Sejarah Letusan Gunung Lewotobi Laki-Laki, Tahun 1861—Erupsi 2025

Loading

Gunung Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, kembali menunjukkan aktivitas vulkanik intensif dalam dua tahun terakhir. Letusan terjadi lagi pada Selasa petang, 17 Juni 2025, dengan kolom abu setinggi lebih dari 10 kilometer yang menyebar ke segala arah, disertai awan panas dan hujan kerikil.

Letusan tersebut menambah panjang catatan erupsi gunung yang telah dikenal sebagai salah satu gunung api paling aktif di wilayah timur Indonesia. Sejak abad ke-19, Gunung Lewotobi Laki-Laki tercatat mengalami lebih dari dua puluh kali letusan, dengan karakter erupsi yang beragam, mulai dari strombolian hingga vulkanian.

Awal letusan dan sejarah panjang

Gunung Lewotobi Laki-Laki memiliki ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut. Bersama “pasangannya”, Gunung Lewotobi Perempuan (1.703 mdpl), keduanya membentuk kompleks gunung berapi kembar yang kerap diasosiasikan dalam budaya Lamaholot sebagai simbol suami-istri.

Pemandangan Pulau Konga dan gunung berapi ganda Lewotobi, yang terdiri dari Perempuan dan Laki-Laki, circa 1915

Letusan pertama yang tercatat terjadi pada tahun 1861. Dalam kurun waktu tujuh tahun setelahnya, gunung ini kembali erupsi pada 1865, dua kali di tahun 1868, dan berlanjut hingga 1869. Aktivitas vulkanik terus berulang memasuki abad ke-20, dengan letusan pada 1907, kemudian serangkaian erupsi pada 1909, 1910, dan 1914.

Letusan signifikan juga terjadi pada dekade 1930-an hingga 1940, tepatnya tahun 1932, 1933, 1939, dan 1940. Rentetan aktivitas ini memperlihatkan betapa aktifnya Gunung Lewotobi Laki-Laki dalam sejarah geologi Pulau Flores.

Memasuki era modern

Di era modern, letusan tercatat terjadi pada 2 April 1990, diikuti oleh aktivitas vulkanik tahun 1991 dan 1992. Dua letusan lainnya terjadi pada 1999 dan 2002. Meski tergolong menengah, sejumlah letusan juga terjadi pada tahun 1969 dan 1970, yang menyebabkan hujan abu di desa-desa lereng gunung.

Periode 2000-an relatif lebih tenang, namun peningkatan kegempaan dan emisi gas pada 2003–2004 sempat membuat status gunung dinaikkan ke level II (Waspada).

Erupsi besar 2023—2025

Gunung Lewotobi Laki-Laki kembali aktif pada 17 Desember 2023. PVMBG kemudian menaikkan statusnya ke Siaga (Level III) pada awal Januari 2024, lalu Awas (Level IV) pada 9 Januari 2024. Pada 3 hingga 4 November 2024 tengah malam, letusan besar kembali mengguncang. Lava pijar dan dentuman keras menggetarkan kawasan Hokeng dan sekitarnya. Ribuan warga dievakuasi, sementara sembilan orang dilaporkan meninggal dunia.

Letusan yang terjadi pada 17 Juni 2025 memperlihatkan pola yang hampir serupa: kolom abu mencapai ketinggian ekstrem, aktivitas tremor terus terekam, dan hujan batu kerikil terjadi hingga Pos Pemantauan Gunung Lewotobi Laki-Laki di Desa Pululera.

Antara budaya dan ancaman

Gunung Lewotobi Laki-Laki bukan hanya ancaman geologis, melainkan juga simbol budaya masyarakat Lamaholot. Dianggap sebagai lambang kesetiaan antara pasangan, gunung ini hidup dalam cerita rakyat sebagai penjaga harmoni antara manusia dan alam.

Namun, di balik simbol itu tersimpan potensi bahaya yang nyata. Setiap letusan menandai pentingnya kesiapsiagaan dan kesadaran kolektif warga. Masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana diimbau untuk tetap mengikuti arahan pihak berwenang, menggunakan masker untuk menghindari paparan abu, dan menjauhi aliran sungai saat hujan deras untuk mengantisipasi banjir lahar.

Pemerintah melalui PVMBG, BPBD dan lembaga terkait terus memantau perkembangan situasi. Status gunung saat ini masih berada pada Level IV (Awas), dengan radius aman dan zona evakuasi terus diperbarui sesuai dinamika aktivitas gunung.(*)

Sumber (*/Herman Nara Sura+ ragam)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *