Ku sangka Izrail, Ternyata Jibril

Loading

Oleh: Amin Pratikno

Meski berupaya membalut rasa percaya diri, namun wajah tegang tampak cukup jelas terlihat dari 6 peserta Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tingkat Madya, yang diselenggarakan oleh Dewan Pers melalui PWI Sumatra Barat di Hotel Novotel Kota Bukittinggi, Sabtu—Minggu, 10—11 September 2022.

Bagi insan Pers, baik yang bekerja di media elektronik maupun cetak, UKW merupakan momentum yang selalu dinanti sebagai pembuktian kompetensi atas profesi yang dilakoninya.

Rasa takut dan cemas tak bisa ditutupi, termasuk penulis, saat Dheni Kurnia, sang penguji mulai membuka dan menyodorkan setumpuk kertas bahan materi uji, yang sejatinya adalah keseharian dari yang kerap dilakukan wartawan.

Kena Mental

Lembar pertama selesai dikerjakan. Saatnya penguji memeriksa lembar jawaban yang diberikan para peserta.

Detak jantung mulai terasa lebih cepat dari biasanya. Takut dan cemas mulai menyergap. Takut salah, takut dimarahi dan cemas tak mampu menjawab soal ujian dengan benar seperti yang diinginkan penguji, hingga harus menghadapi kenyataan gagal menerima sertifikat kompetensi dari Dewan Pers.

Apalagi, trauma pada penulis saat mengalami kegagalan mengikuti UKW tingkat Utama di gedung BRI tahun 2018 silam (dulu boleh melompat langsung mengikuti UKW tingkat Utama), masih sangat membekas.

Saat itu, 6 dari 7 peserta UKW tingkat Utama dinyatakan gugur, hingga sang penguji disebut “Killer“.

Dalam benak penulis, penguji Madya saat ini pun pasti tak akan jauh beda. Tak punya rasa toleran, tak mau kompromi dan pasti akan menghakimi jika salah dalam menulis atau memberikan jawaban dari soal materi uji. Intinya, penulis beranggapan bahwa penguji itu tak ubahnya sebagai Izrail, sang malaikat pencabut nyawa.

“Kamu tahu apa isi pasal 7 ayat 2 itu mengatur tentang apa?”, tanya Dheni Kurniawan, tampak masih santai.

Duaar…. bagaikan disambar petir, tiba-tiba ku tak mampu berpikir untuk menjawab. Otak terasa beku, lidahku yang tak  bertulang pun mendadak jadi keluh.

“Maaf pak, saya lupa,” jawab penulis, yang merasa grogi.

“Kamu ini bagaimana. Di lembar materi uji, kamu bisa menjawab. Tapi sekarang kamu bilang lupa,” bentak Penguji, membuat keringat dingin penulis mulai terasa menyelinap di balik kulit ari.

“Hmmm… ini baru permulaan. Apalagi pada sesi sesi selanjutnya. Benaran ketemu Malaikat Izrail nih,” gumam ku dalam hati, hingga tak kusadari muncul rasa minder.

Stres Tingkat Dewa

Niat hati ingin menjawab semua soal materi uji dengan cepat, sambil mencoba “cari perhatian” penguji. Namun, apa daya, Laptop  andalanku yang telah menemani selama belasan tahun menjadi Wartawan ini, tiba-tiba saja bertingkah laksana anak gadis menggoda perjaka.

Saat penulis sedang berjuang demi selembar sertifikat bertuliskan “Wartawan Berkompeten” dari Dewan Pers, sedikitnya 5 tuts di keyboard Laptop ku nyaris tak berfungsi. Akibatnya, tentu banyak kesalahan yang terjadi dalam penulisan di lembar jawaban materi uji.

Tak ayal, aku pun kena “semprot”. “Bagaimana cara kamu menulis. Lihat ini, banyak kalimat yang salah,” sebut penguji terdengar ketus, sambil memperlihatkan hasil tulisan itu.

Rasa putus asa mulai menyergap ku. Meski sangat ingin lulus dalam menghadapi ujian ini, namun dalam hati berbisik, tipis kemungkinan untuk bisa lulus.

Pertempuran tanpa senjata dalam batin ini mulai menunjukkan tanda-tanda adanya negosiasi. Sisi kanan hati ini berseru agar tetap semangat. “Ayo berjuang, hadapi, jangan menyerah. Ini bukan malaikat pencabut nyawa, bukan Izrail,”.

Sedikit demi sedikit, kepercayaan diri penulis mulai muncul. Hati pun mulai merasa nyaman dan pikiran mulai sedikit rileks.

Sesi demi sesi yang aku lalui, mulai dikerjakan dengan teliti, meski ternyata hasilnya masih juga banyak terjadi kesalahan akibat keybord Laptop yang cukup menyita waktu hingga sering terlambat dalam menyelesaikan jawaban materi uji.

Entah keajaiban, entah sifat sang penguji yang sebenarnya sangat ramah dan penyabar, atau mungkin juga karena melihat kegigihan usaha yang penulis tunjukkan, di sesi akhir sang penguji justru banyak memberikan masukan dan bimbingan tentang tugas dan tanggung jawab, yang semestinya dilakukan. Dalam hati pun berbisik, ini bukan Izrail, tetapi Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu dan membimbing menuju jalan kebenaran.

Beratnya beban dalam pikiranku pun terasa sirna. Hingga akhir sesi ujian, diriku merasakan kenyamanan bersama Dheni Kurnia.

Tangis Haru

Detik-detik yang menegangkan kembali dirasakan sesaat jelang Dheni Kurniawan menyampaikan hasil akhir proses UKW ini.

Dan akhirnya, aku tak mampu menahan desakan air mata yang memaksa untuk keluar dari mata, saat Dheni Kurnia  mengatakan diriku lulus ujian kompetensi wartawan tingkat Madya.

Rasa syukur pun langsung ku panjatkan pada sang Khaliq, dan ucapan terima kasih pada Dheni Kurnia yang telah dengan sabar membimbing diriku dalam perjuangan berat ini.

Tak sampai di sini, Rasa bahagia kian bertambah saat mendengar rekan penulis yang sama berasal dari kota Sawahlunto, yaitu Indra Yosef dan Rina Yosefin serta Nur Anisa dari Investigasi News yang juga dinyatakan lulus.

Di akhir catatan ini, aku juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga pada Suci Marita, sang pimpinan redaksi Investigasi News dan Nur Anisa alias Butet, yang telah memberikan dukungan sejak mulai mendaftar sebagai calon peserta UKW Madya angkatan 19 ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *