Fakta ini menimbulkan kehebohan bukan hanya karena posisi Dwi sebagai pendidik di salah satu kampus ternama, tetapi juga karena terkuaknya rekam jejak kelam masa lalunya.
Jakarta | Kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang Bank Rakyat Indonesia, Ilham di Bekasi semakin mengungkap fakta-fakta mengejutkan yang membuat publik geger. Setelah melalui serangkaian penyelidikan intensif, Kepolisian memastikan bahwa Dwi Hartono, seorang pengusaha bimbingan belajar sekaligus dosen Universitas Gadjah Mada (UGM), adalah otak utama di balik aksi penculikan yang berujung maut tersebut.
Fakta ini menimbulkan kehebohan bukan hanya karena posisi Dwi sebagai pendidik di salah satu kampus ternama, tetapi juga karena terkuaknya rekam jejak kelam masa lalunya. Berdasarkan catatan pengadilan, Dwi ternyata pernah terjerat kasus pemalsuan ijazah pada 2010. Ia dijatuhi hukuman dalam perkara pidana tersebut di Pengadilan Negeri Yogyakarta, menjadikannya seorang residivis. Catatan kriminal inilah yang kembali menyeruak setelah namanya muncul dalam kasus besar kali ini.
Universitas Gadjah Mada (UGM) pun tak tinggal diam. Menyikapi kabar penetapan Dwi sebagai tersangka, pihak kampus langsung mengambil langkah tegas dengan menonaktifkan statusnya sebagai dosen. “UGM menghormati proses hukum yang berlaku dan menonaktifkan yang bersangkutan,” tegas perwakilan universitas dalam keterangan resminya. Sikap ini menjadi bentuk tanggung jawab UGM sekaligus jarak yang jelas dari kasus pidana yang membelit dosennya.
Di sisi lain, aparat kepolisian terus mengembangkan penyidikan. Salah satu fakta penting yang terungkap datang dari pengakuan Ken, salah satu eksekutor lapangan. Ken mengaku sempat bertemu langsung dengan Dwi Hartono di sebuah hotel sebelum penculikan dilakukan. Pertemuan itu menjadi ajang koordinasi antara dalang dan pelaku, yang kemudian berujung pada penculikan dan pembunuhan tragis terhadap korban, Ilham.
Polisi menegaskan, meskipun beberapa pelaku sudah ditangkap, peran Dwi Hartono adalah yang paling dominan. Dialah yang merencanakan skenario, memberi arahan, dan diduga memiliki kepentingan besar di balik penculikan tersebut. Dengan latar belakang sebagai dosen dan pengusaha bimbel, keterlibatan Dwi dalam kasus kriminal kelas berat ini menjadi ironi tersendiri.
Saat ini, proses hukum masih berjalan. Penyidik mendalami lebih jauh motif sebenarnya dari Dwi serta kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain di lingkaran yang lebih luas. Publik pun menanti kelanjutan kasus ini, terutama setelah nama besar UGM ikut terseret karena status tersangka yang disandang dosennya.
Kasus ini tidak hanya mengguncang dunia perbankan, tetapi juga dunia pendidikan dan hukum. Bagaimana mungkin seorang pendidik, yang seharusnya menjadi teladan, justru terjerat kasus pidana berat bahkan dengan rekam jejak kriminal sebelumnya.(*)
Sumber (*/melihatindonesia)