Direktur CIRMA, Jhon Mangu Ladjar mengungkapkan, transformasi pertanian skala kecil yang sementara dijalankan pada 30 desa di Timor Barat, dikelola sistematis menggunakan pupuk organik yang diolah secara mandiri oleh petani dengan kontinuitas pendampingan terukur.
Timor | CIRMA (Centrum Inisiatif Rakyat Mandiri), yayasan sekaligus organisasi masyarakat sipil di level sub-nasional, didirikan pada 2018, didedikasikan untuk mengkatalisasi perubahan positif pada komunitas miskin dan miskin ekstrem melalui program berbasis komunitas di bidang sanitasi, akses air bersih, keadilan iklim, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, pertanian cerdas iklim dan pemberdayaan ekonomi.
Bervisi Small Initiative, Big Impact, CIRMA mengawali inisiatif pemberdayaan komunitas miskin melalui kemitraan global sejak tahun 2019—2024, yakni dengan VITAMIN ANGEL America, SELAVIP CHILE Amerika Latin, New Zealand Embassy, Japan Water Fund.
CIRMA telah menggalakkan gerakan kecil, namun sistemis, pendampingan intensif kepada petani kecil yang selama ini bergulat dengan lahan kering, keterbatasan modal, dan akses pasar yang rapuh. Melalui pendekatan terpadu — yang menggabungkan model 3A dan skema live-in pendampingan — CIRMA mendukung transformasi pertanian skala kecil menjadi ujung tombak ekonomi hijau lokal, membuka peluang pembiayaan iklim, dan menguatkan ketahanan pangan bagi komunitas rentan.
Direktur CIRMA, Jhon Mangu Ladjar mengungkapkan, transformasi pertanian skala kecil yang sementara dijalankan pada 30 desa di Timor Barat, dikelola sistematis menggunakan pupuk organik yang diolah secara mandiri oleh petani dengan kontinuitas pendampingan terukur.
“Eko enzim itu sebetulnya pupuk organik hasil fermentasi dari buah-buah pilihan. Proses fermentasinya dalam waktu 3 bulan. Dari segi manfaatnya untuk kebutuhan pertanian, bisa melipatgandakan produksi. Sudah ada uji coba di Dinas Pertanian TTU,” urai Jhon Ladjar seraya menjabarkan lahan pertanian 1 hektar dengan 1 ton per hektar, bisa dlipatgandakan hingga 3 sampai 4 dan tidak menggunakan pupuk kimia lagi.

Dipaparkan Jhon Ladjar, kebermanfaatan eco enzim selain untuk pertanian juga dapat dipakai untuk peternakan. “Eko enzim itu hasil fermentasi dari begitu banyak buah-bahan yang bagus dan fungsinya kalau misalnya kepada tanaman yang terserang virus atau virus dan binatang. Enzim itu akan mengubah virus itu menjadi azam amino. Azam amino itu protein, dia akan berfungsi langsung pada kebutuhan tanaman,” urainya.
Tak hanya itu, imbuh Jhon Ladjar, eco enzim pun berdampak pada lingkungan. Untuk pertanian, tanah saat ini menggunakan pestisida tinggi menjadi rusak, kering, tandus zat hara. Berbekal eco enzim akan menetralkan hara dalam tanah, menggemburkan tanah dan menjadikan tanah kembali normal.
“Perjalanan saya dari 30 kampung di daratan Timor, saya menemukan petani kecil akan merasakan bahwa dia akan sangat sulit untuk mendapatkan pupuk subsidi, apalagi mereka sampai pasrah. Bagi mereka, hidup susah sudah biasa bagi mereka. Kita juga outsider, orang luar, kalau kita tidak ada inisiatif, gerakan, mengubah kondisi itu, maka mereka akan seperti itu,” ungkapnya.
“Jadi, ketergantungan pada pupuk kimia ini kita bisa putuskan. Di tahun-tahun pertama kita akan bikinkan lalu suplai ke desa. Saya rencananya di 30 desa ini saya ingin ciptakan lopo ekoenzim. Malah brandingnya ‘lopes’, “ tandas Jhon Ladjar.
Penulis (+roni banase)