Oleh : Yezua H.F.H. Abel (Statistisi BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur)
Sektor pertanian masih memegang peranan penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia terlebih di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada beberapa alasan mengapa sektor pertanian disebut sebagai sektor yang penting dan strategis.
Pertama, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, berdasarkan data PDB tahun 2022, sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 12,40 persen dari total PDB Indonesia di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan.
Kedua, sekalipun hanya berkontribusi terhadap PDB di urutan ke-3, namun sektor pertanian merupakan sektor terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Pada rilis data ketenagakerjaan kondisi Agustus 2022, penduduk yang bekerja di sektor pertanian mencapai 28,60 persen, jauh melampaui sektor perdagangan sebesar 19,36 persen dan sektor industri pengolahan sebesar 14,17 persen.
Untuk provinsi NTT sendiri, sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar pertama di mana pada tahun 2022 kontribusi sektor pertanian mencapai 29,60 persen, di atas sektor jasa administrasi pemerintahan sebesar 12,82 persen dan konstruksi sebesar 10,20 persen. Nilai penting dan strategis dari sektor pertanian di Provinsi NTT juga terlihat dari serapan tenaga kerja sektor ini, di mana pada tahun 2022 jumlah penduduk NTT yang bekerja di sektor pertanian mencapai 49,36 persen, di atas industri pengolahan sebesar 11,43 persen dan perdagangan sebesar 11,03 persen.
Kinerja Sektor Pertanian Sebelum dan Selama Pandemi
Kinerja perekonomian secara nasional pada tahun 2017, 2018, dan 2019 masing-masing sebesar 5,07 persen, 5,17 persen, dan 5,02 persen. Kinerja perekonomian Provinsi NTT juga tumbuh sebaik tingkat nasional pada tahun 2017, 2018 dan 2019 tercatat masing-masing sebesar 5,16 persen, 5,11 persen dan 5,25 persen.
Kinerja sektor pertanian secara nasional pada tahun 2019 sebesar 12,72 persen di mana kontribusinya yang terus menurun, dibandingkan tahun 2017 dan 2018 masing-masing sebesar 13,16 persen dan 12,81 persen. Sementara, dari sisi laju pertumbuhan, sektor pertanian pada tahun 2017, 2018 dan 2019 tercatat masing-masing sebesar 3,92 persen, 3,89 persen dan 3,61 persen.
Pada tingkat Provinsi NTT, kontribusi sektor pertanian juga cenderung menurun pada tahun 2017, 2018, dan 2019 di mana kontribusinya masing-masing sebesar 28,81 persen, 28,34 persen, dan 27,93 persen. Pertumbuhan sektor pertanian NTT sedikit berfluktuasi pada periode 2017, 2018 dan 2019 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,88 persen, 2,94 persen dan 3,69 persen.
Pada awal 2020, perekonomian nasional dilanda badai pandemi global dengan menyebarnya virus Covid-19. Pembatasan pergerakan atau mobilitas penduduk, bahkan penutupan wilayah dilakukan untuk menghambat penyebaran Covid-19 yang mengakibatkan aktivitas ekonomi menurun drastis. Banyak perusahaan atau usaha yang kolaps bahkan tutup, hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2020 menjadi 2,97 persen.
Pandemi semakin dalam memukul perekonomian Indonesia pada triwulan II, III dan IV 2020 di mana secara berturut-turut pada ketiga triwulan tersebut pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar -5,32 persen, -3,49 persen dan -2,17 persen.
Sektor pertanian tidak luput dari hantaman krisis ini, yang mana hal tersebut terlihat dari melambatnya pertumbuhan sektor ini pada triwulan I, II, III dan IV 2020 yang masing-masing sebesar 0,02 persen, 2,20 persen, 2,17 persen dan 2,63 persen, dari sebelumnya di triwulan IV 2019 tumbuh sebesar 4,25 persen.
Pada tingkat Provinsi NTT, pengaruh pandemi juga terlihat pada melambatnya perekonomian di triwulan I 2020 yang tumbuh melambat sebesar 2,98 persen dibanding sebelumnya triwulan IV 2019 yang tumbuh sebesar 5,62 persen. Dampak pandemi semakin dalam terasa di triwulan berikutnya, hal tersebut terlihat dari pertumbuhan ekonomi NTT yang terkontraksi pada triwulan II, III dan IV tahun 2020 masing-masing sebesar -1,97 persen, -1,75 persen dan -2,28 persen.
Pada sektor pertanian dampak pandemi baru terlihat pada triwulan II 2020 pertumbuhannya mengalami kontraksi -0,33 persen, sebelumnya pada triwulan I masih tumbuh positif sebesar 3,11 persen. Pada triwulan III dan IV 2020 kembali tumbuh meskipun melambat sebesar 0,55 persen, dan 0,93 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki ketahanan yang cukup menghadapi pandemi yang meningkat pada tahun 2020.
Seiring dengan menurunnya kasus Covid-19 pada periode 2021 dan 2022, maka perekonomian nasional maupun Provinsi NTT mulai kembali menggeliat. Di Provinsi NTT, kinerja perekonomian pada tahun 2021 juga tumbuh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, di mana pada triwulan I, II, III dan IV 2021 tumbuh masing-masing sebesar 0,23 persen, 4,32 persen, 2,36 persen dan 3,10 persen. Sektor pertanian juga terus meningkat kinerjanya pada tahun 2021, pada triwulan I, II, III dan IV masing-masing tumbuh sebesar 10,57 persen, 3,54 persen, 4,18 persen dan 2,01 persen.
