Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menambahkan bahwa penghentian penyelidikan dilakukan setelah uji laboratorium forensik selesai dilakukan.
Jakarta | Bareskrim Polri menegaskan bahwa penghentian penyelidikan atas laporan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam surat perkembangan penanganan yang ditandatangani Brigjen Pol Sumarto, disampaikan bahwa data yang diserahkan pelapor, yakni Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), hanya berupa data sekunder yang tidak cukup kuat sebagai alat bukti hukum.
Keputusan penghentian penyelidikan yang dikeluarkan pada 22 Mei 2025 lalu ditegaskan kembali dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Dumas (SP3D) tertanggal 25 Juli 2025.
Bareskrim menjelaskan bahwa data yang dimiliki TPUA tidak memenuhi kriteria alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Meski demikian, TPUA menyatakan keberatan dan menuding penghentian penyelidikan tersebut tidak sesuai dengan KUHAP maupun Perkapolri.
Mereka juga mempersoalkan ketidakhadiran Jokowi maupun ijazah aslinya dalam gelar perkara khusus pada 9 Juli 2025.
Rizal Fadillah, Wakil Ketua TPUA, menyebut bahwa kepolisian seharusnya tidak menyamakan data sekunder dengan barang bukti yang sah dalam proses hukum.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menambahkan bahwa penghentian penyelidikan dilakukan setelah uji laboratorium forensik selesai dilakukan.
Hasil uji menunjukkan bahwa ijazah milik Jokowi identik dengan dokumen milik rekan seangkatannya di Fakultas Kehutanan UGM, sehingga dinyatakan autentik.(*)
Sumber (*/melihatindonesia)