untuk praktik pencucian uang maupun transaksi judi online (judol).
Jakarta | Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali menyita perhatian publik setelah membuka peluang pemblokiran sementara dompet digital atau e-wallet yang tidak aktif alias dormant.
Wacana ini muncul usai PPATK memblokir sementara 122 juta rekening dormant di perbankan sejak 15 Mei 2025, yang telah dibuka kembali secara bertahap.
Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menyebutkan bahwa langkah pemblokiran e-wallet masih dalam tahap pertimbangan, khususnya untuk mengukur potensi risikonya.
“Nanti kita lihat dulu risikonya e-wallet. Sekarang kripto kan juga bisa diperjualbelikan,” ujar Danang di kantor PPATK, Rabu, 6 Agustus 2025.
Danang menambahkan bahwa dompet digital saat ini juga rentan disalahgunakan untuk praktik pencucian uang maupun transaksi judi online (judol). Ia menjelaskan bahwa e-wallet kerap digunakan pemain judol untuk transaksi nominal kecil, seperti Rp10.000 atau Rp25.000. Namun, fokus utama PPATK tetap pada pelaku deposit atau “bandar” yang melakukan transaksi besar, umumnya menggunakan rekening dormant bank atas nama orang lain.
“Tapi target kita bukan pemain ya, target kita adalah orang-orang deposit. Bukan pemain, deposit,” tegas Danang.
Sementara itu, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyoroti maraknya praktik jual beli rekening dormant, baik dari perbankan maupun e-wallet, yang beredar luas di media sosial. Ia menyebut banyak pemilik asli rekening yang bahkan tidak sadar jika akun mereka telah dijual.
“Luar biasa banyak sekali fenomena jual beli rekening di Indonesia. Dan mungkin, kalau rekening yang ditarget adalah rekening teman-teman atau rekening saya, saya bisa sangat tidak sadar kalau rekening saya sedang menjadi bagian dari yang dijual-belikan,” ungkap Ivan.
Sebelumnya, pemblokiran rekening dormant oleh PPATK dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap nasabah dan sistem keuangan nasional. Rekening dormant diketahui kerap digunakan untuk menampung dana hasil tindak pidana, termasuk korupsi, narkotika, dan jual beli rekening, serta rentan terhadap peretasan dan penyalahgunaan oleh pihak lain. Beberapa bahkan habis dan ditutup karena terus dikenai biaya administrasi tanpa sepengetahuan pemiliknya.
PPATK pun meminta perbankan untuk segera melakukan verifikasi dan pengkinian data nasabah agar rekening dormant bisa diaktifkan kembali secara sah, serta tidak merugikan pemilik asli.
“Nanti kita fokus dulu di rekening ini,” pungkas Danang, menandakan bahwa meski e-wallet masuk radar, fokus utama saat ini masih tertuju pada penyelesaian kasus rekening dormant di perbankan.(*)
Sumber (*/melihatindonesia)