Memasuki tahun 2022, kasus Covid-19 sudah jauh menurun, sehingga berdampak positif terhadap proses pemulihan kinerja perekonomian baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat provinsi, termasuk peningkatan pada kinerja sektor pertanian. Pada tingkat nasional hal itu terlihat secara keseluruhan, ekonomi tumbuh sebesar 5,31 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 yang tumbuh 3,27 persen dan tahun 2020 yang terkontraksi -2,07 persen.
Sektor pertanian secara nasional juga tumbuh 2,25 persen pada tahun 2022, lebih tinggi dari tahun 2021 yang sebesar 1,87 persen dan tahun 2020 yang terkontraksi sebesar -1,77 persen.
Pada tingkat Provinsi NTT pada tahun 2022 ekonomi juga tumbuh secara keseluruhan sebesar 3,51 persen, lebih tinggi dari tahun 2021 yang tumbuh sebesar 2,52 persen, dan lebih tinggi dari tahun 2020 yang terkontraksi sebesar -0,84 persen. Sementara, kinerja sektor pertanian pada tahun 2022 tumbuh sebesar 3,77 persen, melambat dibandingkan tahun 2021 yang tumbuh sebesar 4,93 persen, namun lebih baik dibanding tahun 2020 sebesar 1,00 persen.
Sensus Pertanian di Tengah Kinerja Sektor Pertanian Pasca-pandemi
Pada tahun 2023, perekonomian Indonesia dihadapkan dengan berbagai dinamika global termasuk perang Rusia-Ukraina yang masih berlanjut. Ketidakpastian menjadi pengingat Indonesia untuk tidak saja optimis, namun juga waspada dalam menjaga perekonomian domestik. Beberapa Lembaga internasional memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Misalnya Asian Development Bank (ADB) memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 menjadi 4,8 persen secara tahunan (year on year/yoy). Proyeksi ini menurun dibandingkan target sebelumnya di kisaran 5 persen. (Sumber:
https://www.inews.id/finance/makro/outlook–2023–prospek–ekonomi–indonesia–di–tengah–ancamanresesi–dunia)
Di triwulan I 2023, pada tingkat nasional ekonomi tumbuh sebesar 5,03 persen, dan sektor pertanian tumbuh 0,34 persen. Kinerja ekonomi nasional pada triwulan I hanya meningkat sedikit dibandingkan triwulan IV 2022 yang tumbuh sebesar 5,01 persen, bahkan kinerja sektor pertanian melambat jauh dibandingkan triwulan IV 2022 yang tumbuh sebesar 4,51 persen
Di Provinsi NTT, pada triwulan I 2023 ekonomi tumbuh lebih lambat dibanding nasional yaitu sebesar 3,05 persen dan sektor pertanian tumbuh sebesar 3,68 persen. Kinerja ekonomi NTT pada triwulan I 2023 ini sedikit lebih lambat dibandingkan dengan triwulan IV 2022 yang tumbuh sebesar 3,45 persen, begitu juga pada sektor pertanian melambat dibandingkan triwulan IV 2022 yang tumbuh sebesar 4,53 persen.
Capaian pertumbuhan ekonomi nasional maupun Provinsi NTT belum bisa dikatakan sepenuhnya kembali normal. Secara nasional capaian di triwulan I 2023 ini memang lebih tinggi dibandingkan kinerja sebelum krisis di triwulan IV 2019 yang tumbuh sebesar 4,96 persen, akan tetapi capaian ini dinilai pengamat lebih disebabkan karena masih berlanjutnya faktor low base effect yang cukup dalam di tahun 2020 yang lalu. Sementara di Provinsi NTT, kinerja ekonomi pada triwulan I 2023 masih lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2019 yang tumbuh sebesar 5,62 persen, menandakan bahwa kegiatan ekonomi di NTT belum kembali normal seperti pada masa sebelum pandemi.
Di tengah potensi ketidakpastian global dan kinerja sektor pertanian yang belum sepenuhnya pulih, Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Juni – Juli 2023 akan melaksanakan Sensus Pertanian yang merupakan kegiatan sensus 10 tahunan yang diamanahkan oleh Undang-undang Statistik Nomor 16 Tahun 1997.
Sensus Pertanian Tahun 2023 atau disingkat dengan ST2023 akan mencakup seluruh usaha pertanian perorangan, perusahaan pertanian yang berbadan hukum, dan usaha pertanian lainnya. ST2023 akan memutakhirkan banyak sekali informasi tentang sektor pertanian, mulai dari luas lahan dan tipe kepemilikan, lahan beririgasi, penggunaan pupuk dan pestisida, dan lain-lain.
Untuk itu, keterlibatan dan dukungan dari berbagai pihak akan menjadi faktor penentu keberhasilan ST2023 ini.
Mari, kita sukseskan ST2023 untuk pembangunan pertanian yang berkelanjutan di Indonesia dan khususnya di Provinsi NTT.(*)