Oleh : Roni Banase
Kembali menorehkan tulisan tentang kepergian Papa ke ribaan-Nya, layaknya berat menggerakkan jari-jari menekan tuts laptop ataupun smartphone. Entah mengapa? Apakah harus menuntaskan deretan peristiwa pasca-perayaan 40 hari kepergiannya? Mungkin saja, sebab ada beberapa peristiwa menghiasi momen tersebut.
Baca juga:
https://gardaindonesia.id/2023/03/selamat-jalan-papa-bagian-1/
Hari ini, Jumat, 7 April 2023, saat umat Kristiani memperingati Jumat Agung, saya pun kembali menggapai ide dan hasrat kembali menorehkan tulisan tentang Papa. Padahal, sebelumnya, telah ditata bakal merilis tulisan bersambung setiap Ahad.
Usai tiba di rumah Naiola pada Minggu malam, 19 Februari 2023 sekitar pukul 22.30 WITA, saya, Mama beserta kakak-adik bergantian menerima para pelayat dari para tetangga, warga desa, rumpun keluarga terkait, hingga masyarakat desa tetangga. Seperti memiliki tenaga ekstra, kami menerima pelayat hingga pukul 5 subuh.
Kami pun sekadar beristirahat sekitar 2—3 jam, kemudian bergantian menemani jasad Papa yang terbujur kaku. Berbagai imajinasi bergerak melayang melampaui asa, saat kami menatap Papa.
Keluarga dari Mama Mooy yakni To’o Gabriel Mooy (panggilan untuk paman atau om dalam bahasa Rote), istri Sartje Henuk, anak-anak, Grace dan Fandy Mooy, To’o Yunus Mooy, To’o Da’i Mooy, dan istri To’o An Mooy pun turut hadir melayat lalu membentangkan kain tenun Rote di atas jasad Papa, memberikan penguatan dan peneguhan kepada Mama, saya, kakak-adik pada Senin malam, 20 Februari Februari pukul 23.30 WITA.
“Jangan menangis. Jangan menangis! Berdoalah kepada Tuhan karena apa yang Tuhan bikin itu baik,” demikian penekanan Gabriel Mooy saat melihat Mama Mooy menangis sambil memeluk erat Fandy Mooy.
Simak video kunjungan keluarga Mooy:
Pukul 01.40 WITA, keluarga besar Adolof Hun beserta istrinya (Direktris CV. Landu Protect Jaya) menapaki tangga yang terbuat dari kayu, rumah duka di Desa Naiola Kecamatan Bikomi Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Kita akan dikenang pasca-kematian. Begitu lah penuturan awam tentang kematian. “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, Aku telah mencapai garis akhir dan Aku telah memelihara iman” Timotius 4:7. Nats ini saya adopsi dari ucapan duka CV. Landu Protect Jaya, tempat Papa berkarya usai pensiun dari Bank Indonesia Perwakilan NTT pada tahun 1998.
Kemudian, beruntun pelayat dari Kota Kupang, berani dan nekat menerjang longsor Takari untuk dapat melayat jasad Papa. Sebut saja, teman kantor dari adik Jony Banase. Para pegawai dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi NTT datang melayat dan membawa ucapan duka. Mereka tiba sekitar pukul 02.25 WITA.
Tak ketinggalan, keluarga Kakak Kornelis Banase dari Desa Banfanu, Kecamatan Noemuti pun melayat jasad Papa pada pukul 03.20 WITA. Menyusul, keluarga Sigakole (keluarga Ing Sigakole, istri adik Jony Banase) pun tiba di rumah duka pada pukul 03.16 WITA.
Rasa dukacita pun bertahap berganti sukacita dan bahagia mengalir di dalam tubuh dan pikiran. Sungguh luar biasa! Meski begitu banyak hambatan, namun keluarga dekat dan para pelayat, secara bergantian memasuki rumah tua Naiola, rumah yang Papa bangun dari hasil keringatnya saat mengabdikan diri pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT selama lebih kurang 30 tahun.